"Huaaaaaaaaaaaaa~ hiks... Hiks... Hiks.... "
Adrian menghela nafasnya kasar, pria itu kini tengah duduk di sofa kecil yang berada di sisi kanan sofa panjang, menopang pipinya dengan sebelah tangan kanannya. begitu lelah mendengar jerit tangis memilukan yang Elena lakukan sejak tadi.
Ini sudah 2 jam berlalu, wanita itu terus saja menangis dengan mencurahkan segala kisah memilukan tentang cinta, pengorbanan, kesetiaan dan penghianatan yang tak menarik sekali bagi Adrian. Ini pertama kalinya ia melihat seorang wanita sedang curhat di hadapannya. Anehnya Adrian terus saja berada di sana dan menunggu mereka selesai agar Adrian bisa membawa kembali Hera ke kamar mereka dan tidur.
"Begitulah ceritanyaaa.. Hiks... Hiks... Tega sekali dia melakukan hal itu padaku.. Huhu... Hiks.. Hikss.... "Tangis Elena tersedu-sedu.
"Benar-benar pria jahat.. Ohhh aku benar-benar ingin mematahkan lehernya menjadi dua. Seenaknya saja dia melakukan hal ini padamu "
"Dulu memang dia suka mentraktirku ice cream, aku kira dia orang yang baik"gerutu Hera sebal.
"Tsk! Hanya karena mentraktir ice cream dia disebut orang baik! Pantas saja kasus penculikan lebih sering mengenai wanita"dengus Adrian ketika mendengar ucapan Hera barusan.
"Kalau tahu begitu aku tidak akan memakan ice cream darinya!!!"ucap Hera kemudian.
"Seperti kau bisa saja menolaknya"gerutu Adrian lagi menimpali.
"Sebenarnya. Itu bukan traktirannya, dia tidak pernah mentraktirmu, setelah makan dia selalu bilang padaku kalau dompetnya tertinggal, hilang di jalan, atau tidak bawa uang pas, dia selalu punya alasan dan aku yang akan membayar semuanya. Karena aku mencintainya, Jadi aku melakukan hal itu untuknya, Tapi ternyata dia... Huaaaaaaaa... Hiks.. Hikss.. Hiks.. "
"Uwahhh sungguh?!! Kalau dia tidak punya uang seharusnya dia bilang, dan aku akan membayar semuanya dasar pria tidak tahu diri"oceh Hera tidak terima.
"Memangnya kau punya uang? Hiks.. Hiks.. Hiks... "timpal Elena seraya tersedu-sedu.
"Ya... Aku kan bisa pinjam dulu padamu, saat novelku diterbitkan aku akan bayar semuanya"ucapan Hera membuat Adrian terkekeh.
"Kau ini... Lagi-lagi aku, tapi lebih baik kau dari pada dia, huaaaaaa..... Hiks.. Hiks.. Hikss... "
"Kalau bertemu dengannya aku akan buat perhitungan, suruh dia kembalikan apa yang kau berikan padanya. Dasar pria!! bersikap manis hanya pada saat ada maunya.. "
"Aku tidak begitu"sahut Adrian yang membuat kedua orang itu menoleh padanya.
Hera tersenyum seraya menganggukan kepalanya.
"benar sekali suamiku.. Kau memang tidak seperti itu"ucap Hera yang membuat Adrian tersenyum karenanya, kepalanya mengangguk, mengiyakan apa yang Hera katakan barusan.
"Karena ada maunya atau tidak, kau akan selalu bersikap seenaknya padaku"ucap Hera sarkatis yang membuat senyuman Adrian lenyap seketika.
"Apa?!"ucap pria itu tidak terima.
"Ini sudah jam 1 malam.. apa kau masih mau mendengar percakapan kami?! Lebih baik tidur sana, kau harus bekerja besok "oceh Hera yang membuat Adrian menatapnya tidak percaya.
"Apa! Hei Elena ini semua karenamu, kenapa kau harus curhat di jam malam seperti ini. Kau membuatku mimpi buruk malam ini, kalian berdua.. Akhhh.... Aku tidak percaya ini, yang benar saja...Hah~ Sudahlah, walaupun aku protes kalian tetap akan mengabaikanku"ucap Adrian frustasi.
Hera dan Elena hanya menatap Adrian sebentar sebelum akhirnya kembali dengan percakapan mereka."Benarkan, mereka bahkan mengabaikanku. Mereka berdua benar-benar menyakiti perasaanku"rutuk Adrian.
"Lebih baik aku tidur"Adrian meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya. Sesekali wajahnya menoleh ke arah Hera, ingin tahu apakah istrinya itu sedang melihat kepergiannya atau tidak, tapi wanita itu benar-benar mengabaikannya.
"Lain kali aku akan menuliskan pesan di depan pintu, di atas jam 8 malam dilarang untuk bertamu. Benar sekali, aku akan benar-benar menulisnya"
***
REFANO CORP, 08.00 am
Evan dan Deren tengah berjalan bersama di lorong kantor.
Mereka berdua sibuk membahas tentang konstruksi daerah Chicago yang sedang dalam tahap proses pembangunan. Hingga akhirnya mendapati Adrian yang baru saja datang dan berjalan dari arah berlawanan.
"Itu Adrian, akhirnya dia datang!"Ucap Deren.
"Kita harus meeting 7 menit lagi, kau tidak lupa kan "Evan mengingatkan Adrian ketika pria itu sudah berdiri di hadapannya.
Adrian berdiri tepat di hadapan Deren dan Evan. Kedua tangannya terangkat, menepuk pundak sebelah kanan Deren dan Evan berbarengan. "Hah! Aku akan berusaha untuk tidak mengabaikan kalian berdua lagi... Maafkan aku, kalau selama ini aku mengabaikan kalian, tapi sepertinya aku jarang mengabaikan kalian"ucap Adrian terdengar menyesal.
"Tidak, lebih tepatnya sering"ucap Deren membenarkan.
"Baiklah, Maafkan aku. Kalau begitu ayo kita meeting"ucap Adrian kemudian.
Adrian berjalan pergi, mendahului Deren dan Evan ke ruang meeting. Sementara, kedua orang itu masih terpaku di tempatnya berdiri. Menatap kepergian Adrian dengan wajah bingung.
"Bukankah ini aneh... Aku rasa ada yang tidak beres dengan isi kepalanya"
"Apa mereka berdua bertengkar pagi ini?"ucap Deren.
"Aishh , kalau mereka berdua bertengkar, Adrian tidak akan ke kantor dengan wajah seperti itu. Wajahnya akan terlihat menyeramkan dan dia pasti sudah memaki kita pagi ini"
"Ohh kau benar Evan, kalau begitu ayo cepat kita ke ruang meeting sebelum kita benar-benar kena makiannya pagi ini"ajak Deren yang membuat Evan mengangguk.
***
Adrian menyandarkan tubuhnya di kursi miliknya.
Hari ini banyak sekali berkas yang harus ditelitinya. Cukup menguras banyak pikiran dan perhatiannya.
Adrian mengecek ponselnya.
Ada sebuah pesan di sana.
From. Hera.
Kau lembur?
Mommy membawa Allea ke rumahnya, dan aku harus menemani Elena ke suatu tempat.
Jangan lupa makan, aku mencintaimu suamiku tercinta.
Adrian terkekeh membaca isi pesan tersebut.
Sebuah senyuman terlukis di bibirnya.
Wajahnya terlihat begitu senang.
To. Hera.
baiklah, aku akan pulang sebentar lagi.
Kau mau kemana dengan Elena?
Aku sudah menutup akses tamu di atas jam 8 malam, suruh Elena pulang ke rumahnya dan jangan bawa dia ke rumah.
Aku tidak mau tidur tanpamu malam ini.
Aku juga mencintaimu, bahkan lebih mencintaimu.
Adrian menaruh ponsel di dagunya. Senyuman itu masih di sana, dan dia selalu suka perhatian Hera yang menghangatkan hatinya.
"Dia bilang ingin menemani Elena ke suatu tempat. Dimana?"
"Suatu tempat dia bilang.... "Gumam Adrian. Nampak memikirkan sesuatu. Ucapan Hera terus terngiang-ngiang di kepalanya.
"Tunggu, suatu tempat DIA BILANG!! "Ucap Adrian meninggi. Pria itu bangkit dari kursinya menjadi berdiri, melangkah maju mendekati kaca ruangan dengan kedua tangan bertolak pinggang.
"Jangan bilang kalau... Ahhh sial"Adrian menekan tombol hijau pada layar ponselnya di card number sang istri.
Sibuk.
Wanita itu tidak mengangkat telponnya.
"Wanita keras kepala, istri siapa sih dia. Kenapa begitu sulit untuk memerintahnya"gerutu Adrian sebal. Kedua tangannya bertolak pinggang, menatap kesal pada kaca di hadapannya, kaca yang menghadapkan pada pemandangan Kota Seattle.
Ceklek//
"Adrian kau tidak pulang? "Tanya Evan membuat Adrian menoleh padanya.
"Bagus, Evan ikut aku ke suatu tempat, Cepatlah"Adrian berjalan keluar dari ruangan, diikuti oleh Evan yang sempat bingung dengan tingkah laku pria itu.
***
Di tempat lain....
Hera dan Elena memasuki sebuah bar, bar yang terakhir kali Elena masuki dan berakhir dengan tangisan tersedu-sedu. "Tempat ini... Dia benar-benar suka di sini? "Tanya Hera memastikan, kedua matanya mengedar ke segala arah. Jujur saja Hera juga tidak pernah masuk ke dalam tempat seperti ini. tapi dia tidak segugup Elena ketika masuk ke sana. Hera cukup berani untuk melakukan sesuatu, dan berada di suatu tempat asing tanpa terganggu sedikitpun.
"Iya. Kemarin di jam ini dan tempat ini aku bertemu dengannya"
"Kalau begitu kita harus menemukannya, aku akan buat perhitungan dengannya"ucap Hera kesal. Kedua matanya mengedar ke segala arah untuk mencari keberadaan Thomas di dalam sana.
"Itu dia Thomas"tunjuk Elena pada pria yang sedang duduk membelakangi mereka dengan menenggak sebuah wine.
Hera memperhatikan pria itu sebentar, memastikan jika mereka menghampiri orang yang bener. Setelah menimbang-nimbang dan akhirnya ia dan Elena menghampiri pria itu.
"Hei.. Thomas"ucap Hera dengan penekanan pada setiap kata yang dilontarkannya.
Pria itu menoleh, dan tepat di saat itu.
BUKK//
Hera menendang Thomas tepat di pipi kiri pria itu, hingga membuatnya jatuh tersungkur. Thomas menyeka darah di sudut pipinya. Tendangan Hera barusan berhasil membuat pipinya membiru dan sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Matanya menatap Elena sebelum beralih menatap Hera dengan emosi yang meluap.
"Haa! Rasakan itu, beraninya kau menyakiti sahabatku, kalau kau menampakan wajahmu di hadapan kami lagi, aku akan meremukan tulang-tulangmu itu, memotong tubuhmu menjadi potongan-potongan kecil"
"Ayo Elena kita pergi"
Hera menarik Elena untuk keluar dari sana, namun langkah mereka terhenti saat tangan Thomas menjambak rambut Hera dengan tangan kananya.
"Kau kira aku takut padamu w***********g"ucapnya dengan seringaian di bibirnya. Hera melirik Thomas dengan sorot mata yang tajam. Kemarahan jelas semakin besar Hera rasakan ketika ini.
"Kau..... Beraninya kau menarik rambutku, aku baru mentatanya pagi ini di salon langganan mommy, YAKKKKK"teriak Hera kesal bukan main.
Bukk.... Bukk....bukk... Bukkk...
Buk... Bukk.... Bukk..... Bukkk...
"ELENA, HERA DIMANA?"Teriak Adrian yang berhasil menghampirinya.
"I… ituuu"lirih Elena dan menunjuk pada Seseorang wanita yang tengah ditahan oleh dua orang pria.
"Lepaskan aku, biarkan aku menghajar pria itu.. Akhhh... Dibenar-benar membuatku kesal...dasar pria menyebalkan kemari kau, jangan bersembunyi dibalik ketiak pria itu"cerocos Hera kesal.
"ya ampun.. ya ampun... itu Hera"ucap Evan terkejut sekaligus takjub ketika melihat Hera di sana. Apalagi ketika melihat wajah Thomas yang sudah babak belur dan membiru, Evan yakin wanita itu sudah menghabisinya.
"Aku tahu"jawab Adrian frustasi. Adrian berjalan menghampiri Hera. Kedua matanya menatap tajam Hera yang terdengar masih menggerutu memaki Thomas"Berhenti, kau pamit padaku untuk menghajar seseorang di sini?"
Ucapan Adrian membuat Hera menghentikan pergerakannya. Wajahnya menoleh pada Adrian dan seketika tubuhnya membeku. Adrian menatap Hera tajam, dan hal itu sukses membuat seekor Kucing hutan berubah menjadi kucing rumahan.
"Lepaskan dia, aku akan ganti kekacauan yang wanita ini buat, apa ada hal yang rusak di sini?"tanya Adrian pada kedua orang itu, sebelum melirik sekitar dan kembali menatap mereka.
"Tidak ada, hanya bawa wanita ini pergi saja, kami sudah sangat berterima kasih"ucapan salah satu pria di sebelah kanan Hera yang membuat Hera menatapnya tajam, dan pria itu bergidik ngeri karenanya.
"Maafkan kami”ucap Adrian pada beberapa orang di sana dan kedua pria keamanan yang tadi menahan Hera untuk tidak menyerang Thomas.
“dan kau ikut aku keluar"perintah Adrian yang membuat Hera menghela nafas sebelum mengalihkan tatapannya dari Adrian.
"Tsk! Dasar wanita gila"ucap Thomas yang membuat Hera kembali memandang ke arahnya dengan tatapan sinis.
"Apa!"seru Hera kesal.
"Hera jangan ladeni dia, ayo kita pulang"ucap Adrian lagi yang membuat Hera mau tidak mau menuruti perkataan pria itu.
"PERGI SAJA SANA DASAR w***********g HAHAHA"teriak pria itu lagi. Hera kesal, wanita itu berbalik, ingin meninju wajah pria itu sekaliiii saja, sungguh dia membuat Hera naik pitam.
"HEI KAU"teriak Hera seraya menunjuk Thomas.
BUK//
Hera cukup terkejut saat Adrian meninju pipi lebam Thomas.
"Jaga mulutmu atau akan ku robek mulutmu itu, dan menghancurkan hidupmu. Hal itu terlalu mudah untukku lakukan. Jadi jangan membuatku kesal"ancam Adrian yang membuat Thomas menutup mulutnya rapat-rapat. Menatap Adrian dengan nyali ciut.
Adrian berbalik, dan kembali berjalan ke arah Hera, menarik tangan istrinya itu untuk pergi dari sana. "Ayo"ucap Adrian
"Ta.....tapi.... Tapi.... "Ucap Hera terbata-bata.
"Ahhh.... turunkan aku, apa yang kau lakukan?! "Ronta Hera saat Adrian menggendongnya dipunggung layaknya sebuah karung beras.
"Evan kau antarkan Elena pulang, jangan datang ke rumahku, sesi bertamu dirumahku sudah habis"
"Apa? Yang benar saja"gerutu Elena.
***
Adrian membawa Hera keluar bar menuju parkiran untuk kembali ke mobilnya dan pergi dari sana secepat mungkin, Adrian ingin mengomeli Hera rasanya, tapi tidak di sini. Adrian menurunkan Hera tepat di depan pintu mobilnya di bagian samping pengemudi.
Adrian berbalik ingin menuju tempat supir namun, baru beberapa langkah tubuhnya berbalik. Kembali ke arah Hera dan merengkuh tubuh wanita itu ke dalam pelukannya.
Adrian memeluk erat tubuh Hera. Ketegangan terlihat jelas diwajahnya. Pria itu begitu panik tadi. "Kau membuatku takut, untung saja dia tidak melukaimu, kalau dia melukaimu sedikit saja akan aku remukan tangannya. "Ucap Adrian, tidak ada main-main dari perkataannya, bagaimana cara pria itu mengatakannya sungguh terlihat betapa seriusnya dia dengan ucapannya tersebut.
Hera melepaskan pelukannya, memberi jarak diantara mereka, membuat Hera dapat melihat wajahnya. "Aku baik-baik saja. Kau jangan khawatir padaku, aku bisa menjaga diriku sendiri percayalah"ucapan Hera membuat Adrian mendengus tak percaya menatap Hera dengan kesal.
"Dan kau mau aku percaya dengan ucapanmu itu. Bagiku...kau tetaplah wanita lemah di mataku yang membuatku ingin selalu melindungimu"
"Jangan seperti ini lagi... Kau membuatku panik, aku tidak bisa membuat diriku nyaman dan terlihat biasa, aku akan selalu panik saat istriku berada dalam bahaya"
Hera tersenyum mendengarnya, kedua tangannya memeluk tubuh Adrian dengan erat. "Maafkan aku, aku janji tidak akan melakukan hal ini lagi"
"Benarkah?! Aku meragukan hal itu ckckck"
"Hei"protes Hera seraya memukul lengan Adrian pelan.
Adrian mencium pucuk kepala Hera, tangan nya mengusap kepala Hera lembut. "Kalau begitu ayo kita pulang, ini sudah malam"Adrian melepaskan pelukannya, dan beralih menatap Hera.
"Baiklah siap bos"jawab Hera dengan sebelah tangan kananya yang membuat hormat pada Adrian.
Adrian mengacak rambut Hera gemas.
"Masuklah"Adrian membukakan pintu mobil untuk Hera, setelah itu menutupnya dan ikut masuk ke dalam mobil pada bagian supir. Lalu Mobil itu melaju pergi, meninggalkan bar menuju rumah mereka.