Bab 2. Sebuah Pertolongan

1019 Kata
Aya yang lelah masih harus membuka kedua matanya di boncengan laki-laki yang menolongnya tadi. Aya baru sampai di terminal bus kota. Rupanya, laki-laki tadi benar-benar mengantarnya ke terminal. Laki-laki tadi, menepikan motornya di parkiran. Aya yang masih membawa Nala pun turun dari motornya. Laki-laki itu mematikan motor dan ikut turun dari motor. "Terima kasih banyak atas bantuannya," kata Aya menundukkan kepala dengan sopan. Setelah itu, Aya langsung berbalik dan pergi menjauh. Ia akan masuk ke gerbang bus tujuannya. Laki-laki itu memperhatikan Aya yang nampak menggigil. Pasti saat ini Aya merasa sangat ketakutan dan terguncang. Aya juga nampak kedinginan dan wajahnya pucat. Laki-laki itu pun akhirnya melepaskan jaketnya. Ia segera berlari menyusul Aya. "Tunggu!" panggil laki-laki tadi. Aya pun terhenti dan berbalik. "Ini sudah sangat malam. Cuaca juga dingin. Pakaikanlah pada putrimu," kata laki-laki tadi seraya memberikan jaketnya pada Aya. "Tapi ...." Belum sempat Aya membalas laki-laki itu, laki-laki tadi sudah berbalik dan menjauhi Aya. Ia kembali ke motornya. Aya pun tidak bisa lagi menolaknya. Saat ini, yang ada di kepalanya adalah bagaimana cara ia lari dari sini. Aya juga akhirnya berbalik lagi. Ia melanjutkan jalannya ke gerbang bus yang menjadi tujuannya. Ia berjalan masih dengan cepat sampai masuk ke dalam terminal dan tidak terlihat lagi di sana. Sedangkan laki-laki tadi, ia sudah menaiki motornya. Berniat untuk kembali pulang setelah menolong Aya. Laki-laki tadi, diam-diam melihat melalui kaca spionnya, Aya masuk ke salah satu gerbang bus. *** Nathan membuka pintu kos kamarnya. Ketika ia baru membukanya, Rendy yang ada di dalam, langsung menoleh ke arahnya. Rendy heran melihat temannya baru datang itu. "Tan? Kau baru pulang?" tanya Rendy. "Hmm," jawab Nathan singkat. "Ini, terima kasih motornya," ujar Nathan mengembalikan kontak motor milik Rendy yang tadi dipinjamnya. "Lama sekali kau pulang? Padahal, tadi kau mengirimiku pesan sekitar jam setengah dua belas. Ini sudah hampir jam tiga pagi. Dari mana saja kau? Apa ada masalah di jalan?" "Ya. Begitulah," jawab Nathan dengan langsung berjalan ke arah ranjangnya. "Masalah apa?" "Besok saja aku ceritakan. Sekarang aku lelah. Mau tidur!" Nathan berjalan ke arah ranjangnya. Rendy memperhatikan Nathan yang sepertinya setengah menggigil kedinginan. Nathan yang sudah naik di atas ranjang, segera memakai selimut tebal menutupi badannya. Dari tadi, ia juga menggertakkan giginya terus. "Kenapa wajah dan bibirmu berwarna biru? Apa kau sakit?" tanya Rendy. "Aku hanya kedinginan," jawab Nathan. "Sepertinya parah sekali? Apa kau mau minum obat?" "Mana ada kedinginan diberi obat?" "Jelas saja dingin. Lagi pula, kenapa kau tidak memakai jaket?" tanya Rendy lagi. Setelah bertanya seperti itu, Rendy teringat sesuatu. "Oh iya! Mana jaketmu? Aku ingat tadi berangkat kau masih memakai jaket." Nathan tidak menjawab. Ia lalu membalikkan badannya karena malas berbicara dengan temannya. Bukan tidak mau berbicara, hanya saja ini sudah sangat malam dan ia lelah untuk menjelaskan apapun. "Tan? Kau sudah tidur?" panggil Rendy. Nathan diam dan tidak menjawab. Rendy berdiri dan mengintip wajah Nathan yang tidur membelakangi Rendy. Rupanya, Nathan memang sudah memejamkan kedua matanya. Membuat Rendy heran. "Cepat sekali dia tertidur?" gumam Rendy bertanya pada diri sendiri. "Mungkin dia lelah?" Rendy mengangkat kedua bahunya. "Ya sudah. Tidurlah. Lagi pula, besok kau juga masih harus bekerja. Ah, maksudku nanti. Ini kan sudah pagi." Rendy lagi-lagi berbicara sendiri. Rendy pun kemudian naik di atas ranjangnya sendiri, yang bersebelahan dengan ranjang Nathan. Setelah Rendy meletakkan ponsel di meja sebelah ranjang, ia pun juga memejamkan kedua matanya. Sekian detik berlalu, suasana sudah kembali hening dan sunyi. Rendy tertidur dalam waktu singkat. Saat itu, Nathan membuka kedua matanya. Sejujurnya ia mengantuk tapi ia tidak bisa tidur. Ia tidak tahu, kenapa ia tidak bisa tidur? "Ini sudah malam. Aku tidak ingin diinterogasi. Anakku juga pasti rewel. Jadi, aku mau pulang saja." Nathan terlintas kalimat perempuan yang ia tolong tadi. Benar juga. Saat malam tiba dan pikiran sudah lelah, kadang kita justru malas menjelaskan apapun. Sama seperti Rendy yang ingin bertanya, tapi Nathan malas menjelaskan. Nathan jadi memutar kembali memori tantang perempuan tadi ketika masih ada di terminal bus. Saat itu, Nathan dalam perjalanan pulang dari terminal bus setelah mengantar perempuan yang ditolongnya. Ketika ada di gerbang keluar terminal, Nathan terhenti. Ia melihat suasana terminal sangatlah sepi. Tentu saja, karena ini tengah malam. Mendadak, Nathan jadi tidak tenang. Nathan pun memutuskan untuk memutar balik motornya dan kembali ke tempat awal saat ia tiba tadi. Entah, apa ini adalah rasa kemanusiaan atau hati nurani? Yang jelas, Nathan tidak bisa meninggalkan perempuan dengan menggendong anak kecil begitu saja di dalam bus lewat tengah malam seperti ini. Nathan mematikan motornya. Ia lalu turun dari motornya dan segera berlari ke arah gerbang bus tempat perempuan tadi masuk. Ia mencari di mana perempuan tadi. Tepat saat itu, ia melihat perempuan itu sudah duduk di salah satu bus yang terlihat dari kaca luar. Nathan memutuskan untuk berdiri dan menunggu di sana, sampai bus itu berjalan. Namun, sudah sekitar satu jam lebih, bus itu tidak segera berangkat. Nathan pun berjalan ke arah kondektur bus yang saat itu ada di dekat pintu masuk bus. "Permisi, Pak? Kenapa dari tadi busnya tidak segera berangkat? Ini sudah sangat malam," tanya Nathan. "Justru karena sangat malam itu, kita harus menunggu busnya penuh. Paling tidak, sisa sedikit bangku yang kosong. Jadi, kita tidak terlalu rugi," jawab kondektur bus. "Tapi, Pak! Mungkin saja ada penumpang dengan keperluan mendesak yang harus segera berangkat!" "Jadi, apa Mas mau menanggung kerugian kalau kita berangkat sekarang?" "Berapa uang yang diperlukan? Aku akan membayarnya!" kata Nathan mantap. Kondektur itu nampak tercekat saat mendengar kalimat Nathan. Seperti itulah kejadiannya. Yang membuat Nathan sampai pulang sangat telat hanya karena ia memastikan busnya segera berjalan. Agar, perempuan tadi tidak menunggu terlalu lama. Meski, sebenarnya saat bus sudah berjalan pergi, ia masih tidak tenang. Selamatkah perempuan tadi sampai di rumah? Mengingat sekarang sudah malam menjelang pagi. Nathan sering melihat tentang kekerasan rumah tangga di acara televisi. Ia tidak menyangka jika ia melihatnya langsung malam ini. Nathan bingung, kesalahan apa yang dilakukan seorang istri, sampai suami memukul istrinya sendiri. Bahkan, sampai mau membunuhnya? Nathan memahami rasa ketakutan yang dialami perempuan tadi. Kalau bukan karena anak yang ada di gendongannya, mungkin saja perempuan itu pingsan karena rasa mencekam yang dialaminya. Susah untuk mengakui, namun Nathan masih mengkhawatirkan perempuan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN