Aku mencintaimu...
Tapi kamu?
Aahh... entahlah.. kau mengacaukan duniaku
- Gege -
“Abang mau ngomong sesuatu, ini serius, darurat militer, urgent jadi jangan dipotong ... okay?” Gege menatap tajam ke sepasang mata bening di hadapannya.
Aruna mendadak kehilangan kata-kata sebelum akhirnya mengangguk pelan saat menatap lurus ke arah Gege.
“Na...” Gege terlihat menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Abang sayang sama kamu, sangat.” lanjut Gege dengan kedua tangannya yang sedikit meremas pundak Aruna.
Sedangkan Aruna terbelalak dan refleks mengambil sedikit jarak dengan Gege, ia mendorong pelan d**a bidang Gege.
“Uhuukk ... no.. no... no.” gumam Aruna mundur satu langkah.
“Abang gak lagi mabok kan? Gak jetlag kan?” lanjut gadis belia itu.
Gege hanya menggeleng pelan dan tersenyum tipis menatap Aruna, ia masukkan tangan kanannya ke saku celana.
“Abang serius?” tanya Aruna masih setengah percaya.
“Emang abang keliatan bo’ong? Ya serius lah Na, dan nggak pernah seperti ini sebelumnya. Please trust me.” Gege mengambil tangan kanan Aruna dan mengarahkannya pada d**a sebelah kirinya.
“Kamu ngerasain sendiri kan, detaknya udah beda kalo deket kamu.” ucap Gege
“Oke ... kayaknya kita harus ke kak Wita deh, eeh... kejauhan, kita ke klinik terdekat buat mastiin abang sakit atau nggak.” Aruna makin gugup dengan tingkah aneh pria di depannya.
“Nana...” panggil Gege pelan, Aruna menengadahkan pandangannya pelan-pelan.
“Abang sehat, sangat sangat sehat, percaya ya.” tatapan Gege makin melembut dengan suaranya yang setengah berbisik, membuat badan Aruna berdesir mendengarnya.
Oke, dan Aruna baru sadar satu hal lagi, Gege saat ini ber aku-kamu padanya, bukan elo-gue, bahkan pria itu memanggil namanya dengan, Nana. Padahal biasanya dengan lantang Gege berteriak memanggilnya dengan sebutan ‘Gadis kecil’, ‘Gadis Malang’, ‘Anak ketek’, ‘Adiak’dan yang paling parah ‘Nananananan iguana’ sambil bernyanyi riang.
“Bentar bang.” Aruna menarik tangan kanannya dengan gugup dan meletakkannya di d**a sebelah kiri, mencoba menekan-nekan untuk menormalkan detak jantungnya yang melompat-lompat tak tau malu.
Tak ingin membuang-buang waktu dengan tingkah polos Aruna, dengan cepat Gege menarik pinggang Aruna hingga membentur d**a bidangnya, tangan kanannya bergerak pelan membelai pipi Aruna yang mulai merona, tatapannya bergantian tertuju pada mata dan bibir Aruna yang sedikit bergetar karena gugup. Gege mendekatkan wajahnya ke wajah Aruna, jarak mereka hanya 2-3 senti, hingga Aruna bisa merasakan deru nafas dan parfum beraroma woody milik Gege.
‘Wait, wait ... aku hafal adegan ini, adegan manis yang selalu ada dalam drama-drama korea atau n****+ roman yang aku baca. Bang Gege mau pasti mau itu kan, itu kan... poppo ... merem gak ya merem gak ya? Mana kepala bang Gege udah miring-miring gitu kan.’
Ketika Aruna masih sibuk pikiran-pikirannya, sebelah tangan Gege sudah menahan tengkuknya dan sejurus kemudian menempelkan bibir tebalnya pada bibir tipis Aruna. Aruna memejamkan matanya, mengepalkan telapak tangannya dengan erat teori-teori romantis yang tadi berkelebatan dalam kepalanya hilang sudah. Ia hanya bisa diam mematung tak membalas lumatan selembut kapas yang Gege berikan di atas bibirnya.
Waktu seakan berhenti, ketika Aruna merasakan jantungnya yang bertalu. Entah berapa detik Aruna merasakan lemas pada kedua kakinya, jika saja tangan Gege tak melingkar erat di pinggangnya mungkin gadis itu sudah luruh lunglai.
Gege melepas ciumannya dan menatap sendu ke wajah Aruna yang lagi-lagi merona menggemaskan karena Gege yakin itu pasti ciuman pertama Aruna.
“Abang udah gak bisa menahannya lagi, I’m falling in love with you, Aruna.” Gege meremas kedua telapak tangan Aruna
“Pacaran yukk.” lanjutnya lagi yang sukses membuat Aruna menganga tak percaya
***
“Kenapa lari?” tanya Gege dengan tatapan masih fokus pada setirnya
“Hah?” Aruna gelagapan dan meremas ujung kaosnya, seakan kehilangan kemampuan berbicaranya.
“Tadi... abis abang cium ngapain lari?” tanya Gege lagi.
Aruna hanya menunduk, berharap menemukan jawaban yang tepat dikedua tangannya yang kini meremas ujung sweater nya. Sesaat ia merutuki tindakannya yang lari terbirit-b***t setelah Gege menciumnya, dan parahnya lagi saat ia lari menuju parkiran mobil dengan bodohnya malah salah masuk mobil orang lain yang diparkir bersebelahan dengan mobil Gege. Untungnya bapak-bapak yang sedang duduk di kursi kemudi menyadarkannya sebelum ia tertahan lebih lama di sana. Astagaa, Aruna oon.
“Hehh ... ditanya malah bengong” Gege mencubit pipi kanannya gemas
“Abaaang!! jangan cubit pipi? Ntar gede sebelah gimana? Mau tanggung jawab?” sentak Aruna.
“Ya mau laaah, apa sih yang nggak buat kamu.” jawab Gege terkekeh pelan.
“Nyebelin, ya udah anterin aku ke rumah kak Elma aja, sebelum makin malem.”
“Kalo kemaleman tidur di rumah abang aja, mamah pasti seneng.”
“Enggak ah, kan aku udah janji juga ke kak Elma, mau nginep di tempatnya.” elak Aruna.
“Yaudah ... kita ambil tas kamu dulu ya di rumah sekalian pamit mamah.” Aruna mengangguk dengan penawaran Gege.
Gadis itu masih belum berani menoleh ke pria disampingnya, ia masih salah tingkah setelah ciuman singkat dan pernyataan cinta Gege yang meloloskan jantungnya beberapa saat lalu.
Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai di halaman rumah Gege lagi, disambut seorang pria muda yang separas dengan Gege di depan teras.
“Udah pulang Vick?” sapa Gege
“Udah barusan bang, sia ni bang?”
“Nana, kenalin nih Vicko adek bungsu abang, dia cuma setahun di atas kamu” pemuda bernama Vicko itu mengulurkan tangannya yang disambut oleh Nana.
“Cewek lo? Sejak kapan tipe lo ganti ke ABG-ABG tanggung gini, eh tapi cantik sih.” tanya Vicko terkekeh saat melirik Aruna yang malu-malu.
“Calon kakak ipar lo nih, sopan dikit, gue kepret juga lo.” ancam Gege seraya mengibaskan tangan didepan adik lelakinya
Aruna yang mendengar kata ‘kakak ipar’ sontak mencubit lengan kiri Gege yang berdiri disampingnya “Kakak ipar dari hongkong..” Aruna mendesis lirih
“Adooh... kok dicubit sih ? Sakit!!” Gege mengusap-usap bekas cubitan Aruna tadi.
‘Ya Allah, tolong sadarkan seorang Gerian Fernanda yang hobby mengaduk-aduk perasaannya ini’ batin Aruna.
Tak menghiraukan ceracauan Aruna, Gege langsung menggandeng tangannya melewati Vicko yang masih terpana dengan gadis pilihan kakaknya itu.
“Mah, Nana pamit ke kak Elma dulu yah, besok sebelum balik ke Padang, Nana mampir sini lagi.” pamit Nana memeluk mamah Rita.
“kenapa nggak nginep sini aja sih Na, ada kamar kosong tuh, hujannya makin deres juga di luar.” jawab mamah Rita masih mengamit lengan kecil Aruna
“Tau tuh mah, udah Gege tawarin nginep sini juga dari tadi.” saut Gege.
“Nana udah terlanjur janji sama kak Elma tante, eh... Mamah.” jawab Aruna meringis
“Ya udah deh, salam ya sama Elma dan keluarganya.”
“Siap mah, nanti Nana sampaikan.” Nana mengecup pipi kanan dan kiri mamah Rita sebelum akhirnya masuk ke sebelah kursi supir.
“Ati-ati bawa anak gadis orang bang.” ucap mamah Rita menepuk pundak Gege.
“Siap ibu suri.”
Hujan masih terus setia mengguyur Bukittinggi malam ini, membuat Aruna juga setia memandangi jendela disebelahnya. Dia paling suka suasana syahdu dengan gerimis seperti ini, romantis pikirnya, apalagi ia kini hanya berdua dengan lelaki yang... ah... begitulah, Aruna kehilangan kata-kata untuk menggambarkannya.
Sampai didepan rumah Elma, Aruna melirik cemas karena yang dilihatnya hanya rumah kosong yang tak satupun lampunya menyala. Gege turun memutari mobil sambil membawa payung ke arah Aruna, kini hujan makin deras disertai kilatan-kilatan petir dari kejauhan. Aruna keluar dari mobil sambil mengeratkan jaketnya menghalau dingin
“Yakin kamu udah ngabarin Elma?” Gege bertanya pelan
“Udah bang, tuh liat.” Aruna menunjukkan layar ponselnya yang gelap “yaah bateraiku abis.” lanjut gadis itu merutuki diri.
Gege mencoba menekan bel beberapa kali namun nihil, tetap tak ada orang yang keluar untuk membukakan mereka pintu. Tak berapa lama, Gege mengeluarkan ponsel dan menghubungi nomor Elma
“Dimana lo El?”
“....”
“Hah? Kenapa om? kapan? Gimana keadaannya sekarang?”
“....”
“Iya gue nganter Nana ke rumah lo, ternyata sepi, yaudah gapapa lo nyante aja disitu jaga om.”
“....”
“Oke deh, assalamualaikum, besok gue ke sana sama cewek gue.”
Gege menutup sambungan telponnya dengan Elma dan menatap Aruna dengan tatapan yang sulit diartikan
“Papa nya Elma jatoh di kamar mandi, mereka semua di rumah sakit sekarang, udah lebih baik sih keadaannya, gak ada cedera serius, tapi masih harus rawat inap semalam” jelas Gege sebelum Aruna bertanya
***
“Eehh ... anak gadis mamah balik, kok cemberut gitu sih Nana.” sambut mamah Rita yang sedang menonton TV di ruang tengah
“Rumah Elma kosong, semua lagi di rumah sakit, papa nya jatuh di kamar mandi.” jawab Gege cepat
“Astagfirullah, terus gimana keadaannya?”
“udah gapapa kata Elma, tinggal ngabisin cairan infus, besok pagi udah boleh pulang” Gege menjawab saat menaruh tas ransel Aruna di atas sofa.
“dan Nana nginep sini, yessss, yesss ... yesss.” Gege terbahak girang sambil bertepuk tangan meski dihadiahi lirikan sinis dari Aruna.
***