Bab 36

1343 Kata
Waktu berlalu sangat cepat gadis dengan paras cantik dan manis tersebut masih duduk di sofa yang berada didepan bangunan seng bercat hitam tersebut, tentunya di temani oleh keempat laki-laki yang ia kenal. "Kalau sudah ketemu siapa orangnya apa perlu kita serang balik Ti?" tanya Jawa yang membuat Tia menatap sekilas ke laki-laki tersebut. "Jangan main sampahh kaya mereka, gue mau tahu motif mereka nyerang apa," jelas Tia yang membuat keempat laki-laki tersebut manggut-manggut. Husen menyela, "Lu tahu siapa Ti?" "Gue curiga sama beberapa orang, cuman gue enggak bisa asal nuduh kalau enggak ada bukti," kata Tia dengan santainya, gadis tersebut memang masih muda, sekolag oula, namun orang yang umurnya lebih tua dibanding dia bahkan segan terhadapnya. Rega berkata, "Kita perketat penjagaan." Gadis tersebut hanya terdiam saja sebelum akhirnya menoleh dengan sorot mata memicing lalu bertanya, "Lu bukannya tadi masih ada disekolah sama Revan?" Laki-laki tersebut terdiam sejenak lalu berkata, "Gue pamit duluan." Tia yang mendengar perkataan Rega sontak menoleh dengan sorot mata tidak percaya yang membuat laki-laki tersebut menyahut, "Tenang, gue enggak bilang kalau urusan DG kok." Tia menghela nafasnya dengan lega setelah mendengarnya. "Revan enggak nanya lebih lanjutkan?" tanya Tia. Rega menyahut, "Enggak Ti, tenang saja si." "Kenapa lu enggak jujur saja si Ti?" tanya Roby dengan sorot mata penasaran, gadis tersebut menyenderkan tubuhnya di sofa lalu menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menjawab, "Bukannya enggak mau jujur, cuman gue enggak mau mereka khawatir. Dulu waktu kecil ada kejadian dimana makanya gue tinggal sama Oma Opa di luarnegeri." Mereka yang mendengar jelas menatap satu sama lain terkecuali Rega yang sudah tahu kisah tersebut dari Papahnya. "Kejadian?" tanya Jawa sambil mengernyitkan dahinya, Tia yang mendengar hanya mengangguk lalu menyeringai pelan. "Jangan dibahas, udah basi," kata Tia seolah tidak ingin menceritakan apa yang membuatnya harus di utus sampai keluarnegeri, mereka bertiga hanya manggut-manggut saja. "Gue mau balik, apa mau seputaran jalan-jalan sekalian nganter gue?" tanya Tia sambil menatap keempat laki-laki tersebut yang kini menaikkan kedua alisnya lalu beranjak berdiri yang membuat Tia terkekeh pelan. Husen, Jawa, Roby menunduk berlaga menyambut orang penting sambil berkata, "Kami siap mengantarkan Queen DG dengan selamat." "Kalian lama-lama kaya Rega gilanya," ujar Tia yang membuat Rega sontak menatap terkejut sambil menunjuk dirinya. "Lah gue lagi diam malah dibawa-bawa," cetus Rega yang seolah tidak terima. Tia hanya tertawa pelan lalu berkata, "Kita pamit dulu sama yang lain." Gadis tersebut beranjak berdiri dan melangkah masuk ke bangunan tersebut ya bisa dibilang markas mereka yang lengkap akan fasilitas. Rega dkk sontak mengikuti langkah kaki gadis tersebut, semua yang sedang melakulan aktifitas sontak menghentikan sejenak aktifitasnya dan menunduk hormat ke arah Tia yang sedang memperhatikan. "Gue sama mereka mau balik dulu, kalian jangan lupa istirahat dan makan," kata Tia. "Baik Queen," kata mereka dengan kompak, Tia tersenyum tipis lalu memutar badannya lalu melangkah keluar. "Jaga kesehatan kalian," kata Jawa. Husen menimbrung, "Jangan lupa perketat keamanan markas." Rega menatap lekat ke arah mereka yang sedikit menunduk, yaps mereka sangat tahu bahwa laki-laki tersebut sebelas duabelas dengan Tia. "Lihatkan bagaimana Tia sangat amat memanjakan kalian, jadi jangan pernah buat kesalahan lagi," kata Rega yang membuat mereka terdiam menunduk. "Sudahi latihannya, makan lalu istirahat tapi tetap terjaga," ujar Rega sebelum melangkahkan kakinya keluar dari markas tersebut. Sedangkan Tia yang sudah menaiki motor dan memakai helm fullface-nya sontak berteriak, "REGA CEPATAN!" Ketika melihat laki-laki tersebut tak kunjung keluar dari pintu markas, namun baru ingin teriak lagi Rega muncul sambil berkata, "Iya iya sabar atuh." "Duh Ga, gara-gara lu kuping gue budekk," cetus Jawa yang membuat Tia hanya menoleh saja, sontak Jawa menyengir kuda ketika mendapat tatapan tersebut. Gadis tersebut hanya menggelengkan kepalanya pelan, laly ia melajukan motornya menjauh dari area markas tersebut. Ketiga motor sport dibelakangnya sontak mengiringinya dibelakang, sedangkan Rega tepat berada sejajar disampingnya memastikan kalau Tia akan baik-baik saja. Tia menambahkan kecepatan sehingga membuat mereka sontak menoleh satu sama lain sebelum akhirnya menyusul dengan kecepatan penuh, gadis tersebut memasuki area sepi walau masih jam 8 malam tapi area yang ia lewati dan sangat rawan oleh begal dan gengster yang brutal. "Kok Queen lewat sini ya?" tanya Husen sambil mengerutkan keningnya. Jawa membuka kaca helm fullface-nya lalu menghendikkan bahunya. "Kita ikutin saja," balas Jawa. Hingga dimana Tia menghentikan laju motornya ketiks melihat ada segerombolan motor yang sedanf mengeroyok dua motor, jelas bukan lawan yang seimbang. "Queen, kenapa?" tanya Roby ketika menghentikan laju motornta tepat disamping Tia. Gadis tersebut membuka kaca helmnya lalu memberik kode ke arah yang ia lihat. "Lu mau lawan?" tanya Rega. Roby menyela, "Queen tapi ini bukan kawasan kita." Gadis tersebut lalu melajukan motornya kembali dengan senyum menyeringai dibalik helmnya membuat Rega dan Roby sontak saling menatap satu sama lain. "Turutin saja," ujar Rega yang membuat Roby mengangguk, mereka menyusul Tia yang kini sudah menghentikan laju motornya tepat di segerombolan motor tersebut. "Siapa kalian?" tanya salah satu dari mereka, gadis tersebut turun dari motor tanpa melepas helm fullface-nya, ia hanya membuka kaca helm saja. "Suka banget main lawan enggak imbang gini ya?" tanya Tia, tentu ia mengaktifkan suara untuk disamarkan dari helmnya. Jawa menyeringai menatap bringass ke arah mereka yang kini berdiri sejajar seolah menantang. "Ada apaan ini, ramai banget. Mau ngantri sembako atau minyakk nih?" tanya Jawa. "Atau jangan-jangan mau nyari nama lagi biar disangka jagoan," nimbrung Husen yang membuat ketiga laki-laki tersebut tertawa terkecuali Tia dan Rega yang menatap datar. Tia berkata, "Gue enggak suka melihat." Mereka yang mungkin puluhan orang hanya menatap satu sama lain sambil berbisik untuk menyerang, Tia hanya menyeringai kecil saja. "Ti, lebih baik lu enggak ikut. Gue enggak mau ada interogasi di rumah lu nanti," kata Rega yang membuat gadis tersebut yang sedang merentangkan tangannya sontak menyela, "Aish! Gue mau ikut, kan gue yang nemuin duluan." Tanpa disadari keributaan terjadi begitu saja ditengah perdebatan Rega dan Tia yang masih membahas boleh atau tidaknya Tia ikut memukull. "Rega!" seru Husen, laki-laki tersebut sontak menoleh dan mendapat bogem mentah dari lawan. "Awksh! Siyalan nih Husen!" seru Rega sambil memegan pipints yang memar. "Wah kurang ajar lu!" seru Tia yang kini mulai berantem dengan kalapnya membuat lawan yang ia pukuli sudah tersungkur namun Tia tidak memberi celah untuk menyudahi. Jawa menghampiri Tia untuk menghentikan aksi gadis tersebut. "Queen!" seru Jawa sedikit berteriak namun ia tidak bisa menjangkau karena lawannya mengepungnya. Rega yang melihat sontak menarik mundur gadis tersebut yang membuat Tia kini bernafas secara memburu, ia berusaha mengatur kembali nafasnya. "Ti! Jangan gila dah!" seru Rega yang kini menyadari gadis yang sudah ia anggap adik sendiri. "Dia mukul lu duluan," kata Tia dengan nafas yang masih sedikit memburu, Rega menghela nafasnya. "Lu tunggu sini, biar gue bubarin mereka," kata Rega dengan sorot mata yang tajam. "Tap–" "Atau gue bongkar semua ke keluarga lu," ancam Rega dengan sorot mata yang serius. Tia melotot tidak percaya lalu menghela nafasnya gusar sebelum akhirnya berkata, "Oke fine! 10 menit, atau gue turun tangan." Rega yang mendengar sontak langsung berlari menghampiri Husen, Roby, dan Jawa yang sedang berdiri saling membelakangi. "10 menit, jangan sampai Queen turun tangan," kata Rega yang membuat mereka saling melirik satu sama lain sebelum akhirnya mengangguk. "Makin kesini makin kurang aja perasaan," cetus Roby. Gadis tersebut terdiam memandangi jam di tangannya sesekali melihat ke arah keriwehan yang sedang terjadi, ia menatap menyeringai melihat sahabat-sahabatnya sedang melawan. "Siapa suruh nyuruh gue diam, kewalahan sedikit kan lu," kata Tia ketika keempat laki-laki tersebut menghampirinya. Husen, Jawa dan Roby merentegkan tubuhnya seolah pegal melanda mereka. "Gilaa Queen, lu kalau ngasih waktu benaran dikit apa," kata Jawa. "Iya anjirt! Kudu ke tukang pijat nih gue," cetus Roby yang membuat mereka berempat menoleh dengan sorot mata yang curiga. "Wah Roby, gue bilangin emak lu nih," kata Husen. Robya celetuk, "Emak gue kan udah meninggal, lu mau bilang kaya gimana anjirt." Husen terdiam sejenak sambip berpikir sebelum akhirnya ia berkata, "Iya juga ya, ah biarin tetap saja gue aduin biar lu dimarahin lewat mimpi." Mereka yang mendengar sontak tertawa sambil menggelengkan kepalanya pelan. Kelima orang tersebut membali menaiki motornya masing-masing laly melajukan motornya setelah memakai helm fullface, tidak lupa sorot mata tatapan tajam serta meremehkan diberikan kepada Tia kepada segerombolan orang tersebut yang memandang sambil menghindar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN