Aya sudah sampai di pengadilan. Akhirnya, ia tadi pergi menuju ke pengadilan ini dengan menggunakan bus umum. Untung saja, Nathan meninggalkannya tidak jauh dari halte bus biasanya. Aya berjalan masuk melewati pintu gerbang pengadilan. Di sana, ia melangkahkan kakinya dengan lemas. Sama sekali tidak bersemangat. Sangat berbeda dengan awal ketika ia akan berangkat bersama Nathan tadi. Entahlah? Apa yang sebenarnya sedang dipikirkan Aya? Ia merasa bukan hanya kepalanya yang penuh, namun juga pergelutan hati yang tidak bisa ia jelaskan. Membuatnya kecewa, marah, sedih, kesal yang bercampur jadi satu. Aya sudah berada di area halaman, dan langsung memasuki gedung pengadilan. Di sana, ia segera menuju ke resepsionis dan memberikan surat yang menunjukkan jadwal panggilan sidang pertama per