40. Kolektor Tas Branded Untuk Investasi

2243 Kata
Edit dengan apl Dokumen Membuat penyesuaian, memberi komentar, dan berbagi dengan yang lain agar dapat mengedit secara bersamaan. LAIN KALIGUNAKAN APLIKASI Dokumen tanpa judul Jenny berteriak kesal di dalam kamar Yuni. Gadis itu memang langsung memutuskan kembali dan meninggalkan Alister dengan menyempatkan diri untuk mengirimkan pesan singkat pada lelaki tersebut. Sebab, Jenny benar-benar merasa tidak tahan dengan sikap protective Debian yang menyangka Jenny hendak melakukan sesuatu di acara besar tersebut. “Lo tahu, Yun? Abang gue bener-bener nyebelin!” omel Jenny meninju kesal pada boneka milik Yuni yang menjulurkan lidah lucu, tetapi sayangnya gadis itu tengah menahan amarah sampai tidak bisa bersabar lagi. “Masa iya, gue lagi penyelidikan sama Alister, dia malah datang sama Mike!” lanjut Jenny dengan menggeleng tidak percaya, lalu tertawa hambar mengingat kejadian tadi. “Parahnya lagi, dia malah nyuruh Mike jagain gue. Emangnya dia kira gue mau ngapain di sana? Ya penyelidikanlah!!!” Jenny kembali berteriak dengan melepaskan seluruh hiasan rambutnya yang telah ditata dengan rapi ketika mengunjungi salon. Untung saja gadis itu memilih hiasan rambut simple, kalau tidak, bisa dipastikan seluruh rambut Jenny akan ronton akibat pergerakan gadis itu benar-benar tidak teratur hingga mulai menyangkut satu sama lain. “Ya udah, sabar aja! Abang lo pasti enggak ngira lo bakalan nyamar,” balas Yuni menepuk bahu sahabatnya menenangkan. “Apalagi pesta perusahaan Arkan itu bener-bener besar, Jen. Jadi, wajar aja menurut gue.” “Kok lo malah belain abang gue, sih!?” protes Jenny kesal menyadari sahabatnya malah mengiakan larangan sang kakak. Mendengar hal tersebut, Yuni pun menggeleng pelan. “Bukannya mau belain, tapi pesta itu dihadiri banyak orang, Jen. Kalau Arkan akan ngelolosin polisi, pasti akan ada kecurigaan di tempat dia. Jadi, larangan dari abang lo emang sedikit masuk akal. Lagi pula kita ngerencanain ini juga enggak punya pilihan lain. Sekarang tunggu aja laporan dari Alister, siapa tahu dia dapat informasi lebih banyak.” Mendengar hal tersebut, Jenny pun mengangguk masuk akal. Gadis itu mendadak terdiam memikirkan situasi yang kemungkinan sedang menimpa Alister. Tidak dapat dipungkiri Jenny mulai cemas jika Alister bertemu Debian, keduanya pasti akan berbincang serius. “Gue baru ingat, Yun!” celetuk Jenny mendadak. “Gimana kalau Bang Bian ketemu Alister? Dia enggak akan digeprek, ‘kan?” “Mustahil, emangnya abang lo peduli banget sama ketua tim?” Yuni menggeleng pelan. “Kemungkinan besar, malah abang lo bantuin kalau menurut gue. Karena sesama laki itu kadang susah buat ditebak.” “Benar juga, sih,” gumam Jenny mengangguk beberapa kali. Sejenak Jenny pun mulai merasa jauh lebih tenang, gadis itu sudah tidak lagi merasa kesal seperti yang pertama kali mengingat menyebalkan dari Debian. Terlebih lelaki itu sampai menggunakan Mike untuk mengawasi Jenny dengan baik. Sampai tidak melepaskan pandangannya sekalipun gadis itu hendak ke toilet. “Udah, sekarang jangan kesel lagi sama abang lo! Pasti dia lagi ngelakuin yang terbaik juga,” ucap Yuni mengusap kepala sahabatnya dengan lembut. Setelah dirasa cukup tenang, Yuni pun mulai memperlihatkan kue buatannya yang baru saja selesai diambil dari lemari pendingin. Gadis itu tampak tersenyum lebar menghasilkan kue buatan tangan sendiri yang terlihat enak. “Lo bikin sendiri, Yun?” tanya Jenny melebarkan matanya terkejut melihat Yuni yang tidak pernah membuat makanan apa pun itu tampak memamerkan sesuatu. “Jelas!” jawab Yuni setengah menyombongkan diri. “Walaupun gue jago masak, kalau enggak bisa bikin kue itu kurang sempurna.” Jenny tersenyum geli sembari menggeleng tidak percaya. “Oke, terserah lo aja. Tapi, menurut gue ini udah keren banget!” “Nih, cobain kukis cokelat!” Yuni mulai menyuapkan sahabatnya potongan kue yang terlihat enak. Sejenak Jenny mulai menikmati kue manis itu di dalam mulut sembari mengangguk beberapa kali, kemudian memamerkan dua jempolnya ke arah Yuni. “Please, ini enak banget!” puji Jenny dengan sedikit mendramatisir. “Lo gagal berapa kali?” “Sekitar satu kali akibat gosong gue tinggal nyuci baju,” balas Yuni menghela napas panjang. “Step by step yang lo tunjukin bener-bener bikin gue langsung bisa, Jen.” “Gue juga bilang apa! Coba dulu baru bilang susah.” Jenny menggeleng tidak percaya dan kembali mengambil potongan kukis tersebut. “Selain kukis, apa lagi yang lo pelajarin?” “Ada bolu, tapi orang tua gue ke sini. Jadi, gue kasih ke mereka berdua.” Yuni tersenyum senang, ia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya ketika orang tuanya datang. “Mereka juga sempat nanyain lo, Jen. Katanya udah lama banget enggak main ke rumah.” Jenny tertawa pelan, lalu berkata, “Iya nanti mampir. Lo juga kalau mau balik ke Bandung ajak gue. Walaupun udah enggak ada lagi saudara di sana, tapi gue masih tetep kangen suasananya.” “Gue juga jarang balik,” balas Yuni menghela napas panjang. “Terakhir ke sana sekitar liburan dari BIN, jadi emang belum balik lagi ke rumah.” Mendengar hal tersebut, Jenny pun merebahkan tubuhnya di karpet bulu yang terasa lembut milik sahabatnya. Terkadang obat yang paling pas untuk melepaskan semua beban memang bersama Yuni. Entah kenapa gadis itu memberikan banyak energi untuk Jenny. “Jen, main yuk!” ajak Yuni menggoyangkan tubuh sahabatnya yang tertidur lemas. “Gue butuh hiburan mumpung kita libur dari kerjaan.” “Hah? Enggak, Yun!” tolak Jenny menggeleng malas. “Gua terlalu mager buat pergi ke mana-mana.” “Ayolah, Jen!” rayu Yuni menarik-narik tangan sahabatnya dengan sedikit brutal. Akhirnya, Jenny yang merasa tidak percaya dengan sikap pemaksaan dari Yuni pun memilih untuk mengalah. Gadis itu pun perlahan bangkit dan mengangguk pelan, mau tidak mau memang Jenny harus menuruti permintaan Yuni agar gadis itu tidak semakin menjadi-jadi. Dengan berteriak kesenangan Yuni pun bangkit dan berlari menuju kamarnya untuk berganti pakaian, sedangkan Jenny hanya diam di tempat menunggu sampai gadis itu selesai. Sebab, memang tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya memilih untuk mengenakan gaun ketika menemani Yuni melakukan kegiatan shopping ke mal. Tak lama kemudian, Yuni yang sejak tadi ditunggu pun selesai. Gadis itu keluar kamarnya dengan mengenakan gaun seperti Jenny membuat Yuni tampak sangat cantik sekaligus feminim. Bahkan Yuni sempat menata rambutnya dengan kepangan kecil melingkari kepalanya yang tergerai indah. “Ayo, kita berangkat!” ajak Yuni tersenyum senang membawa tas selempang mungil berwarna merah yang senada dengan sepatunya. Jenny mengangguk singkat, kemudian bangkit sembari membenarkan gaunnya yang sedikit kusut. Ia benar-benar tidak bisa rapi dalam pakaiannya yang feminim, membuat kedua kakaknya terkadang melupakan Jenny sebagai seorang perempuan. Sebab, kedua kakaknya memang menyebalkan sampai memberikan setelan pesta ala lelaki untuk dikenakan Jenny. Pernah untuk pertama dan terakhir kalinya Jenny mengenakan tuxedo hitam putih berakhir dengan kemarahan kedua orang tuanya sampai dua orang kakak lelaki Jenny harus menerima hukuman akibat mengajak gadis itu ke pesta besar. Bahkan malam itu, Jenny pun terpaksa dipulangkan dengan alasan tidak enak badan. *** Wajah cerah nan bahagia Yuni benar-benar terpancarkan jelas. Ia tidak berhenti untuk tersenyum melihat seluruh keadaan setiap toko. Sampai Jenny yang berada di sampingnya mulai merasa lelah. Mereka berdua nyaris berputar-putar tanpa arah selama dua jam penuh membuat kedua kaki Jenny terasa pegal. “Yuni, sebenarnya lo mau nyari apa lagi, sih?” tanya Jenny merenggut kesal. “Tunggu sebentar lagi, Jen,” jawab Yuni menggoyangkan tubuhnya manja sembari memeluk lengan kiri sahabatnya yang bebas. “Gue benar-benar harus beli tas ini. Tapi, sayangnya belum liris, jadi gue harus nunggu.” “Tas hermes?” tebak Jenny menatap penuh ke arah sahabatnya yang mengangguk pelan sembari tersenyum menggemaskan. “Gue udah ngitung mundur sejak diumumin. Jadi, gue harus dapat tasnya, Jen!” Mendengar hal tersebut, Jenny tersenyum paksa dan mengangguk singkat. “Oke, kita nunggu tas lo rilis, tapi makan dulu. Gue lapar banget. Serius!” Yuni berpkir sesaat, lalu mengangguk beberapa kali. “Ya udah, kita makan dulu. Lo mau apa?” “Pizza daging!” jawab Jenny bersemangat. “Giliran soal makanan aja lo semangat!” gerutu Yuni sembari menggeleng tidak percaya. Jenny tidak menanggapi gerutuan sahabatnya, kemudian menarik Yuni memasuki salah satu restoran yang cukup ramai. Membuat kedua gadis itu pun mengantri selama beberapa menit sebelum mendapatkan giliran untuk memesan. Selesai memesan, Yuni pun memisahkan diri untuk mencari tempat terbaik menikmati makanan sekaligus menunggu waktu perilisan tas hermes kesukaan gadis itu tiba. Membuat Yuni menjatuhkan pilihannya pada bangku yang tepat tidak jauh dari pintu restoran makanan tersebut. Tak lama kemudian, Jenny datang dengan ditemani oleh pelayan restoran membawakan empat loyang pizza ber-topping empat macam. Gadis itu menaruh nampan berisikan minuman di atas meja membuat Yuni bangkit membantu sang pelayan restoran membawakan pizza pilihan tersebut. “Terima kasih, Kak!” ucap Yuni tersenyum ramah sembari mengangguk singkat. Pelayan restoran itu terlihat senang dan ikut tersenyum lebar. “Sama-sama, Kak. Silakan dinikmati makanannya!” Setelah selesai memberikan ucapan yang sopan pada pengunjung tersebut, akhirnya pelayan restoran pizza itu pun melenggang pergi. Meninggalkan Jenny dan Yuni yang mulai mengambil satu potongan pizza tersebut. “Jen, lo tahu enggak kalau gue pernah nonton life hacks,” celetuk Yuni membuka perbincangan di tengah kegiatan makan mereka berdua. “Life hacks apaan?” tanya Jenny mengambil potongan pizza lainnya untuk dicoba satu per satu. Ia ingin membandingkan rasa, tekstur, dan bentuk setiap potongan pizza di tangannya. Agar menemukan pizza kesukaannya yang mengalahkan rasa lain. Yuni mencondongkan tubuh, lalu berbisik, “Setiap loyang pizza yang ada di sini itu dipotong dulu sebelum dijual.” “Lah, emang dipotong dulu, ‘kan? Masa iya kita mau makan seloyang penuh,” balas Jenny tertawa geli. “Lo ada-ada aja, sih.” “Ish, bukan itu!” Yuni menggeleng keras, lalu menunjuk ke arah loyang pizza di hadapannya. “Di potong dari sini sampai ... sini!” Arah potongan yang ditunjukkan oleh Yuni membentuk potongan pizza pada umumnya, tetapi dalam bentuk lebih besar dan panjang. Hal tersebut membuat Jenny mengernyit penasaran, terlebih Yuni mulai menggeser loyang pizza di hadapannya yang memang mirip dengan potongan sahabatnya. “Bener, ‘kan?” Jenny menggeleng pelan, lalu menjawab, “Yun, bukannya gue enggak mau percaya, tapi semua lingkaran kalau dipotong emang akan begitu jadinya. Jadi, gue pikir lo terlalu banyak nonton life hacks sampe pizza aja dicurigai.” Yuni mendengkus kesal. “Ya udah, kalau lo enggak percaya!” “Ya ... bukan enggak percaya juga,” kata Jenny memiringkan kepalanya bingung. “Tapi, rasanya mustahil enggak, sih? Gue juga pernah ngelakuin itu. Hasilnya juga beda, Yun.” “Enggak kelihatan bukan berarti enggak ada,” tukas Yuni mengakhiri kalimatnya dengan menggigit pizza demi menghincari lebih banyak perdebatan. Apalagi Jenny tipikal seseorang yang tidak mudah mempercayai tanpa bukti. Sedangkan Jenny yang menyadari sahabatnya kesal pun langsung mendorong seluruh loyang pizza. Ia tahu jika Yuni kesal, maka gadis itu akan lebih banyak makan. Menjadi salah satu kelebihan Yuni ketika semua makanan yang dipesan lebih banyak daripada biasanya. Terlebih Yuni memiliki anugerah tidak akan gendut makan sebanyak apa pun, membuat Jenny sedikit iri dengan sahabatnya sendiri. Akan tetapi, bukan berarti Jenny mudah gendut, melainkan gadis itu hanya sedikit membesar bagian pipi atau pun tempat yang memungkinkan. Membuat kedua kakaknya mungkin akan menyadari perubahan Jenny dengan mudah. Setelah selesai memakan empat loyang pizza dengan habis tak tersisa, akhirnya Jenny dan Yuni pun keluar dari restoran. Kebetulan sekali waktu perilisan tas hermes kesukaan Yuni telah tiba membuat gadis itu bergegas menuju ke tokonya yang ternyata mulai ramai. Untung saja Yuni berlari lebih dulu, sehingga gadis itu kebagian pada antrian menjadi orang keempat dari depan. Membuat Jenny yang tidak berniat membeli apa pun langsung berdiri di samping sahabatnya. Menemani Yuni agar tidak merasa kesepian, mengingat seluruh orang yang mengantri itu memiliki satu ataupun dua orang teman. Satu per satu pembeli itu pun masuk, mereka mulai memilih jenis dan warna tas yang hendak dibeli. Tidak menutup kemungkinan harga yang ditawarkan benar-benar di luar dugaan membuat Jenny melongo dalam waktu lama. Gadis itu sama sekali tidak menduga bahwa harga yang dikeluarkan untuk limited edition sangat fantastis, nyaris membuat dompet Jenny kempis. Namun, tatapan dari Yuni tampak senang dan biasa saja. Gadis itu benar-benar senang telah mendapatkan tas impiannya membuat mereka berdua keluar dari toko dengan senyuman lebar. Bahkan beberapa pembeli yang masih mengantri terlihat penasaran dan ingin cepat-cepat membeli sebelum kehabisan. “Mau balik atau mampir lagi, Yun?” tanya Jenny ketika mereka berdua menginjak eskalator yang bergerak turun. Yuni sedikit tidak fokus akibat rasa senangnya yang mengalihkan perhatian, tetapi tidak dapat dipungkiri gadis itu mulai menoleh ke arah Jenny ketika ekor namanya melihat pergerakan dari bibir sahabatnya. “Apa, Jen? Sorry gue enggak dengar omongan lo tadi,” sesal Yuni meringis pelan. Jenny menggeleng pelan, ia bisa merasakan bahwa sahabatnya memang benar-benar teralihkan dengan tas mahal tersebut. “Gue tadi nanya, lo mau ke mana lagi?” ucap Jenny mengulangi pertanyaannya yang sempat tidak terdengar. “Oh ... gue mau balik aja,” balas Yuni menganguk mantap. “Ya udah.” Jenny pun melangkah menuju elevator untuk menuju parkiran basement. Sejenak kedua gadis itu pun melenggang santai dan berhenti tepat di depan empat pintu elevator yang menutup sambil bergerak sesuai dengan pekerjaannya mengangkut seluruh pengunjung mal. Bahkan ketika Jenny dan Yuni hendak masuk, terlihat tiga orang lainnya baru saja keluar. Jenny yang merasa dirinya benar-benar bebas setelah keluar dari mal pun tersenyum lega. Ia benar-benar tidak mempercayai Yuni menghabiskan uang cukup banyak untuk sekali keluar dengan membeli tas impiannya. Tidak dapat dipungkiri Jenny merasa bahwa apa yang dilakukan Yuni memang cukup baik. Gadis itu benar-benar berpikir panjang dengan hobinya membeli barang mahal. Sebab, semua yang Yuni lakukan hanya semata-mata untuk dijadikan investiasi. Sehingga ketika dijual kembali dalam waktu lama kemungkinan akan laku beberapa kali lipat dibandingkan pembelian pertama akibat kelangkaannya orang yang memiliki seri limited edition. 0o0
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN