Kelima cowok tampan tersebut kini melajukan mobil menuju tempat tujuan untuk berlibur, mereka dibagi menjadi 2 mobil, 1 mobil Revan yang berisi Rega, Riko, dan Bary bersama Alex mengendarai mobil laki-laki tersebut dengan atap yang terbuka. "Kalau udah sampai kabarin," ujar Alex yang kini bersandar sambil tangannya bersedikap di dadanya.
Bary menyela, "Eh kamperet, jangan tidur lu." Alex yang mendengar hanya terdiam saja memejamkan matanya membuat Bary menatapnya jengah.
"Emang siyalan lu Lex!" seru Bary, Alex hanya mengembangkan senyum tipisnya. Bary kini memutarkan lagu untuk menemani rasa bosannya, jelas volume di kencangkan olehnya yang membuat Alex kini membuka matanya lalu menatap tajam ke arah sahabatnya.
Bary hanya menoleh ke arah sahabatnya lalu bernyanyi yang membuat Alex memutar bola matanya dengan jengah. "Sinting," gumam Alex, ia kembali memejamkan matanya.
Mobil Revan kini berada disamping saling berdampingan. "Molor itu dia," teriak Rega didalam mobil.
"Yoi," jawab Bary sambil menaikkan kedua alisnya, ia menyetir dengan tangan satunya bertengger di atas pintu mobil.
Alex tidak bisa pulas dengan tidurnya, ia membuka kaca mata hitamnya lalu membenarkan posisi duduknya, Bary yang melihat jelas tertawa puas. "Kenapa lu? Enggak bisa tidur?" tanya Bary.
"Lu berisik," cetus Alex.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama dan melelahkan, akhirnya mereka memasuki area pantai, pemandangan pantai dan laut yang luas jelas mengganti rasa lelah mereka diperjalanan. "Bar, lu ikutin gue ya," teriak Revan, Bary menoleh lalu mengangguk sambil mengangkat jempolnya bertanda oke.
Revan kini melajukan mobilnya mendahului Bary, pemandangan yang indah benar-benar tak luput dari pandangan mereka semua, laju mobil mereka sengaja melambat karena ingin menikmati udara sejuk. "Van, lu udah ijin?" tanya Rega.
"Santai, nanti sampai sana gue telepon," balas Revan yang membuat Rega ber Oh ria lalu manggut-manggut.
Riko menyela, "Kita jadinya nginep dimana nih?"
"Vila lah, kalau hotel emang lu ada duit," cetus Rega yang membuat Riko jelas menoyor laki-laki tersebut lalu berkata, "Ya punyalah, lu pada mendadak aja gue siapin duit, apalagi kaga."
"Baik, siap Tuan Riko," ucap Revan meledek yang membuat mereka kini tertawa bersama.
Mobil Revan kini memasuki area vila namun raut wajahnya kebingungan ketika semakin ia mendekat ke arah Vila semakin ia melihat jelas mobil yang ia kenal. "Ga, itu mobil Queen bukan si?" tanya Revan, Rega memicingkan matanya lalu menoleh ke arah sahabatnya.
"Van, ini mobil Queen."
Riko mengerutkan keningnya. "Lu pada kenapa si?" tanya Riko.
"Kepo lu ah," ujar Revan dan Rega secara kompak yang membuat Riko jelas terdiam sejenak laku memanyunkan bibirnya.
Sedangkan di mobil lain Bary berdecak kagum atas area yang ia masuki mengikuti mobil Revan. "Keren juga Revan nyari tempatnya," ujar Bary sambil mengangguk-angguk pelan.
Alex hanya diam membisu saja sambil melihat pemandangan yang sayang untuk dilewati. Revan memarkirkan mobilnya, lalu turun dari mobil begitu juga dengan yang lain. "Kok ada mobil lain?" tanya Bary ketika melihat mobil terparkir di depan Vila.
"Punya Tia ini," balas Revan lalu ia masuk ke dalam vila tersebut, semua jelas terdiam bingung kecuali Rega yang kini mengikuti langkah kaki sahabatnya.
Bary mengerutkan keningnya. "Tia? Dia juga disini? Kok kita enggak tahu," cetus Bary.
Alex hanya menatap datar saja, mereka bertiga lalu mengikuti langkah kaki Revan dan Rega yang sudah lebih dulu masuk.
"Tia!"
"Queen!" Revan berteriak sambil mencari keberadaan Tia, namun langkahnya terhenti ketika berada di dapur dan melihat banyak cemilan yang berserakan di atas meja.
"Queen!" Sedangkan di sisi lain, Tia yang sedang bersantai di atas kasur dan menemani ketiga sahabatnya yang tertidur jelas terkejut ketika ada suara yang ia kenal memanggilnya.
Tia bergumam, "Kok kaya bang Revan." Sambil mengerutkan keningnya, ketiga sahabatnya jelas terusik karena teriakan dan kebisingan yang tiba-tiba mereka dengar.
"Aish! Siapa si itu?" tanya Rima dengan nada seraknya, namun mereka bertiga lalu terdiam dan membuka matanya dengan sempurna.
"Jangan-jangan ada maling?!" seru Rayna.
Siska berkata, "Ti, gimana? Gue takut nih."
Gadis tersebut jelas tertawa pelan lalu beranjak turun daei kasur. "Lu bertiga disini aja, biar gue yang ngecek," ucap Tia.
"Gue temanin aja Ti," ucap Rayna.
"Enggak usah, lu bertiga lanjut tidur saja," sela Tia ketika melihat Rayna ingin beranjak dari kasur.
"Tap-"
Tia berkata, "Enggak papa santai, gue bisa teriak kalau ada apa-apa." Mereka bertiga hanya saling menatap satu sama lain menatap sahabatnya melangkah keluar kamar. Gadis tersebut kini menuruni anak tangga dengan celana pendek, kaos hitam oversize dengan rambut yang di cepol.
"Loh kalian kenapa ada disini?" tanya Tia sedikit terkenut ketika melihat Bary, Riko yang berdiri membelakangi anak tangga.
Kedua laki-laki tersebut jelas menoleh ke arah sumber suara, begitu juga dengan Revan dan Rega yang sedang asik memakan cemilan. "Queen, ternyata benaran lu," ujar Revan.
"ABANG! KEBIASAAN BANGET CEMILAN GUE!" seru Tia menggema ketika melihat Revan memegang cemilan yang paling ia suka.
Revan menyengir kuda lalu berkata, "Nanti gue ganti."
Laki-laki dengan celana hitam selutut, baju putih polos memasuki vila tersebut dan ia melihat gadis yang begitu menggemaskan, mereka berdua saling menatap hingga beberapa detik sebelum Rayna, Rima, Siska berlari menuruni anak tangga sambil berteriak, "TIA, LU ENGGAK PAPA KAN?!"
Gadis tersebut jelas membalikkan badannya melihat ketiga sahabatnya yang kini terdiam melihat keberadaan mostwanted sekolah berada di vila tersebut, rambut yang acak-acakan karena bangun tidur jelas membuat Tia memejamkan matanya sejenak. "Loh ada yang lain disini," ucap Rega.
"Makin ramai, makin asik enggak si," ujar Bary sambil menaikkan kedua alisnya.
Revan berkata, "Hai." Sambil melambaikan tangannya ke arah tiga wanita tersebut.
"Ti, kok ada mereka?" tanya Siska berbisik.
Revan menjawab, "Kita bakal nginep disini juga, bolehkan?" Siska yang mendengar perkataan laki-laki pujaannya jelas tersipu malu terlebih ketika Revan tersenyum, karena itu kejadian langkah.
"Gimana?" tanya Tia bisik kepada ketiga sahabatnya.
"Bebas, kalau rame juga lebih bagus," ujar Rima berbisik.
Rayna menimbrung, "Iya, biar sekalian mereka jagain kita." Siska hanya manggut-manggut saja seolah mengikuti saja keputusan para sahabatnya.
"Yaudah boleh, kapan lagi liburan bareng," ucap Tia
Bary berkata, "Ah gitu dong Neng Tia, baik banget si."
"Sudah ku duga, lu bakal setuju," balas Rega yang membuat Tia memutar bola matanya dengan jengah.
Revan berkata, "Lu udah ijin Ayah kalau mau liburan kesini, De." Sambil mengunyah cemilan yang masih berada di tangannya, ketiga sahabatnya yang masih setia berada di anak tangga jelas mengerutkan keningnya dan saling menatap satu sama lain.
"DE?!"
Tia memejamkan matanya lalu menatap tajam ke arah abang keduanya, Revan kini menatap terkejut lalu memingkemkan mulutnya ketika mengetahui tatapan dari sang adik. "Lupa gue," ucap Revan lewat tutur bibirnya.
Semua yang berada disana lantas terdiam membisu dan saling menatap satu sama lain. "Kok Revan manggil lu 'De'?" tanya Siska.
Tia membalikkan badannya lalu menatap ke arah ketiga sahabatnya, ia menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal lalu menyengir kuda, baru saja ingin berkata namun Revan menyela, "Gue abang kandungnya Tia sahabat kalian. " Ketiga orang tersebut jelas terkejut dengan apa yang di katakan oleh laki-laki tersebut.
"Ti, seriusan yang dibilang dia?" tanya Rima.
Tia menyengir lalu manggut-manggut. "Plis pegang gue, mau pingsan gue," ujar Siska mendrama.
Rayna menoyor kepala sahabatnya tersebut kalu berkata, "Mulai deh lebaynya." Siska lalu memegang kepalanya sambil menatap kesal ke sahabatnya.
"Sakit anjrit!" seru Siska.
Rega menyela, "Udah udah, kalian kenapa jadi berantem si."
"Reaksinya sama kaya kita pas tahu kalau Tia adiknya Revan," cetus Bary lalu tertawa.
Mereka kini kembali sibuk dengan aktifitas masing-masing, keempat gadis tersebut kembali kedalam lamar seolah ingin menginterogasi sahabatnya tersebut. "Kalian mau ngapain si?" tanya Tia bingung, terlebih ketika Rima kini mengunci pintu kamar.
"Plis, gue masih normal," kata Tia yang membuat ketiga sahabatnya saling menatap lalu melangkah secara bersamaan ke arah Tia yang kini memundurkan langkahnya hingga terduduk di kasur.
Siska berkata, "Jelasin sama kita sekarang."
"Sumpah gue enggak ngerti, yang di bilang Revan itu ebnar apa enggak?" tanya Rima yang kini menatap penuh selidik, begitu juga dengan Siska dan Rayna
Tia menghela nafasnya sebelum berkata, "Oke oke, gue jelasin. Revan benar abang kandung gue." Ketiga sahabatnya kembali melongo lalu menatap satu sama lain ketika mendengarnya.
"Serius? Jadi selama ini lu dengar curhatan tentang abang lu dong," cetus Siska.
"Ya gitu deh," balas Tia lalu menyengir kuda.
Siska menyela, "Lu enggak bilangkan kalau gue suka sama dia?!"
"Belum si." Siska jelas menghela nafasnya, namun beberapa detik kemudia menoleh ke arah sahabatnya lalu berkata, "Belum si? Berarti ada kemungkinan lu bilang sama dia dong."
"Tergantung," balas Tia.
"Apa anak satu sekolah tahu?" tanya Rayna.
Tia menarik nafasnya sebelum menjawab, "The boy's sama kalian doang."
"Wah exclusive dong kita," bals Rima sambil menaikkan kedua alisnya.
Gadis tersebut kini beranjak berdiri dengan tatapan mengintimidasi yang membuat ketiga sahabatnya jelas menatap takut. "Kalian jangan bocorin rahasia ini ya, awas aja," ujar Tia.
Siska berkata, "Iya Ti, tenang aja." Dengan nada gugup.
"Oke. Gue percaya kalian," balas Tia dengan senyuman, tatapannya kini mulai biasa aja yang membuat ketiga sahabatnya bernafas lega.
Waktu kini sudah menunjukkan jam 2 siang, gadis tersebut kini beranjak menuruni anak tangga, ketiga sahabatnya kembali tertidur dengan lelap. Ia melihat kesekeliling namun tidak ada orang, sepertinya kelima laki-laki tersebut tertidur karena kelelahan dan baru sempat tertidur. "Gue masak aja deh, biar nanti langsung pada makan," gumam Tia, ia lalu melangkahkan kakinya ke arah dapur.
Gadis tersebut kini mulai mencari bahan makanan yang sempat ia beli bersama sahabat-sahabatnya. "Kalau buat 9 orang kayanya kurang deh, gue beli spagheti cuman satu pack doang," gumam Tia dengan raut wajah bingungnya.
"Ngapain?" Gadis tersebut menoleh ke arah sumber suara yang ternyata Alex.
Tia berkata, "Kalau gue ada didapur ya berarti mau masak, kalau di toko matrial baru mau beli palu."
Alex jelas mengernyitkan dahinya lalu bertanya, "Buat apaan palu?"
Gadis tersebut kini menatap jengah ke arah Alex sebelum menjawab, "Mau getok lu!" Ia kini kembali memilah milih bahan makanan yang akan ia masak, namun ia memutuskan untuk keluar dari area dapur yang membuat Alex mengerutkan keningnya.
"Lu mau kemana?" tanya Alex.
Tia mengambil kunci mobil yang ia gantung di dinding lalu menjawab, "Mau belanja bahan makanan, kurang." Alex yang mendengar lantas tersenyum tipis lalu berjalan ke arah Tia lalu meraih tangan gadis tersebut.
"Biar gue anterin," kata Alex, ia lalu merebut paksa kunci mobil Tia lalu menggantung kembali di dinding tadi, gadis tersebut jelas terdiam sejenak menatap perilaku laki-laki yang kini mengambil kunci mobil yang berbeda.
Tia menyela, "Gue bisa sendiri!"
"Gue sekalian mau beli cemilan," balas Alex, gadia tersebut hanya menghela nafasnya saja lalu mengikuti langkah kaki Alex yang menuju mobilnya yang terparkir paling belakang.
Tia bertanya, "Lu pada kesini 2 mobil?" Laki-laki tersebut mengangguk lalu sambil membuka pintu mobil untuk Tia, gadis tersebut jelas memandang aneh ke Alex.
Mereka berdua kini sudah berada di dalam mobil, Alex melajukan mobilnya dengan kecepatan standar tentunya di temanin angin yang berhembus dan menyejukkan, ditambah pemandangan pantai. Laki-laki tersebut menekan tombol untuk menutup atap yang membuat Tia menoleh sejenak.
"Biar lu enggak kepanasan," kata Alex sambil tersenyum tipis.
Tia bertanya, "Lu kenapa enggak istirahat?"
"Diperjalanan ke vila gue udah banyak istirahat," balas Alex yang membuat Tia hanya ber Oh ria saja sambil manggut-manggut, kini gadis tersebut mengalihkan pandangannya ke pantai dan laut yang terbentang luas, ia tersenyum menikmatinya.
Terjadi keheningan di antara mereka berdua sebelum Alex bertanya, "Bang Rey tahu kalau lu kesini?" Tia yang masih menikmati pemandangan indah tersebut lantas menjawab, "Sudah kok, kalau enggak mana mungkin gue disini." Alex hanya manggut-manggut saja.
"Ketiga teman lu emang enggak tahu soal lu adik Revan?" tanya Alex, entahlah kenapa didekat gadis tersebut ia akan menjadi orang yang sangat penasaran dan cerewet untuk memulai obrolan.
Tia menjawab, "Belum, dan mereka baru tahu tadi pas Revan keceplosan manggil gue 'De'." Ia lalu tertawa membuat Alex tanpa sadar juga ikut tertawa karena melihatnya.
"Emang kenapa alasannya? Gue juga dengar dari Revan kalau lu yang enggak mau identitas lu sebagai adiknya Revan ketahuan sama penghuni sekolah," kata Alex.
Gadis tersebut tersenyum tipis sebelum menjawab, "Karena gue enggak mau mereka dekatin dan berteman sama gue karena gue adik Revan, gue tahu banget pengaruh abang gue disekolah kaya gimana, populernya kaya apa, dan gue enggak mau hal itu."
Alex yang mendengar jawahan gadis tersebut hanya manggut-manggut saja sambil sesekali menoleh ke arah sang gadis. "Tapi bukannya sekarang terkenal karena kejadian waktu dikantin itu," ucap Alex.
"Tapi mereka enggak tahu soal gue adik Revan," balas Tia.
Alex menyela, "Gimana kalau mereka tahu kalau lu tunangan gue." Gadis tersebut yang mendnegar jelas terdiam sejenak menoleh ke arah laki-laki yang fokus menyetir.