38. Rasa Kekhawatiran Delvin Tulus

1067 Kata
“Jen, lo di mana?” Sebuah pertanyaan dari seberang telepon membuat Jenny yang terlihat bersantai menikmati tontonan di hadapannya pun langsung mendadak terbangun. Gadis itu memang memutuskan kembali lebih cepat dibandingkan biasanya, karena kepalanya yang mendadak sakit membuat Jenny memilih pulang agar bisa beristirahat lebih cepat. “Of course di rumah,” jawab Jenny sembari meneguk air minumnya santai. “Sama Yuni enggak?” tanya Delvin lagi. “Enggak, gue sendirian,” jawab Jenny santai. “Gue balik duluan, because kepala gue mendadak sakit. Jadi, gue milih pulang dibandingkan ngebebanin mereka sama masalah diri gue sendiri.” Delvin terdiam sesaat, lalu berkata, “Jen, are you sick? Cara bicara lo ngapa jadi anak Jaksel banget.” “Really?” Jenny tertawa renyah. “Okay ... maybe gara-gara gue nonton film bahasa Inggris, jadi pengen sedikit modification sama cara bicaranya biar ada kemajuan.” “Terserah lo deh,” balas Delvin mengembuskan napas pendek. “Gue tutup dulu.” “Wait, lo benar-benar nelepon gue cuma nanyain Yuni? Oh my gosh, lo kejam, Vin!” sungut Jenny menghela napas kasar menyadari sahabatnya menyebalkan sampai menanyakan keberadaan Yuni saja, tetapi tidak dengan dirinya. Delvin yang menyadari sahabatnya kesal pun tertawa geli, lalu meredakan tawanya setelah beberapa saat. Ia masih mencari posisi aman demi Jenny tetap mau bersahabat dengan tidak mendiamkan dirinya. “Gue mau nanya masalah malam di mana gue dijebak, karena waktu itu dia sempat nanyain masalah gue. Jadi, kemungkinan besar dia mungkin masih nyimpan backup chatting buat dijadiin bukti kalau sewaktu-waktu atasan gue nanya masalah kedatangan gue ke sana,” tutur Delvin berusaha menjelaskan maksud dirinya untuk membela diri di depan Jenny. “So far ... maksudnya lo mau ngasih tahu kemajuan sama Yuni, right?” tanya Jenny menggeleng tidak percaya, lalu kembali melanjutkan, “Tenang aja. Yuni masih ada di kantor. Maybe, lo bisa nemuin dia di sana. Karena masih ada penyelidikan mandiri.” “Ya udah, nanti habis dari kantor gue mampir!” jawab Delvin memutuskan panggilan tepat ketika dirinya mendapatkan panggilan untuk segera menuju ruang atasan. Selepas menerima telepon dari Delvin yang menjadikan Jenny sedikit bersemangat setelah menggoda lelaki itu, kini Jenny tampak bangkit dari karpet bulu di kamarnya. Ia melenggang keluar menyadari sang kakak sejak tadi tidak ada di rumah. Padahal lelaki itu sempat berkata bahwa akan berada di rumah untuk beristirahat, tetapi belum beberapa menit menjanjikan diri sudah hengkang dari rumah. Tujuan Jenny melenggang keluar kamar untuk mencari cemilan di dalam lemari pendingin pun langsung bergegas mempercepat langkah kakinya. Ia membawa satu kotak berisikan dessert cookies yang menjadi kesukaannya sekaligus baru saja dibuat kemarin. Setelah selesai membawa cemilan dari dapur, akhirnya Jenny dengan kedua tangan yang masih penuh itu pun melangkah santai menuju kamarnya berada di lantai dua. Sesekali gadis itu menatap ke arah sekeliling rumah yang terlihat kosong, padahal gadis itu baru saja menyambut kedatangan sang kakak. Dengan menaruh banyak cemilan di atas meja, Jenny pun mulai memutar salah satu film yang menjadi playlist tontonan nanti. Gadis itu memilih salah satu film sudah dinantikan sejak tadi, sampai Jenny mulai memposisikan diri tepat di depan televisi besar yang memulai opening memperlihatkan rumah produksi sekaligus sutradara dan orang-orang bergabung di belakang layar. Sementara itu, di sisi lain terlihat empat orang tengah berfokus mendiskusikan tanpa melibatkan Jenny. Sebab, gadis itu mendadak sakit kepala hingga memutuskan untuk pulang membuat Alister hanya mendiskusikan banyak hal melalui Yuni, meski sedikit banyak gadis itu tidak mengetahui perihal Jenny yang sebanyak ia tahu. “Ketua Alister, bagaimana kalau besok salah satu dari kita ada yang menyamar untuk datang ke ulang tahun perusahaan NioNio Group?” usul Yuni tepat ketika ia mendapatkan kabar dari Arkan bahwa perusahaan lelaki itu tengah ulang tahun. Kemungkinan seluruh relasi orang tuanya akan datang meramaikan acara ataupun menanyakan perkembangan perusahaan di bawah kendali Arkan. “Memangnya apa yang dikatakan Arkan?” tanya Alister menghampiri Yuni yang terlihat memainkan ponsel. Sejenak gadis itu tampak memperlihatkan ponsel miliknya ke arah sang ketua tim yang menerima benda pipih tersebut, kemudian Alister mulai membaca beberapa pesan singkat dikirimkan oleh Arkanio. Ternyata lelaki itu memang mengundang secara mandiri pada petugas polisi yang hendak menyelidiki masalah kedua orang tua. Tentu saja sejak ditangkapnya beberapa hari yang lalu menjadikan Arkan sedikit bekerja sama dengan baik bersama pihak kepolisian. Terlebih yang menangani kasus adalah orang-orang kepolisian tingkat tinggi, sehingga Arkan benar-benar membantu mereka dalam memecahkan masalah, meski tidak terlibat secara langsung agar posisinya tetap aman tanpa membuat dirinya merasa terancam. “Katakan pada Arkan kalau kita akan ke sana,” titah Alister mengangguk mantap. Tepat mendengar hal tersebut, Yuni langsung memutuskan sesuai dengan pengarahan dari Alister. Gadis itu tampak sesekali mengangguk pelan ketika mulai mengetik balasan yang hendak dikirimkan menuju Arkan. “Ster, memangnya siapa yang lo kirim ke sana?” tanya Akhtar mendekat sembari memberikan laporan yang telah selesai dibuat. Alister menerima berkas tersebut, lalu menjawab, “Jenny sama gue.” “Hah? Lo yakin, Ster?” sahut Ayres tampak terkejut mendengar perkataan ketua timnya. “Memangnya siapa lagi yang mau datang?” Alister menatap satu per satu dari rekan kerjanya, kemudian menggeleng pelan. “Gue lihat lebih baik gue sendiri sama Jenny. Karena kemungkinan kalau gue datang sendiri malah jadi kecurigaan. Apalagi gue di sana enggak kenal siapa pun.” “Ada benarnya, sih,” gumam Yuni mengangguk beberapa kali. Namun, Ayres masih terlihat cemas jika melibatkan Jenny, terlebih gadis itu baru saja pulang akibat kepalanya yang mendadak sakit. Meskipun bukan hal yang mengejutkan, tetapi tetap saja terasa mengkhawatirkan jika sewaktu-waktu Jenny kembali kambuh seperti tadi. “Ya udah, pekerjaan sampai di sini aja! Gue mau ngasih laporan ini dulu ke atasan,” putus Alister melenggang keluar. Tepat sang pemimpin mereka melenggang lebih dulu, akhirnya Yuni dan kedua rekan kerja lainnya langsung memutuskan untuk keluar dari ruangan. Seperti biasa yang keluar paling akhir adalah Akhtar. Lelaki itu tampak memastikan ruangan tampak bersih dan sudah tidak ada barang yang tertinggal agar mereka tidak ada masuk untuk kedua kalinya. Di sela langkah keluar dari markas, Yuni tampak melenggang sendiri tanpa bersama Jenny, sebab sahabatnya tengah mengistirahatkan diri setelah berkutat dengan beberapa kasus tiada henti. Membuat Alister memutuskan untuk membiarkan Jenny kembali lebih dulu. “Yuni!” panggil Akhtar sedikit keras dari belakang dengan mempercepat langkah. Mendengar panggilan tersebut, Yuni pun menghentikan langkah dan berbalik menatap seorang lelaki tampan berlari tepat di belakangnya. Gadis itu tampak mengernyitkan kening bingung. “Pak Arkan, ada apa?” tanya Yuni tepat Arkan tepat di hadapannya. 0o0
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN