Gadis tersebut masih bersantai di bangku taman, sinar mentari kini sudah mulai meredup digantikan langit yang teduh, berulang kali ia menghembuskan nafasnya mendongak ke atas pohon rindang yang menutupi langit. "Ehem." Suara deheman membuat Tia mengerutkan keningnya lalu menoleh ke arah sumber suara.
"Lah, kok lu bisa disini?" tanya Tia dengan heran, laki-laki tersebut tersenyum tipis lalu duduk di sebelah gadis tersebut.
"Lagi jalan-jalan aja di taman ini, emang enggak boleh?" tanyanya.
Tia memutar bola matanya dengan jengah lalu berkata, "Boleh aja si, kan gue mah cuman nanya." Alex hanya tersenyum tipis, ia melirik ke arah minuman yang berada di genggaman gadis tersebut, tanpa pikir panjang ia mengambil lalu menenggaknya.
"Alex! Minuman gue itu," cetus Tia dengan kesal, Alex lalu memberikan minuman yang masih tersisa ke gadis tersebut, Tia hanya memandangnya kesal lalu merambet minumannya.
Alex berkata, "Jangan cemberut gitu, nanti gue gantiin."
"Enggak akan ada yang kaya dia lagi Lex!" seru Tia, Alex lantas menoleh ketika mendengarnya, laki-laki tersebut mengerutkan keningnya.
Alex lalu mencari sesuati lalu menunjukknya. "Tuh, abang-abang disitu jual yang sama kaya gitu, rasanya pasti sama," ujar Alex, gadis tersebut hanya menghela nafasnya lalu memutar bola matanya dengan jengah.
Laki-laki tersebut sontak beranjak berdiri membuat Tia bertanya, "Mau kemana lu?"
"Mau beli minuman," balas Alex.
"Enggak usah!" seru Tia, Alex lantas mengerutkan keningnya menatap heran ke gadis yang masih terduduk tersebut.
Alex berkata, "Tapi gue haus." Tia yang mendengar sontak menoleh dengan tidak percaya, ia mengalihkan pandangannya karena menutupi rasa malunya.
"O–h, yaudah sana," ujar Tia tanpa menoleh ke arah laki-laki tersebut, Alex hanya terdiam sejenak sambil menggelengkan kepalanya pelan, ia lalu melanjutkan langkahnya ke tukang minuman.
Tia hanya memukul pelan kepalanya lalu merutuki perbuatannya. "Bodoh banget lu Ti, astaga kenapa pede banget," gumam Tia, Alex yang sedang berada di tukang minuman sekilas menatap gadis tersebut yang seolah berbicara sendiri dan raut wajah kesalnya.
Laki-laki tersebut kini melangkah kembali ke bangku Tia duduk setelah membeli minuman dan beberapa permen, ia lalu menyuguhkan tangannya yang berisi beberapa permen membuat Tia mengerutkan keningnya. "Apaan?" tanya Tia.
"Permen lah, lu enggak lihat?" tanya Alex.
Tia menyela, "Iya gue tahu itu permen, maksudnya lu ngasih gue gitu?" Alex mengangguk sambil memposisikan dirinya untuk kembali duduk.
"Thank," kata Tia sambil mengambil satu permen dari tangan Alex, laki-laki tersebut tersenyum tipis melihatnya.
Alex berkata, "Jangan di buka dulu." Jelas Tia mengerutkan keningnya menoleh bingung ke laki-laki di hadapannya.
"Terus kalau gue enggak buka diapain? Buang?" tanya Tia dengan sedikit kesal membuat Alex tersenyum gemas melihatnya.
"Kenapa si ngomel-ngomel mulu," balas Alex dengan lembut sambil mencubit pelan pipi Tia, gadis tersebut si buat terdiam oleh perlakuan tersebut ia menatap sekilas ke arah Alex.
Tia mengelak, "Ya habisnya lu ngeselin."
"Maaf ya," balas Alex sambil mengelus pelan pucuk rambut gadis tersebut, jelas jantung Tia tidak lagi aman mendapat perlakun yang membuat meleleh hatinya.
"Aduh ini jantung gue dag dig dug mulu," batin Tia, raut wajahnya jelas memerah karena salah tingkah, Alex dapat melihatnya namun ia tidak ingin semakin membuat gadis tersebut malu nantinya.
"Coba lihat tulisan di belakangnya," ucap Alex sambil tersenyum tipis, gadis tersebut jelas menatap bingung lalu beralih ke arah permen yang ia genggam.
Tia membalikkan permen tersebut dan raut wajahnya menegang ketika tulisan 'Mau Jadi Pacar Gw?' matanya kini menatap ke arah laki-laki tersebut yang memposisikan dirinya ke arah Tia.
"Maksud lu–"
"Jadi pacar gue," ujar Alex membuat gadis tersebut terdiam sejenak sambil perlahan membuka permennya, ia memakan permen tersebut lalu menatap lurus, entah kejadian apa yang sedang terjadi saat itu jantungnya terus berdetak seolah ia sedang lari maraton.
Alex menoleh ke arah gadis tersebut, bahkan dari samping saja kecantikannya tidak luntur di mata Alex. "Ti, maaf kalau gue kesannya buru-buru, gue juga enggak tahu gimana ungkapin dengan suasana yang romantis, gue cuman enggak telat ungkapinnya, lu enggak perlu jawab kok pada intinya lu juga akan nikah sama gue," jelas Alex lalu bersandar dan memandang lurus.
Tia jelas menoleh mendengar kalimat terakhir laki-laki di sampingnya yang kini tersenyum tipis tanpa menoleh ke arahnya. "Lex, lu lagi enggak kesambet kan?" tanya Tia.
"Kesambet? Enggak lah," balas Alex dengan santai.
"Kau gue nolak lu gimana?" tanya Tia.
Alex menoleh sekilas lalu menjawab, "Enggak masalah, kan akhirnya lu bakal jadi istri gue."
"Dih pede banget asli lu, gue bisa aja nolak perjodohan itu," kata Tia.
"Ya enggak papa, berarti lu harus terima jadi pacar gue sekarang," balas Alex, gadis tersebut di buat terkejut atas perkataan laki-laki di sampingnya.
Tia menyela, "Dih apa-apan, peraturan mana itu. Curang banget lu."
"Curang buat dapetin lu, enggak masalah buat gue," ujar Alex, gadis tersebut yang mendengar hanya menggelengkan kepalanya pelan lalu memutar bola matanya jengah, namun tak dipungkiri ia menerbitkan senyum di bibirnya.
Ada jeda keheningan di antara mereka, hanya mata mereia saja yang menatao keramaian di taman tersebut. 2 orang laki-laki dengan raut wajah lumayan tampan menghampiri kedua orang tersebut, namun kedua laki-laki tersebut berhenti di samping Tia membuat gadis tersebut mengerutkan kening.
"Kak, boleh minta nomornya?"
"Kalau enggak instagramnya Kak." Baru saja Tia ingin mengambil handphone salah satu laki-laki tersebut, Alex menggeser duduknya hingga mepet dengan Tia.
Tia berbisik, "Ish apaan si Lex." Kedua laki-laki tersebut sontak mengerutkan keningnya.
"Gue pacarnya, kalau mau nomor sekalian i********: gue," kata Alex sambil menatap datar.
Kedua laki-laki tersebut lantas saling menatap satu sama lain seraya memberi kode. "Gimana? Jadi?" tanya Alex dengan sinis, ia kini bahkan merangkul gadis tersebut membuat Tia menoleh ke laki-laki yang merangkulnya.
Tia berontak melepas tangan Alex namun laki-laki tersebut langsung mengeratkan pegangannya di pundaknya. "Maaf kita enggak tahu, kita kira dia single," ujar salah satunya.
Alex hanya menatap datar saja hingga membuat kedua laki-laki tersebut menggaruk tengkuk lehernya dengan raut wajah kikuknya. "Kalau gitu kita permisi dulu." Alex hanya mengangguk saja pelan, Tia yang ingin berkata ditahan oleh laki-laki disampingnya.
"Ish Alex! Kan lumayan mereka tuh ganteng," cetus Tia.
"Emang jodoh lu kurang ganteng apa?" tanya Alex sambil menatap lekat ke arah gadis tersebut membuat Tia jelas menelan salivanya, Alex kini menaikkan kedua alisnya membuat Tia mengalihkan pandangannya.
Tia menyela, "Udah lepas, nyari kesempatan dalam kesempitan lu." Sambil melepas rangkulan dari Alex, laki-laki tersebut hanya tersenyum tipis saja.
Alex beranjak berdiri membuat Tia mengerutkan keningnya, ia berfikir laki-laki tersebut marah kepada dirinya, Alex kini menoleh ke arah Tia lalu bertanya, "Lu mau diam aja disini?" Gadis tersebut lantas mengerutkan keningnya, terlebih ketika Alex mengulurkan tangannya.
Tia lantas terdiam sejenak sebelum memutuskan untuk berdiri yang membuat Alex hanya tersenyum simpul, gadis tersebut melangkahkan kakinya terlebih dahulu meninggalkan Alex yang kini menggelengkan kepalanya pelan melihat punggung gadis tersebut.
"Sekarang lu yang mau diam aja?" tanya Tia ketika menoleh ke arah belakang, Alex kini melangkahkan kakinya mendekat ke arah gadis tersebut yang tangannya berada di belakang.
Alex, tanpa ijin dari Tia mengggenggam tangan gadis tersebut yang membuat Tia sontak menoleh dengan terkejut namun entah kenapa ia tidak memberontak untuk di lepas, ia mengikuti genggaman tangan tersebut, Alex tersenyum tipis begitu juga dengan Tia. Mereka berdua melangkah dengan senyuman bahagia satu sama lain, namun tanpa sadar ada orang yang mengikuti bahkan memotret kedua insan tersebut.
"Gue tahu kelemahan lu sekarang," kata seseorang tersebut, ia memakai kembali maskernya dan memakai kaca mata hitam, lalu beranjak pergi dari taman tersebut.
Sedangkan di sisi lain, Revan telah berada warung tempat biasa ia berkumpul dengan para sahabatnya atau The Boys.
"Alex kemana?" tanya Revan ketika melihat hanya ada Bary dan Riko saja.
Riko dan Bary hanya menghendikkan bahunya seraya tidak tahu, Revan lantas duduk di sofa bersama mereka. "Bu es teh manis 1," kata Revan sedikit teriak.
"Siap."
"Nanti malam ada tanding, Dblue turun," ujar Riko.
Bary menyela, "Siapa lawannya?"
"Ini yang gue enggak tahu, soalnya misterius si, pamletnya aja cuman Baby Red," jelas Riko sambil menunjukkan pamlet di handphonenya, kedua sahabatnya melihatnya dengan seksama.
Bary berkata, "Kepo gue, lihat lah ayuk."
Riko menatap Revan sambil menaikkan kedua alisnya, Revan kini menatap kedua sahabatnya bergantinya sambil mengangguk. "Kenapa?" tanya Revan bingung.
Riko dan Bary tak berkata satu katapun, mereka menaikkan kedua alisnya membuat Revan yang melihat hanya memutar bola matanya dengan jengah. "Okeh, kabarin yang lain kali aja anak-anak juga mau ikut," kata Revan.
"EH SEMUA, NANTI MALEM NONTON BALAP KUY! MUMPUNG BAPAK KETUA MAU NIH," teriak Bary dengan lantang yang membuat Revan hanya menatap melongo.
Revan berkata, "Besok lakban tuh mulutnya." Riko yang mendengar hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil tertawa.
"Tuh udah gue sampaiin tuh," ujar Bary dengan santai.
Revan menyela, "Bodo amad, bisa enggak si lu tenggelem aja sana laut."
"Ish, Mas Revan tega sama akoh," kata Bary.
Riko menyela, "Hilih drama di mulai."
Tak selang berapa deruan motor yang mereka kenal membuat mereka bertiga melirik sejenak ke sumber suara, ketiga orang tersebut saling menatap heran ketika sahabatnya melangkah masuk dengan raut wajah bahagia. "Lu kenapa? Habis menang taruhan?" tanya Bary.
Riko menyela, "Kayanya gue mencium bau-bau kebahagiaan nih." Alex hanya terdiam saja, ia duduk sambil menyeruput minuman Revan.
"Nih bocah asal minum aja," ujar Revan menatap ke arah sahabatnya.
"Kasih tahu dong kawan ada apa?" tanya Riko.
Bary menyela, "Kalau ada kasihin dong kawand."
Alex masih diam membisu saja, ia menaruh gelas di atas meja lalu bersandar di sofa membuat ketiga sahabatnya saling menatap satu sama lain melihat raut wajah sahabatnya yang terus tersenyum tidak seperti biasanya. "Ini serius teman kita bukan si?" tanya Revan.
"Es batu udah di kasih sirup ini," balas Riko.
Bary menyela, "Gue takut dia kesambet di jalanan deh." Alex kini menatap ketiga sahabatnya dengan senyuman di bibirnya.