Kedatangan Stefani

1134 Kata
"Om ... mau nggak jadi Papa kami?" Althaf ternganga mendengar permintaan absurd dua bocah di hadapannya ini. Meskipun dia lumpuh, dia juga tidak mau menikah dengan sembarang orang. "Hahaha, kalian bercanda," Althaf tertawa sambil memegang perutnya. Namun, sedetik kemudian, lelaki itu pun memegang dahi kedua bocah itu. "Kami tidak demam Om. Kami sehat wal afiat," sungut Zayn. "Kalau tidak demam. Coba, beri tahu Om alasan yang tepat. Kenapa kamu menyuruh Om menjadi Papa kamu?" tanya Athaf. Lelaki itu sudah curiga kalau ibu dari dua bocah ini adalah wanita yang matre yang hanya mengincar uangnya. Maka dari itu, dia menyuruh kedua putranya untuk mempengaruhinya. "Benar-benar wanita yang cerdik," pikirnya. Zayn melirik saudara kembarnya. Ketika sang kakak mengangguk, barulah dia membuka suara. "Mama kami seorang dokter di rumah sakit ini. Entah apa salah dan dosa Mami, dia tiba-tiba ditinggalkan begitu saja oleh Papa. Berulang kali kami mencarikan dia pengganti Papa. Namun, selalu gagal. Kadang juga berujung jadi masalah saat istri dari lelaki yang akan kami jodohkan dengan Mami mengamuk di sini," ucap Zayn dengan mata berkaca-kaca. Althaf jadi iba dengan kedua bocah ini. Namun, sedetik kemudian, lelaki itu juga tersenyum geli mendengar rencana konyol dua bocah di hadapannya. Pikirannya pun melayang pada kehidupan dua bocah itu. Dapat dia bayangkan bagaimana rumitnya kehidupan mereka tanpa ayah. "Lain kali, jangan pernah lagi meminta orang lain untuk menjadi ayah kamu ...." Belum juga Althaf meneruskan kalimatnya, kedua bocah itu sudah keluar sambil menangis. Althaf menghela nafas panjang. Sepertinya, dia salah bicara tadi. Namun, tak dia pungkiri, dia sedikit terhibur dengan kedatangan kedua bocah kecil yang tampan itu Althaf lalu berusaha memejamkan matanya. Bayangan perpisahan dan hinaan yang akan dia terima, menari-nari di pelupuk matanya. "Ya Tuhan, bagaimana aku akan menjalani hidupku nanti," batinnya. Tak lama, Fira datang bersama dengan Nico. Atas bujukan dua bocah kecilnya, tentunya disertai ancaman, wanita itu pun akhirnya mau datang ke ruangan VVIP. Fira menyenggol lengan Nico. "Dia tidak apa-apa gitu," bisik Fira. Nico hanya mengedikkan bahunya. Karena setau dia, lelaki itu tadi mengamuk. "Sudah lelah kali," bisik Nico. Fira dan Nico pun mendekat. "Selamat sore," sapa keduanya secara bersamaan. Bukannya menjawab, lelaki itu hanya melengos kemudian membalikkan tubuhnya. "Apa ada yang dikeluhkan Tuan?" tanya Nico. Namun Althaf tetap diam. Dia malas bicara dengan orang lain sekarang ini. Nico menyenggol lengan Fira. Kini, giliran gadis itu yang mengedikkan bahunya. Nico pun memasang wajah melas dan frustasi di hadapan sahabatnya supaya mau memeriksa lelaki ini. Tak tega melihat wajah sang sahabat, Fira akhirnya berjalan di hadapan Althaf. "Tuan, permisi ya. Saya mau memeriksa denyut nadi Tuan," ucap Fira dengan lembut. Wanita cantik itu pun memegang tangan Althaf. Jantung Althaf tiba-tiba bergejolak dengan hebatnya. Dia tak menyangka, hanya dipegang saja membuat jantungnya dag dig dug ser. Lelaki itu pun menatap wajah cantik dokter wanita yang ada di hadapannya. Ada rasa yang tak biasa yang Althaf rasakan saat wanita itu menyentuhnya. Fira memeriksa bekas jahitan yang ada di kaki Althaf. Setelah itu, dia juga menempelkan snelli-nya di d**a Althaf. Wangi parfum Fira yang tercium menyejuķkan hati dan juga pikiran Althaf. Hal itu, membuat Althaf semakin ingin mengenal wanita yang kini ada di hadapannya. Rasanya, dia tak ingin jauh dari wanita ini. Althaf memandang dengan seksama wajah maha sempurna yang saat ini sedang tersenyum padanya. "Tuan, setelah ini, tugas saya akan digantikan dengan Dokter Nico ya, karena dia yang bertanggung jawab di sini," ucap Fira. Entah didengar atau tidak oleh Althaf, yang jelas, dia hanya mengangguk sambil tersenyum manis pada Fira. Ucapan yang keluar dari mulut Fira seolah membiusnya. Kedua dokter itu pun keluar. Baru saja membuka pintu, dua bocah krucilnya sudah menunggunya. Fira yang paham segera membawa dua bocah kecilnya pergi. "Nico, aku pulang dulu. Aku berjanji mengajak mereka bermain hari ini. Bye," teriak Fira sambil melambaikan tangannya. Fira lalu membawa dua bocah kecilnya bermain di sebuah pusat perbelanjaan. "Sekarang, silahkan kalian bermain game sepuasnya," kata Fira. Kedua bocah itu pun bertaruh, siapa yang kalah. Dialah yang harus membujuk Althaf supaya mau berkencan dengan sang Mami. Sementara itu, Fira hanya memantau dari jauh apa yang dilakukan oleh kedua putranya sambil memainkan gadget-nya. Puas bermain, mereka pun mengajak sang mama pulang. Dua bocah kecil itu terlihat mengantuk karena berulang kali menguap. "Tidurlah sayang! Nanti kalau sudah sampai, akan Mami bangunkan," kata Fira. Kedua bocah itu pun mengambil bantal masing-masing kemudian memejamkan mata. Fira tersenyum saat melihat kedua buah hatinya. "Kalian sudah besar ternyata, padahal, dulu, masih di gendongan mami," gumamnya. Begitu sampai di rumah, Fira menyuruh security untuk mengangkat kedua putranya ke kamar masing-masing. Maklum saja, dua bocah kecilnya itu, meski usianya masih 5 tahun, tapi badannya bongsor. Mereka sudah seperti anak usia 10 tahun saja. Keesokannya, di kamar VVIP. Seorang wanita cantik tengah duduk di hadapan sang kekasih. Wanita itu adalah Stefani, model papan atas yang hampir setahun ini menjadi kekasih Althaf. "Bagaimana keadaanmu sayang?" tanya sang kekasih. "Ya, seperti yang kamu lihat. Aku tidak bisa menggerakkan kakiku. Dan mungkin, aku akan lumpuh," jawab Althaf. Wanita itu memandang sinis sang kekasih. Dia tidak ingin memiliki kekasih yang lumpuh seperti Althaf. Waktunya terlalu berharga jika harus mengurusi lelaki cacat seperti dia. "Ohh iya sayang, minggu depan, aku akan berangkat ke Paris. Aku ada kontrak dengan salah satu perusahaan parfum di sana. Dan mungkin, aku akan lama menetap di sana," ujar Stefani. Kepergian dia ke Paris hanyalah alasan pada Althaf untuk meninggalkannya secara halus. Dia tidak mungkin secara langsung mengatakan putus pada kekasihnya. "Kamu, mengijinkanku kan?" tanya Stefani. Althaf tersenyum bahagia. Dia pikir, Stefani akan meminta putus ketika wanita itu mengetahui kalau dia lumpuh. Namun ternyata tidak. Perilaku Stefani masih sama seperti saat mereka berpacaran dulu. "Berapa lama sayang?" tanya Althaf. "Aku tidak tahu sayang. Bisa 3 bulan, 6 bulan, atau bahkan setahun," jawab Stefani. Althaf mengernyitkan dahinya. "Kenapa selama itu? Bukankah kita akan menikah 3 bulan lagi?" tanya Althaf. Dalam hati Stefani berdecih, "Mana mau aku menikah sama lelaki lumpuh kayak kamu." "Maafkan aku sayang. Kita terpaksa menundanya. Aku sudah terlanjur tanda tangan kontrak. Janji deh, setelah pulang dari Paris, kita menikah," usul Stefani. Althaf mendengus kesal. Sudah lama statusnya digantung oleh Stefani dengan alasan kontrak dan kontrak. Kali ini, dia ingin bertindak tegas. Jika Stefani lebih memilih karirnya, maka lebih baik mereka mengakhiri hubungan ini. "Stef, tidak bisakah kamu batalkan kontraknya. Aku rela membayar berapapun pinaltinya, asalkan kamu mau menetap di sini," pinta Althaf. "Sayang, maaf, kamu kan tahu, kalau menjadi model di Paris adalah impianku sejak dulu. Aku tidak mungkin membatalkannya, please sayang, mengerti aku. Sekali ini saja ya, setelah itu kita menikah, oke?" pinta Stefani dengan sedikit mengiba. Althaf sudah lelah dengan janji palsu Stefani. Berulang kali dia memberi wanita ini kesempatan. Namun, berulang kali juga Stefani mengingkarinya. Hingga mereka harus menunda pernikahannya. Dan sekarang, Althaf tak ingin lagi mengalah. Dia harus membuat keputusan. "Batalkan keberangkatanmu ke Paris, lalu kita menikah. Atau ...." "Atau apa ....?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN