10

506 Kata
Abi menarik nafas panjang begitu nama itu disebut, Abi sangat kenal mereka, karna waktu pernikahan mereka Abi sempat di undang untuk menyaksikan Ara mengucapkan syahadat. “Apa tidak ada wanita lain?” tanya Abi. “Nizam baru mencintai gadis itu Abi,” jawab Nizam sambil menundukkan pandangannya. “Tapi perempuan itu tidak Sholehah sedikit pun, bagaimana bisa kamu membawa dia masuk ke dalam keluarga kita.” “Nizam akan berusaha membuat dia cinta pada agama.” “Tidak, Abi tidak setuju, kalau kamu memang ingin menikah dengan dia, suruh ubah dia dulu menjadi wanita muslimah sejati!” “Tapi Abi-“ “Sudah sangat jelas Abi bilang, bawa dia ke sini kalau dia memang sudah mencintai Allah!” ucap Abi sambil bangkit pergi dari hadapan Nizam dan Ummi. “Ummi tidak bisa bicara apa-apa, kamu kan tahu sendiri, bagaimana kalau Abi kamu sudah berkata A, maka akan tetap A, Ummi Cuma sarankan, kalau memang kamu mencintai perempuan itu, suruh dia mengubah penampilannya dulu, bagaimana pun, yang di lakukan Abi ada benarnya, keluarga kita sudah di kenal dengan ketaatan kita, lalu tiba-tiba ada perempuan yang masuk, dan tidak menjalankan kewajibannya seperti kita, Ummi rasa bukan hanya kita yang mendapatkan cibiran orang, tapi Perempuan itu juga, dan itu sangat buruk untuk mental seorang perempuan.” “Iya Ummi, Nizam akan berusaha mengubah dia.” “Baik, Ummi percaya sama kamu, kamu anak yang taat agama,” ucap Ummi sambil tersenyum ke arah Nizam. Nizam meneguk salivanya, bagaimana bisa dia mengubah perempuan itu, sedangkan perempuan itu sangat membencinya, ini benar-benar sangat sulit baginya. Tapi Nizam tidak menyerah begitu saja, dia sangat yakin jika Qisti adalah jodohnya di dunia ini. *** “Qisti, cepat bangun pergi sekolah,” ucap Ara membangunkan anak gadisnya. “Iya Ma,” jawab Qisti dengan nada malas. “Kamu kemarin pergi ke mana? Kan Mama selalu bilang sama kamu, jangan pergi bawa motor sendirian!” Mendengar omelan Mamanya, Qisti dengan cepat membuka matanya di balik selimut. ‘Dari mana Mama tahu kalau aku pergi kemarin?’ Qisti bertanya dalam hatinya. “Qisti, jawab Mama! Jangan pura-pura tidur kamu, Mama tau kamu sudah bangun.” “Iya Ma, iya, Qisti bangun sekarang,” – ucap Qisti yang pura-pura masih mengantuk sambil menguap- “hua ... ngantuk banget Ma,” lanjutnya lagi sambil menguap. “Hei, dengar Mama, kamu kemarin ke mana saja? Kan selalu Mama peringatkan kamu supaya kamu keluar minta diantar sama sopir!” “Cuma ke depan saja Ma, tidak jauh, sudah deh, Qisti ini sudah besar, jangan selalu di kekang Ma.” “Apa kamu bilang? Kamu besar? Sim saja kamu belum punya, besar dari mananya.” “Jadi besar itu di tentukan dari sim Ma ya?” tanya Qisti dengan bercanda. “Tidak ada bercanda hari ini, uang jajan kamu Mama potong hari ini!” “Loh loh Ma, kok main potong-potong saja, jangan lah Ma, Qisti janji, Qisti tidak akan pernah ngulanginya lagi,” ucap Qisti sambil mengangkat 2 jemarinya sebagai tanda damai dengan Mamanya. “Janji terus kamu sama Mama, tapi tidak pernah kamu tepati!” “Tidak Ma, kali ini Qisti benar-benar janji.” “Sudah, pergi mandi sana, sudah mau siang ini.” “Oke Mama Sayang,” ucap Qisti yang hendak memeluk Mamanya, tapi Mamanya cepat-cepat menyingkirkan tubuhnya dari Qisti. “Kenapa Ma?” “Bauk, kamu belum mandi!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN