Suasana kantin seperti biada ramai karena para siswa-siswi menyerbu untuk menikmati makanan yang berada di kantin tersebut, Tia serta ketiga sahabatnya melangkah memasuki area kantin semua mata tertuju kepada mereka terutama kepada Tia yang tadi pagi berangkat bareng bahkan satu mobil dengan Revan sang mostwanted sekolah tersebut. "Ti, kok kaya nglihatin lu mulu dah?" tanya Rima yang bingung.
"Lah bukannya sejak masuk sekolah emang Tia selalu jadi pusat perhatian," kata Siska yang membuat Rima menoleh lalu mengerutkan keningnya. "Lah ita juga ya," ujar Rima mengiyakan.
Rayna menyela, "Ada kejadian apa nih sampai mereka nglihatin lu segitunya." Gadis tersebut terdiam sejenak lalu memperhatikan ke arah sekitarnya.
"Gue bareng Revan naik mobil," jawan Tia dengan santainya, muka datarnya jelas ia tunjukkan kepada mereka. Kini kaki kecilnya melangkah mencari meja dan bangku yang kosong. "Ti– yeuh malah ditinggalin bangkee," cetus Siska yang melihat sahabatnya sudah menjauh dari mereka.
Ketiga gadis tersebut langsung melangkahkan kakinya menyusul Tia yang sudah terduduk sambil memainkan ponselnya. "Lu mau pesan apa Ti?" tanya Rima yang membuat gadis tersebut mendongak melihat ke arah kedai-kedai kantin tersebut.
"Sebenarnya gak nafsuu gue, cuman perutnya keroncongan mulu," jawab Tia yang membuat ketiga sahabatnya menoleh satu sama lain. "Ya terus tuan putri Tia mau makan apa?" tanya Siska yang membuat Tia hanya terkekeh pelan saja.
Tia menjawab, "Apa saja asal jangan ada racunnya." Siska yang mendengar sontak memutar bola matanya dengan jengah lalu menyela, "Bodo amat Ti, bodo amat!" Gadis tersebut hanya tertawa pelan mendengarnya.
"Kash racunn aja Sis," cetus Rayna.
"Nanti kehilangan gue mewek, nangis, ngamuk," kata Tia dengan pedenya membuat ketiga sahabatnya sonta menatap satu sama lain lalu memutar bola matanya jengah. "Sabar, untung sahabat," kata Rayna sambil mengelus dadanya, begitu juga dengan Rima dan Siska.
Rima berkata, "Sudah gue sama Siska beli dulu makannanya."
"Yang punya Tia jangan lupa pakai racun," sela Rayna ketika melihat kedua sahabatnya beranjak dari meja yang mereka tempati, Rima dan Siska yang mendengar hanya membentuk jari jemarinya seperti berkata OK.
Tia hanya terkekeh saja mendengarnya, gadis tersebut kembali fokus melihat ke ponselna sambil mengirim chat ke abang pertamanya yang tak kunjung di balas. "Chat siapa si Ti? Sibuk banget kayanya," kata Rayna yang mulai sedikit kepo.
"Abang gue," balas Tia yang membuat sahabatnya sontak mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Lah itu Revan, ngapain lu chat dia?" Ketika melihat Revan dkk memasuko area kantin yang tentu penuh pesona, banyak siswi-siswi berbisik bahkan tak jarang blak-blakan melihat menganggumi.
Rega melambaikan tangannya lalu berteriak, "Tia!" Sontak gadis tersebut menoleh dengan sorot mata yang jengah sambil mencetus, "Berisik dah!" Rayna yang mendengar sontak tertawa pelan saja sambil terkekeh.
Kelima laki-laki tersebut melangkah mendekat ke arah meja gadis tersebut, semua masih memperhatikan dan menjadikan mereka pusat perhatian. "Kok berdua doang?" tanya Riko sambil mengerutkan keningnya bingung.
"Lagi pada pesan," jawab Rayna, keempat laki-laki tersebut kini duduk sejajar dengan kedua gadis tersebut. Rayna, Bimo, Riko duduk sejajar sedangkan yang lainnya sejajar dengan Tia.
Revan bertanya, "Lu sudah pesan De?" Tia mendongak menatap abangnya lalu menyahut, "Lagi dipesanin." Laki-laki tersebut sontak mencari keberadaan kedua sahabat adiknya yang mengantri untuk membeli makanan di kedai kantin tersebut.
"Bang Rey masih diamin lu?" tanya Revan sedikit berbisik membuat Tia menoleh terkejut lalu menghela nafasnya gusar. "Dia nanyain gue enggak?" tanya Tia yang membuat laki-laki tersebut terdiam sejenak sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Enggak si." Tia terdiam membisu mendengarnya, seolah sorot matanya lesu tidak ada harapan.
Revan berkata, "Bang Rey enggak akan lama kok marahnya, lagi lu semalem kemana emang si? Pulang malem sampai diduluin Bang Rey?" Gadis tersebut sontak terdiam mendengarnya, sorot matanya kini seolah melirik ke arah Rega yang kini menggelengkan kepalanya pelan.
"Gue ada urusan, dan kebetulan pulang jam segitu," jawab Tia seraya meyakinkan, Alex melihatnya terlebih ketika Rega memberikan gelengan kepala kepada Tia. "Lain kali jangan balik malem, enggak baik cewek pulang malem," ujar Alex tiba-tiba.
Bary menimbrung, "Iya Ti, semalem gue lewat aja banyak banget gengster lagi berantem. Ngeri." Tia yang mendengar sontak terdiam sejenak lalu menoleh ke arah Rega.
"Lu lihat enggak siapa gengsternya?" tanya Rega, Bary terdiam seolah mengingat kemarin malem. "Ish mana gue inget, orang banyak banget anjirt! Keos lah pas gue lihat!" kata Bary seru bercerita membuat mereka seolah mendengarkan dengan seksama.
Rayna menyela, "Lu kali gengsternya."
Bary menyela, "Ish gue mah anak baik-baik." Keempat sahabatnya yang melihat sontak mengerutkan keningnya dengan sorot mata yang tidak percaya. "Asli pede banget si lu, mau gue bongkar apa keburukann lu apa aja," kata Riko yang membuat Bary langsung menutup mulut sahabatnya tersebut yang membuat mereka hanya menoleh dengan sorot mata yang bingung.
"Oh anak baik-baik, bukannya suka tauran," sindir Rayna yang membuat Tia yang mendengar hanya tertawa pelan, Alex sontak melihat dan memperhatikan dengan jelas gadis tersebut hingga tanpa sadar ia tersenyum tipis melihatnya.
Bary beranjak berdiri lalu berkata, "Mendingan gue pesan makanan dah."
"Yeuh cemen lu baru disindir gitu aja ngedown," kata Revan sambil tertawa pelan.
"Ko ayok temenin gue," ujar Bary yang membuat ketiga sahabatnya tertawa pelan memperhatikan raut wajah Bary kesal.
Hingga dimana Siska, Rima telah datang membawa nampan berisi makanan pesanan kedua sahabatnya. "Lah kok jadi rame," kata Siska.
"Iya, perasaan tadi sepi-sepi saja," sambung Rima.
Revan menyela, "Emang kita enggak boleh duduk disini?" Sambil menatap lurus ke arah Siska yang kini duduk menaruh nampan tersebut. "Ya boleh saja si, kan lu juga bayaran disini," kata Siska dengan santainya yang membuat Revan mengulumkan senyum tipis.
"Kalian sudah pesan?" tanya Rima.
Rega menyahut, "Bary sama Riko lagi pesenin." Rima yang mendengar hanya ber Oh ria saja lalu melanjutkan untuk menikmati makanan yang telah ia campur merata.
"Lu mau?" tanya Tia ketika laki-laki yang sedari tadi memperhatikannya saja, Alex yang di tanyai hanya menggelengkan kepalanya pelan lalu tersenyum manis sebelum menjawab, "Nglihat lu saja sudah kenyang."
"Idih alah, lu serius nih Alex? Gue rasa enggak si, gilaa receh banget gombal lu," cetus Rega yang membuat Alex memasang wajah datarnya kembali, Tia yang mendengar hanya terkekeh pelan saja. "Emang enggak boleh kalau Alex gombal receh?" tanya Siska sambil mengerutkan keningnya bingung.
Tia membalas, "Enggak ada yang salah selagi bukan Rega." Yang lalu tertawa setelahnya membuat Alex menatap dengan senyuman tipis. "Aduhh emang kalau udah dijod–" belum sempat Rega melanjutkan, Revan sudah menyenggol kakinya agar tidak keceplosan.
Rega sontak langsung membungkam mulutnya, terlebih kini ia mendapat tatapan tajam dari Tia. "Dijod? Dijod apasi Ga? Lu kalau ngomong setengah-tengah si ish," cetus Siska yang penasaran.
Rima menimbrung, "Tahu nih, kan kita jadi penasaran."
"Ti, lu tahu kelanjutan omongan si Rega enggak?" tanya Siska yang membuat Tia menoleh lalu terdiam sejenak sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Dijedotin kali maksutnya." Siska sontak mengerutkan keningnya bingung.
Rayna menyela, "Emang ada yang dijodohin?" Dengan nada santainya membuat Tia jelas yang sedang menelan makanan tersedak hingga memukul pelan dadanya.
"Minum dulu, pelan-pelan makannya," ucap Alex dengan raut wajah khawatirnya membuat ketiga sahabat Tia sontak mengernyitkan dahinya bingung. "Lu kenapa Ti? Yailah pelan-pelan aja kenapa, enggak ada yang mau minta juga," cetus Siska, Tia hanya terdiam sejenak setelah menenggak minuman yang di oleh Alex.
Revan, Rega hanya tertawa pelan jelas ia mengetahui kenapa gadis tersebut bisa tersedak. "Lu enggak papa?" tanya Rayna.
"Santai, tadi cuman kesedek aja," jawab Tia, Alex hanya memperhatikan saja gadis tersebut, hingga kini ia beranjak berdiri lalu melangkah menjauh dari meja tersebut.
Rega berkata, "Lex lu mau kemana? Kan belum datang makanannya." Dengan sedikit lantang membuat mereka semua menoleh ke arah punggung Alex yang semakin menjauh dari pandangannya.
"Lah, si Alex mau kemana? Sudah gue beliin malah pergi," cetus Bary yang telah datang membawa nampan berisi makanan untuk para sahabatnya.
Riko bertanya, "Lu pada ngapain Alex sampai dia pergi gitu aja?"
"Kalau gue tahu enggak mungkin kita bingung gini," cetus Siska.
Rayna menyela, "Lagi ada masalah kali dia."
Rima menimbrung, "Atau jangan-jangan dia marah gara-gara kita enggak ajak ngobrol."
"Ish, mana mungkin. Alex bukan orang kaya gitu," ujar Rega. Tia hanya terdiam saja menikmati makanannya walau sesekali ia melihat ke arah lorong kantin yang sudah tidak ada laki-laki tersebut.
Gadis tersebut telah selesai dengan makannya, ia menyeruput minumannya hingga habis lalu beranjak berdiri. "Gue duluan ya, kalian lanjutin makan saja," kata Tia yang membuat ketiga sahabatnya menoleh secara bersamaan.
"Dih lu mau kemana?" tanya Rima seolah tidak terima.
Tia membalas, "Ada urusan gue, nanti langsung ke kelas saja." Sorot mata Tia langsung mengarah keempat laki-laki tersebut yang seraya mengkode agar tidak membiarkan ketiga sahabatnya mengikutinya.
"Sudah sana Ti, nanti biar ketiga cewek cantik ini kita yang nganterin sampai ke kelas," ucap Rega dengan senyuman tipis sambil menaikkan kedua alisnya.
"Jangan sampai lecet teman-teman gue," kata Tia yang membuat keempat laki-laki tersebut mengacungkan jempol dengan kompaknya membuat Tia hanya terkekeh pelan saja, gadis tersebut kini melangkah keluar dari area kantin.
Siswa-siswi yang masih setia berada dikantin sontak memperhatikan Tia yang menjauh dari pandangan mereka kini, gadis tersebut berjalan menyusuri lorong koridori sekolahan dengan sorot mata yang mencari sesuatu. "Awksh!"
"Lu punya mata enggak! Jalan lihat-lihat dong!" seru dengan lantang suara gadis, Tia yang memegang bahunya sontak mendongak melihat siapa yang berada dihadapannya.
Tia menghela nafasnya lalu berkata, "Sorry gue enggak sengaja." Vera menatap dengan sengit, yaps itu gadis yang ada di hadapan Tia. "Sorry, sorry, butaa mata lu sampai nabrak gue!" seru Vera yang membuat Tia mengernyitkan dahinya menatap heran.
"Gue udah minta maaf, kok lu jadi nyolot!" seru Tia seraya tidak terima.
"Kalau gue nyolot kenapa? Masalah buat lu?" tanya Vera yang membuat Tia geram, gadis tersebut mengepalkan tangannya menatap Vera yang kini bersedikap dengan songongnya.
Tia berkata, "Terserah lu dah, gue lagi ada perlu. Kalau mau ribut lanjutin nanti saja." Sambil melanjutkan langkah kakinya, namun tangannya keburu di cekal oleh Vera dengan sangat erat yang membuat Tia jelas menghentikan langkahnya dan menatap sengit ke Vera.
"Ada apa lagi? Udah gue bilang kalau mau ribut nanti saja," kata Tia dengan santainya namun Vera semakin mencengkram tangan gadis tersebut tanpa bicara satu katapun.
Gadis tersebut menyeringai tipis melihat pergelangan tangannya yang sudah memerah, ia menarik Vera hingga mendekat ke arahnya lalu mengunci tangan Vera dibelakang membuat gadis tersebut sedikit meringis kesakitan. "Awksh.." lirih Vera meringis.
"Sudah gue bilang kalau mau ribut nanti," kata Tia yang kini mulai mendorong perlahan Vera hingga hampir tersungkur ke lantai, semua yang berada di lorong melihatnya dengan jelas. "Shitt!!" seru Vera sambil menghentakkan kakinya.
"Ver, enggak papa?" tanya Ine ketika melihat raut wajah Vera meringis kesakitan.
Vera menatap tajam dengan sorot mata penuh dendam. "Kenapa lu pada lihat-lihat?! Hah! Mau gue colok mata lu pada!" seru Vera dengan sedikit lantang ketika siswa-siswi yang lainnya memperhatikannya dengan sangat lekat.
Tia melangkahkan kakinya menuju kelas Revan, namun setelah celingak-celinguk yang dicari ternyata tidak ada. "Lah kemana dia?" tanya Tia bingung, ia bertolak pinggang sambil melihat keadaan sekitarnya.
"Atap!" seru Tia yang langsung berlari kecil menaiki anak tangga menuju atap gedung sekolahannya, nafasnya tersenggal sedikit ketika ia sudah membuka pintu atap tersebut membuat Alex yang sedang merokok santai sontak terkejut. "Aduh capek banget gue, astaga! Nafas gue," kata Tia dengan nafas yang sehabis lari maraton, ia langsung duduk tepat di bangku kosong samping Alex.
Laki-laki tersebut mematikan rokoknya yang membuat Tia berkata, "Santai saja sama gue mah."
"Gue enggak mau lu kena asap rokok," balas Alex yang membuat Tia menatapnya sekilas sebelum akhirnya bersandar di bangkunya dengan nafasnya yang masih sedikit tersenggal. "Lu ngapain kesini?" tanya Alex dengan bingung.
Tia menarik nafasnya dalam-dalam lalu ia hembuskannya secara perlahan sebelum akhirnya menjawab, "Nah lu sendiri ngapain disini?" Laki-laki tersebut sontak mengalihkan pandangannya menatap lurus ke langit yang membuat Tia mengernyitkan dahinya.
"Lagi mau disini saja biar tenang," jawab Alex yang membuat Tia semakin dalam mengerutkan keningnya. "Lu juga kenapa tiba-tiba pergi dari kantin, makanan lu kan belum datang," cetus Tia dengan nada yang tidak mengerti.
Laki-laki tersebut terdiam sejenak sebelum akhirnya menoleh ke arah Tia yang menatap bingung mengangguk ke atas seolah bertanya. "Apa lu mau dijodohin gue? Emang kriteria biar buat lu enggak malu dan di akuin sama lu kaya gimana Ti?" tanya Alex yang membuat Tia terdiam karena mendengar pertanyaan panjang dari laki-laki disampingnya.
"Lu lagi kenapa si?" tanya Tia bingung.
"Kalau lu mau batalin perjodohan kita yasudah enggak papa Ti, gue juga enggak mau kalau sama orang yang terpaksa," jelas Alex yang membuat Tia semakin dirundung kebingungan.
Gadis tersebut kini memposisikan dirinya menghadap ke arah Alex yang membuat laki-laki tersebut sedikit terkejut. "Entar dulu, entar dulu kenapa ini jadi bahas soal perjodohan kita? Emang ada hubungannya sama lu yang tiba-tiba kesini?" tanya Tia dengan sorot mata yang serius, Alex terdiam sejenak sebelum akhirnya memposisikan tepat berhadapan dengan Tia.
Mata mereka berdua saling bertemu menatap dengan lekat seolah mencari jawaban satu sama lain. "Ada," jawab Alex dengan singkat, sorot matanya tidak lepas sedikitpun untuk menyudahi tatapan ke arah Tia.
Gadis tersebut jelas kikuk, ia menelan salivanya dengan kasar. "Lu mau batalin perjodohan kita?" tanya Tia dengan nada serius yang membuat Alex terdiam membungkam mulutnya.
"Kalau emang mau batal yasudah, gue enggak masalah kok, enggak rugi juga tapi lu harus tahu satu hal sekali dibatalin gue enggak mau lagi sekalipun gue cinta sama lu nantinya," jelas Tia yang kini bersandar di bangkunya sambil menatap langit biru yang cerah.
Alex terdiam, penjelasaan gadis tersebut seolah benar-benar teguh. "Gimana kalau gue mau majuin pertunangan kita?" tanya Alex tiba-tiba dengan sorot mata yang serius, Tia menoleh sejenak menatap tidak percaya akan apa yang di lontarkan Alex.
"Apa lu bilang? Majuin pertunangan kita?" tanya Tia seolah meyakinkan kalau ia tidak salah dengar.
"Gue enggak mau batalin tapi mau majuin pertunangan kita dan gue mau akuin lu sebagai pacar di siapapun itu," jelas Alex dengan nada serius yang membuat Tia benar-benar melongo tidak percaya.
Tia mencetus, "Lex, lu lagi enggak kesambetkan?"
"Gue serius dan sangat serius, lu tinggal milih ngaku kalau lu pacar gue atau ngaku kalau lu tunangan gue?" tanya Alex dengan serius, Tia yang mendengar kembali menelan salivanya dengan kasar.
Tia berkata, "Enggak ada pilihan lain?"
"Ada, gue bakal ngaku kalau kita sudah nikah," jawab Alex dengan santainya yang membuat gadis tersebut terkejut lalu mencubit pelan pinggang Alex. "Kita belum nikah ya! Awas saja lu kalau nyebarin gosip begitu, benar-benar gue injek batang leher lu!" seru Tia dengan kesal.
Alex yang tadinya meringis karena cubitan kini digantikan oleh ketawa pelan karena melihat raut wajah kesal gadis disampingnya, Tia yang mendengar ketawa Alex hanya bersedikap dengan sorot mata kesal. "Iya iya enggak," ucap Alex.
"Udah ah gue balik ke kelas," ucap Tia yang kini beranjak berdiri namun tangannya tiba-tiba di tahan oleh Alex yany membuat gadis tersebut menoleh sambil mengerutkan keningnya. "Kenapa?" tanya Tia dengan heran.
Alex menarik nafasnya dalam-dalam sebelum berkata, "Sore gue jemput." Gadis tersebut terdiam sejenak mendengarnya.
"Lu jemput kerumah gue?" tanya Tia yang membuat Alex hanya mengangguk, gadis tersebut terdiam sejenak lalu manggut-manggut sebelum berkata, "Oke."
Terjadi keheningan sejenak di antara mereka, hanya hembusan angin dengan langit yang tiba-tiba teduh yang seraya berjalan, hingan Tia bertanya, "Udah boleh dilepas tangan gue?" Alex yang menyadari hal tersebut sontak genggaman tangannya.
"Sorry," ungkap Alex yang membuat gadis tersebut tersenyum tipis sebelum akhirnya berkata, "Kalau gitu gue duluan, lanjutin saja rokoknya. Tenang kalau sama gue, santai." Gadis tersebut lalu melangkahkan kakinya kelaur dari area atap gedung tersebut.
Alex tersenyum tipis melihat gadis tersebut hingga punggungnya Tia tak terlihat dimatanya dan berlalu dibalik pintu besi besar tersebut.
Istirahat telah selesai, bell masuk kini bebunyi membuat para siswa-siswi berhamburan untuk masuk ke ruang kelas mereka masing-masing, obrolan yang asik seolah harus dihentikan karena bell tersebut. "Tia!" seru Siska yang membuat gadis tersebut menghentikan langkah kakinya memasuki kelas.
"Lu darimana?" tanya Rayna, Tia terdiam sejenak terlebih ketika mendapat tatapan curiga dari ketiga sahabatnya. "Ahh habis dari toilet," jawab Tia sedikit gugup, namun untungnya ia dapat menyembunyikan dengan sempurna.
Mereka bertiga menatap curiga sebelum akhirnya manggut-manggut sambil ber Oh ria saja. "Kalian ngapain di luar kelas?" Keempat gadis tersebut lalu menoleh ke arag sumber suara yang ternyata sang guru yang mengajar telah datang, sorot mata yang tajam dan kumis seolsh naik turun menantang membuat mereka menyengir kuda.
"Eh Pak Ben," kata Siska.
"Kenapa masih diam saja? Masuk ke kelas," kata Pak Ben dengan sedikit lantang, mereka berempat sontak melangkahkan kakinya masuk ke kelas dan menuju ke tempat duduk masing-masing. Pak Ben hanya menggelengkan kepalanya pelan saja melihat kelakuan muridnya tersebut, pelajaran dimulai semua yang berada dikelas jelas hening memperhatikan sang guru yang mulai menerangkan pelajaran.