28. Pertolongan Saat Waktu Yang Tepat

1043 Kata
Jenny tersenyum senang mendengar perkataan satpam bank di sampingnya ternyata memiliki seorang anak yang bekerja sebagai masinis kereta api. Lelaki itu benar-benar membicarakan dengan begitu bangga membuat Jenny merasa bahwa orang tua seperti lelaki paruh baya di sampingnya mulai sulit ditemukan. Namun, saking asyiknya berbincang Jenny sampai tidak menyadari bahwa sejak tadi dirinya mulai menarik perhatian seorang lelaki bertubuh kekar yang duduk tepat di bawah pohon. Dengan jarak satu jalan besar saling berlawanan arah. Peringatan yang dilakukan oleh Yuni benar-benar membuat Jenny nyaris kehilangan akalnya sendiri. Akan tetapi, dengan cepat ia mengatasinya melalui kerja sama pada satpam bank yang ternyata sudah menyadari sejak tadi. Lelaki yang berprofesi sebagai satpam itu, sejujurnya telah mengetahui ada seorang lelaki mengawasi mereka sejak pertama kali datang. Namun, satpam itu hanya mengira bahwa lelaki yang memperhatikan sejak tadi untuk mengawasi jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu. “Pak, selain pintu ini … ada yang lain?” tanya Jenny pelan. “Pintu ….” Satpam tersebut mengernyit sesaat, lalu mengangguk pelan. “Ada pintu belakang, Mbak. Tapi, agak sedikit masuk gang kecil. Kemungkinan cuma bisa buat jalan kaki aja. Soalnya di sini daerah perumahan, jadi lahan besar masuk mobil itu cuma ada di depan.” “Enggak apa-apa, Pak. Yang penting bisa lewat,” pungkas Jenny mengangguk beberapa kali. “Kalau begitu, saya pamit dulu. Bapak juga hati-hati, ya. Jangan sampai ketangkap sama orang yang ada di depan itu. Karena dia orang jahat yang memerlukan bayaran mahal.” Satpam yang mendapatkan nasihat itu pun mengangguk pelan. Kemudian, menatap ke arah Jenny mulai melenggang pergi memasuki minimarket untuk sekedar mengalihkan perhatian lelaki bertubuh kekar tersebut. Dan benar saja, ketika Jenny mengintip di balik sela minimarket, gadis itu melihat lelaki bertubuh kekar tengah mencari-cari keberadaan dirinya. Akan tetapi, tidak sampai beberapa menit lelaki bertubuh kekar yang memperhatikan dengan penuh itu tampak berbincang dengan beberapa orang lainnya. Jenny menyadari ternyata lelaki itu bersama beberapa orang pun langsung menghubungi ponsel Yuni. Ia berharap bahwa dua orang yang berada di dalam bank itu tidak keluar lebih dulu. Sebab, dapat dipastikan keduanya menjadi incaran banyak orang. “Halo, Yuni! Kalian berdua ada di mana?” tanya Jenny menghadap ke arah rak minuman dingin yang memperlihatkan berbagai rasa. “Masih ada di dalam bank, Jen. Gue sama Ketua Tim lagi berusaha buat ngebuka kunci Arkan yang benar-benar bunuh diri,” jawab Yuni mengembuskan napasnya kasar. “Gue sama sekali enggak ngerti sama jalan pikirannya. Pokoknya dia lelaki yang baru kali ini nyimpen bukti, tapi bisa juga menghilangkan bukti.” “Ya udah, lo anteng-anteng aja di dalam. Jangan pergi ke mana pun tanpa aba-aba dari gue,” ucap Jenny serius. “Karena sekarang gue lagi diikutin sama orang asing yang sepertinya mulai ngincar kita bertiga yang baru aja nemuin Arkan.” “Oke!” balas Yuni mengangguk singkat. Setelah itu, panggilan pun tertutup dengan Yuni yang masih berjuang membuka kamera model lama yang begitu rumit dan saling berkaitan satu sama lain. Membuat Jenny yang tengah berjuang mengusir orang asing tersebut agar segera pergi. Jenny mengambil salah satu minuman tersebut, yang nyatanya adalah isotonik. Membuat gadis itu tanpa sadar tersenyum bangga dengan sikap cepatnya dalam waktu menegangkan. Selesai membayar yang ternyata cukup murah, Jenny pun mlenggang keluar sembari memutar penutup botol tersebut. Ia mengembuskan napas panjang menyadari mereka semua semakin banyak. Membuat Jenny sadar bahwa dirinya akan sulit melarikan diri. Gadis itu mendadak bingung memikirkan caranya menyingkirkan perhatian lelaki bertubuh kekar yang sejak tadi mulai mengawasi dirinya dengan sedikit menaruh rasa curiga. Membuat Jenny mendadak mengerti bahwa lelaki itu ternyata selama ini sudah berjaga di depan bank. Namun, mata Jenny menangkap seorang lelaki yang terlihat tidak asing. Gadis itu pun melambaikan tangan kanannya sambil tersenyum lebar. Seorang lelaki yang tengah berdiri di pinggir jalan memperhatikan sekitar pun langsung mengernyitkan kening bingung menyadari gadis cantik menyapa dirinya. “Siapa, ya?” tanya lelaki itu bingung. “Gue Jenny. Teman lo waktu SMA. Ingat enggak?” jawab Jenny tersenyum senang sekaligus lega melihat teman sekolahnya benar-benar menjadi penyelamat. “Aah, ternyata Jenny!” Lelaki itu mengangguk beberapa kali sembari tersenyum lebar, kemudian menyadari gadis itu datang sendirian. “Lo ngapain sendirian di luar? Bukannya sekarang kerja jadi polisi?” Jenny mengangguk pelan, lalu berbisik, “Bantuin gue. Ada orang yang dari tadi ngawasin. Gue takut kalau dia ngelakuin sesuatu, karena gue lagi operasi.” “Hah? Terus gimana?” “Tenang aja. Lo cuma perlu bawa gue pergi dari ini,” ucap Jenny mengangguk meyakinkan. “Pergi? Terserah gue nih?” Lelaki itu menatap dengan meminta persetujuan. “Gue ada janji juga sama klien. Kalau emang lo mau ikut, kita bisa pergi sekarang.” “Iya, gue ikut!” putus Jenny mengangguk mantap. Akhirnya, Jenny pun melarikan diri bersama teman SMA yang ternyata bernama Sandi. Lelaki yang datang pada saat bersamaan itu benar-benar menyelamatkan Jenny dari situasi tidak terduga. Membuat Jenny banyak-banyak bersyukur. Ternyata Sandi memiliki pertemuan dengan kliennya di kafe yang tidak jauh dari persimpangan tempat keberadaan bank tujuan mereka. Untung saja lelaki itu sama sekali tidak keberatan ketika Jenny memilih untuk duduk bersama klien yang sudah berada di dalam sejak tadi. “Maaf, Pak. Tadi saya ada kejadian tidak terduga di jalan,” sesal Sandi mendudukkan diri bersama Jenny di sampingnya yang ikut mengisi bangku kosong. “Tidak apa-apa,” balas lelaki paruh baya itu mengangguk pelan, kemudian menoleh ke arah Jenny dengan pandangan mengernyit bingung. “Sepertinya saya pernah melihat kamu, tapi kira-kira di mana, ya?” Jenny menunjuk dirinya sendiri dengan menatap Sandi, lalu berkata, “Bapak mengenal saya? Saya seorang polisi, Pak.” “Oh, iya benar! Kamu pernah menolong anak saya ketika dipukuli preman!” ungkap lelaki paruh baya itu tersenyum lebar. “Terima kasih, ya. Anak saya selalu membicarakan kamu. Sampai sekarang bercita-cita menjadi polisi juga.” Mendengar hal tersebut, Jenny pun tersenyum senang dan mengangguk beberapa kali. “Itu sudah menjadi tugas saya, Pak. Situasi kejahatan apa pun memang harus diberantas, apalagi anak masih SMP yang dipukuli orang dewasa. Pasti akan ditindak tegas.” Lelaki paruh baya itu mengangguk bangga, lalu menatap ke arah Sandi dengan puas. “Baiklah. Saya akan menyetujui proposal pengajuan kamu. Besok datang saja ke kantor untuk menerima kontrak kerja sama.” Sandi melebarkan mata tidak percaya. “Benarkah, Pak? Saya akan datang ke sana tepat waktu!” 0o0
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN