TIGA

1207 Kata
Andara terjaga di tengah malam dari tidurnya yang pulas. Kerongkongan wanita dua puluh delapan tahun itu terasa sangat kering, sehingga ia segera mencari segelas air yang berada di meja nakas. Akan tetapi ia lupa, jika saat ini dirinya sedang berada di rumah keluarga Adiwiguna. Mau tak mau kakinya pun bergerak untuk turun dari tempat tidur, setelah kedua bola matanya sempat menatap sekilas ke arah ibu kandung Arjuna yang masih tertidur lelap. Merasa beruntung karena tak membangunkan Ambarsari, “Kenapa sih gue sial banget hari ini? Udah dikata-katain sama si Juna, eh ini lagi pakai acara mimpi dibunuh sama dia. Memangnya gue ini ayam main asal potong, terus koit seketika? Hufttt... Pengen cepetan pulang aja gue ke rumah. Capek deh,” Andara pun keluar dari kamar tidur tersebut sembari menggerutu pelan. “Huekkk...! Huekkk...!” Akan tetapi kedua indera pendengarannya tak sengaja mendengar suara yang berasal dari dapur, “Astaga, Junaaa...!” lalu ia berlari menghampiri Arjuna yang sedang memuntahkan seluruh isi perutnya di wastafel pencucian piring kotor. Aroma alkohol yang begitu menyengat, sudah membuat wanita itu paham dengan keadaan Arjuna saat ini. Sehingga yang bisa ia lakukan untuk sementara, hanyalah mengusap punggung belakang sang CEO. Ia berharap rasa mual dan juga muntah-muntah itu tak lagi terjadi, “Daraaa... Kenapa kamu datang lagi dalam hidupku? Apa kamu nggak puas udah bikin aku gila selama ini?” namun hal tersebut ternyata berhasil membangkitkan sesuatu dalam diri Arjuna. “Auwww... Sakit, Jun. Le..lepaskan tangan ak— Hemphhh... Jun— Hemphhh...” hingga membuat Andara memekik kesakitan, sekaligus terkejut. Bagaimana tidak, saat ini bibir Arjuna sudah menempel sempurna di bibirnya, namun Andara tak bisa menolak. Pelan tapi pasti, ia bahkan ikut menggerakkan bibirnya untuk membalas ciuman tersebut. “Junaaa...” lalu sebuah erangan dari pita suara Andara, berhasil membuat libido dalam diri Arjuna melambung tinggi. “Welcome back to my kingdom, Daraaa... I'll make you fly as before. Ughhh...” hingga kejadian seperti setahun lalu pun terulang kembali. Dua ruas jari di tangan kanan Arjuna masuk ke dalam kewanitaan Andara, “Junaaa... Oughhh...” kemudian berhasil membuat wanita itu kembali meracau. Takut sang ibu akan mengetahui kekacauan yang sedang ia perbuat, Arjuna berhenti memainkan bibirnya di sepanjang leher jenjang Andara Sasmita dan kembali membungkam mulut wanita itu. Tangan kanan Arjuna Adiwiguna, pun semakin bergerak cepat di sana, “Aku bisa gila kalau kali ini kamu pergi lagi, Dara! Ughhh... Aku bener-bener bisa gilaaa...!" diikuti dengan suara hatinya yang terus menjerit. Akan tetapi saat pasokan oksigen sudah mulai menipis di paru-paru, “Hemphhh... Hemphhh...!” Andara mencoba untuk memberi tahu pada Arjuna, meski suaranya hanya bisa tercekat di tenggorokan saja. Alhasil pagutan panas keduanya pun terlepas, “Cepetan, Junaaa... Punya gueee... Achhh... Pu..punya gue udah mau ke..lu— Oughhh... Junaaa...! Achhh...” tapi racauan Andara langsung terdengar di sepersekian detik kemudian. Suka tidak suka, Arjuna berusaha mempercepat ritme permainan kedua ruas jari tangannya, karena kali ini ia ingin kembali mendekati Andara. Keputusan itu ia buat setelah dua botol whiskey berhasil masuk ke dalam perutnya. Akan tetapi entah bagaimana jadinya, jika keadaan normal kembali datang di esok hari. Yang ada dalam pikiran sang CEO hanyalah letupan cintanya bercampur kebencian, “Stop, Juna! Kamu belum pakai apa-apa itu. Di mana kondomnya, biar aku yang pasangkan ke— Oughhh...! Jun— Hemphhh...” sampai-sampai ia segera melesatkan kejantanannya ke dalam lubang nikmat milik Andara dan tidak memasang alat kontrasepsi seperti dulu. “Daraaa... Punya kamu kok jadi sempit gini sih, Sayanggg...? Ssttt... Rasanya makin enak! Oughhh..." lalu membuat konsentrasi Andara buyar seketika. Mereka bahkan saling berbagi kenikmatan, diselingi dengan ocehan kecil layaknya sepasang insan yang sedang menjalin kasih, “Junaaa... Achhh... Junnn...” “Iya, Sayanggg...” “Enak, Junnn...” “Iya, Sayang. Achhh... Punya kamu emang bener-bener enakkk... Eughhh... Aku buka dasternya ya?” “Iy..iya, tapi ja— Achhh... Jangan dirobek soalnya ini punya Ma—” “Aku tahu, Sayang. Cup.” “Juna, jang— Oughhh...” kemudian terhenti sejenak, akibat mulut Arjuna yang sudah melumat habis gundukan daging di d**a mantan tunangannya itu secara bergantian. Alhasil satu demi satu desah nikmat kembali terdengar dari dapur di rumah keluarga Adiwiguna tersebut dan berhasil membuat keduanya semakin larut dalam kenikmatan surga dunia. Sampai-sampai mereka tidak melihat sosok Ambarsari yang sedang mematung dengan mulut terbungkam oleh kedua telapak tangannya di sana. Wanita itu bergumam dalam hati, “Kamu nggak akan bisa macam-macam lagi kali ini, Mas! Pokoknya kalian harus segera menikah dan terima Dara buat kerja di kantor jadi asisten pribadimu! Mama nggak akan biarkan kamu terus main celup sana sini kayak setahun belakangan ini!” lalu berusaha menyembunyikan jejaknya di dekat lemari pendingin, saat Arjuna menoleh ke belakang. “Nggak ada orang, Sayanggg... Mama nggak mungkin bangun kalau sudah tidur pulas. Aku masukin lagi, ya? Udah mau keluar tadiii...” kemudian ibu kandung Arjuna itu segera pergi dengan kaki berjinjit menuju ke lantai atas, saat mendengar putranya berkata demikian. Semua tentu saja karena Ambarsari tidak ingin tertangkap mata kedua kesayangannya, “Tenang, Ambar. Tenanggg... Di rumah kamu ini ada CCTV ya, kan? Jadi kamu jangan katrok dan kesel karena nggak berhasil ngerekam langsung si Mas gituan sama Dara,” meski ia sangat ingin mendokumentasikan aktivitas panas tersebut dengan kamera di ponselnya. Sang ibu pun memilih untuk merekam dari layar televisi yang tersambung langsung dengan kamera CCTV dan tentu saja itu berarti ia sudah berada di dalam kamar tidurnya. Sementara kedua orang yang sedang menjadi objek tontonan menarik Ambarsari, masih masyuk dengan kenikmatan surga dunia. “Aku mau keluar, Junaaa... Oughhh... Cepetan geraknyaaa... Ughhh...” bahkan intonasi suara Andara, terdengar semakin nyaring dari beberapa saat lalu. “Ini udah cepet, Sayanggg... Ssttt... Emmm... Punyaku juga mau keluarrr...” tentu saja karena dunia mereka terasa semakin mengerucut ke satu titik yang sama-sama berada di pangkal paha. Ting tong ting tong ting tong Akan tetapi lagi-lagi sesuatu tampak mengganggu konsentrasi keduanya di sana, “Ada orang yang datang di luar, Juna. Kita harus berhenti dulu! Kamu mau ketahuan sama Tante Ambar? Awas sana aku mau ke kamar mandi!” saat bel di rumah keluarga Adiwiguna itu berbunyi keras dan pintu pagar terdengar akibat seseorang yang mungkin sudah memainkan gemboknya. Jelas saja Andara segera mengambil tindakan karena tidak ingin tertangkap oleh ibu kandung Arjuna Adiwiguna, “Iya, tapi ini su— Auwww...!” Sampai-sampai ia harus mendorong Arjuna hingga b****g pria tampan itu berhasil mendarat di lantai, “Maaf, nggak sengaja!” “Dara? Lo kenapa masih ada di rumah gue?” juga membuatnya sedikit tersadar dan kembali menjadi Doctor Octopus yang dingin dan kejam. Sayangnya Andara tak berniat membalas ocehan yang dilontarkan oleh sang CEO, “Heh, bener dugaan gue. Ternyata tadi dia mabuk, sampai nggak inget habis gituan sama gue. Bego banget sih lo, Dara! Bisa-bisanya asal buka baju kayak gini. Lo emang cewek gampangan. Pantesan si Indra lebih milih Tania dibanding elo. Begooo...!” karena ia lebih memilih untuk segera mengenakan daster milik Ambarsari sembari melangkah menuju ke kamar mandi yang berada tak jauh dari dapur. Baginya ia terlalu bodoh hingga bisa melakukan hal yang salah tanpa sebuah komitmen terlebih dahulu dari mulut Arjuna, namun bagi Ambarsari yang melihat dan juga mendengar semua kejadian tersebut, ibu satu anak itu bertekad untuk tetap menjadi mak comblang. “Sialan! Kenapa punya gue bisa basah kayak gini? Apa tadi gue sama Dara... Argh, brengsekkk...! Kenapa bisa begini sihhh...? Kondomnya mana? Gu..gue... Ap..apa gue tadi nggak pakai kondom? Sialll...! Awas kamu, Dara! Gue yakin lo pasti manfaatin keadaan gue yang lagi mabok, biar lo bisa hamil dan gue nikahin kan?! Sayangnya itu nggak akan terjadi, karena gue bakal bikin hidup lo hancur kali ini!” kendati suara sang putra juga ikut terdengar, dengan rentetan kebenciannya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN