“Loh katanya Bapak mau ke hotel, kenapa sekarang berubah pikiran?” sebelumnya Dafa sudah mengatakan kalau ia akan pergi ke hotel saat sudah sampai mengantar Chesa untuk beristirahat. Tentu saja sekarang ia bingung dengan ucapan Dafa yang berubah pikiran.
Dafa turun dari mobilnya, “Saya juga ingin tahu kondisi adik kamu. Sudah ayo masuk nanti orang tua kamu cemas nungguin putrinya”
Dafa berjalan santai meninggalkan Chesa yang masih tidak percaya dengan ucapan Dafa. Bagaimana bisa pria ini semena-mena dengannya.
“Aku lupa kalau dia adalah seorang CEO” gerutu Chesa dengan kesal.
Mau tidak mau Chesa akhirnya mengekori Dafa yang lebih dulu masuk ke lobi rumah sakit. Setelah menanyakan di mana ruang operasi adiknya, Chesa dan Dafa langsung menuju lantai dua. Keduanya menaiki lift untuk mencapai tujuan.
“Pak, nanti kalau orang tua saya nanya yang aneh-aneh jangan di tanggapi ya” dari sekarang Chesa harus memberi penjelasan kepada Dafa agar pria ini tidak marah atau tersinggung.
“Tenang saja Chesa, saya ini tahu bagaimana menghadapi orang tua. Saya lebih duluan lahir dari pada kamu. Jadi jangan menggurui saya” ucap Dafa dengan dingin.
Lagi-lagi Chesa dibuat diam oleh ucapan Dafa. Salahnya juga kenapa bicara seakan Dafa akan melakukan tindakan bodoh yang tentu saja otak Dafa lebih pintar dari pada dirinya.
“Maaf, Pak. Saya hanya khawatir”
Dafa tidak menanggapi. Pria itu melenggang keluar dari lift dengan tangan kanan masuk dalam saku celana. Belum lagi kemeja putihnya sengaja di gulung sampai siku, benar-benar memperlihatkan otot tangan Dafa yang kekar.
“Untung aku masih ingat dia sumber uangku, kalau bukan sudah aku jitak kepala batunya” Chesa mengumpat dalam hatinya.
Chesa berlari ketika melihat mama dan papanya sedang duduk di kursi depan ruang operasi. Chesa bisa melihat raut wajah kedua orang tuanya yang lelah bercampur cemas.
“Ma...” panggil Chesa dengan pelan.
“Chesa, kenapa kamu di sini?” tanya Nara yang terkejut melihat putri pertamanya.
“Chesa dapat izin untuk pulang. Ghea bagaimana kondisinya, pa ma?” Chesa berlutut di hadapan Nara dan Cakra yang sedang duduk.
“Ghea baik-baik saja, sayang. Sebelum masuk ruang operasi dia memang sudah sadar dan kondisi baik. Hanya saja dia masih syok dengan peristiwa tadi pagi” jelas Cakra.
“Gimana dengan orang yang nambrak Ghea?”
“Dia supir taksi dan kondisinya juga sedang susah” jawab Nara.
Chesa mendesah lemah, “Kalau begitu keadaanya jangan di tuntut atau di minta pertanggung jawaban, ma”
“Iya, Chesa. Papa juga tidak tega. Kita tahu rasanya jadi orang susah”
“Biaya operasinya papa tahu berapa?” hal ini sungguh menggangu pikiran Chesa sejak awal.
“Kurang lebih 35 juta” jawab Nara tertunduk. Wanita yang kesehariannya bekerja di sebuah toko kue terlihat sangat sedih. Sedih memikirkan kondisi anaknya dan sedih memikirkan biaya rumah sakit.
Chesa yang mendengar sangat terkejut, bahkan tangannya bergetar mengetahui biaya yang akan di keluarkan sangat banyak. Di mana mereka bisa mendapatkan uang sebanyak itu. mungkin bagi orang lain itu sedikit, tapi bagi keluarga Chesa jumlah itu sangat banyak. Tabungan orang tuanya tidaklah banyak karena harus membiayai kuliah kedua putrinya.
“Jangan khawatir Chesa, papa akan meminjam uang di bank dengan jaminan sertifikat rumah kita” ucap Cakra yang berprofesi sebagai guru kontrak SMP.
Hati Chesa begitu nyeri mendengar ucapan sang papa. Bagaimana tega Chesa melihat papanya menjadikan rumah sebagai jaminan yang selama ini menjadi tempat berlindung keluarganya. Harta satu-satunya yang ia dan keluarga miliki. Namun tidak ada jalan keluar karena Chesa sendiri tidak punya tabungan untuk membantu.
“Sudah, kamu jangan memikirkan hal ini. Papa percaya suatu saat nanti, kamu yang akan merubah keadaan keluarga kita. Papa sangat bangga karena putri papa sudah bekerja” suara tenang Cakra mampu membuat Chesa tidak bisa menahan air matanya. Seketika Chesa menangis dalam posisi berlutut.
“Maafin Chesa, Pa. Sampai saat ini Chesa belum bisa bantu apa-apa” ucapnya sambil menangis.
“Jangan bicara begitu. Akan ada waktunya kamu bisa membantu mama dan papa bahkan membantu Ghea juga. Masih banyak kesempatan, Chesa”
“Chesa jangan nangis. Nanti ada orang lihat kan malu. Intinya kesembuhan Ghea lebih penting, sayang” bisik Nara. Wanita itu menuntun putrinya agar beranjak dari tempatnya.
Chesa duduk di sebelah Nara, ia menghapus air matanya karena merasa malu di tegur oleh mamanya.
“Kamu pulang naik apa?” tanya Nara.
“Di antar sama Pak Dafa, Ma”
“Dafa itu siapa?” tanya Cakra.
Chesa benar-benar melupakan keberadaan Dafa. Ia baru ingat kalau Dafa ada di tempat yang sama. Ia segera menoleh ke arah lorong tidak jauh dari tempatnya duduk. Chesa melihat Dafa duduk sambil memandang dirinya.
“Astaga, Pak Dafa” seru Chesa terkejut. Ia melonjak tanpa ingat sedang berada di rumah sakit yang artinya tidak boleh ribut.
Dafa yang menjadi pengamat sejak tadi hanya tersenyum melihat tingkah bodoh sekretarisnya,“Chesa, kenapa sikapmu selalu tidak terkontrol seperti ini” pikir Dafa.
Cakra dan Nara bingung melihat sikap anaknya yang tiba-tiba berdiri dan menatap seorang pria yang di panggil Dafa.
“Chesa kamu kenapa? Itu siapa?” tanya Nara dengan wajah penasaran.
Chesa terkesiap, “Pa, Ma tunggu ya. Chesa lupa kalau ada Pak Dafa” Chesa segera menghampiri Dafa yang terlihat sedang duduk tenang.
“Maaf, Pak Dafa. Saya benar-benar lupa kalau ada Bapak” ucap Chesa dengan wajah takut.
“Santai saja, Chesa. Kamu sedang tidak bekerja, jadi lakukan apa yang harus kamu lakukan. Saya tidak masalah” jawab Dafa santai.
“Tapi saya nggak enak karena cuekin Bapak” lebih tepatnya Chesa malu karena Dafa melihatnya menangis.
“Bisa kita bicara sebentar?”
“....” Chesa menatap bingung.
“Saya ingin bicara sama kamu di luar, jangan di hadapan orang tua kamu”
“Bapak mau bicara apa?”
“Ya ampun Chesa, kan tujuan saya ngajak keluar untuk bicara berdua sama kamu. Kalau kamu nanya sekarang, ya nggak jadi dong kita bicara berdua”
“Iya iya, tapi sebaiknya saya kenalkan Pak Dafa sama orang tua saya. Bapak bisa lihat kan orang tua saya sedang menatap penasaran ke arah kita?”
Ucapan Chesa membuat Dafa sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah tempat orang tua Chesa duduk, “Sebaiknya begitu, daripada saya di kira supir trevel yang mengantar kamu”
Celetukan Dafa membuat Chesa tersenyum geli, “Mana ada supir trevel seganteng Pak Dafa” Chesa segera menutup mulutnya dengan tangan karena memberi pengakuan bahwa Dafa pria yang ganteng.
Dafa memicingkan matanya, “Kamu bilang saya ganteng?”
Chesa menggeleng, “Nggak kok, Bapak salah dengar”
“Kuping saya masih bagus Chesa, jadi jangan coba-coba membodohi saya”
“Udah ah, Pak. Ayo temu orang tua saya” dengan lancang Chesa menarik tangan Dafa lalu menyeret pria itu menemui papa dan mamanya.
Dafa hanya diam saat kembali mendapat kontak fisik dengan gadis yang ternyata membuat hatinya berdegub kencang dengan perkenalan yang terbilang cukup singkat.
“Papa, mama kenalin ini Pak Dafa atasan Chesa sekaligus CEO di perusahaan Chesa bekerja”
Dafa mengulurkan tangannya, “Saya Dafa” ucapnya sopan.
“Saya Cakra, papanya Chesa dan ini istri saya namanya Nara”
“Jadi Pak Dafa yang repot-repot mengantar Chesa ke Bandung?” tanya Nara hati-hati namun wajahnya menampakkan raut terkejut.
“Iya Om, Tante. Saya kasihan melihat Chesa harus naik trevel atau naik kereta pergi ke Bandung. Jadi saya putuskan mengantar Chesa”
“Kenapa Pak Dafa repot-repot mengantar anak saya?”
“Panggil saja saya Dafa, Om. Saya tidak merasa repot, saya senang bisa membantu Chesa”
Ucapan Dafa membuat mata Chesa membulat. Bagaimana bisa Dafa yang kaku, pemarah bisa selembut ini bicara pada orang tuanya.
Cakra dan Nara saling pandang lalu kompak mengalihkan pandangan kepada putrinya.
Chesa yang mendapat tatapan penuh tanya, mau tidak mau harus memberi penjelasan, “Chesa sudah menolak, Pa. Tapi niat baik Pak Dafa tidak bisa Chesa ambaikan” Chesa berusaha membuat orang tuanya tidak salah paham dan juga tidak ingin Dafa tersinggung.
“Oh begitu. Om dan Tante mau ngucapin terima kasih sama Dafa karena menemani Chesa”
“Sama-sama, Om. Saya berharap semoga adiknya Chesa bisa segera pulih“
“Amin, terima kasih nak Dafa” jawab Nara.
“Oh iya, saya mau bicara dengan Chesa sebentar. Boleh?”
“Silakan, nak Dafa” jawab Cakra.
~ ~ ~
--to be continue--
*HeyRan*