"A-Aiden?" Iya, yang duduk di kursi kebesaran di depannya adalah Aiden Arsenio Hutama. Pemuda yang enam belas tahun lalu ditinggalkannya bersama dengan sahabat dan teman-temannya. Airi menutup mulutnya yang terbuka. Tak percaya kalau mereka berjumpa. "Ka-kamu hiks..." Airi tak dapat meneruskan kata-katanya. Dadanya yang sesak memaksa air matanya keluar. Airi mengusap air mata yang perlahan menuruni pipinya. Mengapa rasanya sangat tidak mengenakkan? Mengapa rasa sakit seperti saat dia meninggalkan Aiden yang dirasakannya, padahal mereka bertemu lagi setelah sekian tahun berpisah. Aiden yang melihat Airi menangis segera berdiri. Menghampiri Airi cepat dan meraih tubuh mungil itu. Menenggelamkan Airi dalam pelukannya. Entah kenapa dadanya juga terasa sesak. Aiden mendongak, menghalau air