"Anak kuliahan? Apa Papa sudah gila ingin menikahiku dengan seorang bocah?!" Garis rahang Regan mengeras, manik legamnya yang dihias bulu mata lentik itu membidik lurus ke arah Haris yang tampak santai membaca koran di tangannya.
Bulan depan usia Regan memasuki pertengahan tiga puluh lima, dan orang tuanya semakin gencar mencari calon pendamping hidup untuknya, bahkan sejak Regan memasuki kepala tiga, tepatnya lima tahun lalu. Namun hingga sekarang belum satu pun wanita pilihan Haris berhasil menarik hati Regan.
Mungkin yang Regan katakan benar, Haris memang sudah gila karena kelakuan putranya. Sudah puluhan anak relasinya ia kenalkan kepada Regan, dari wanita pembisnis sampai wanita pengangguran yang kerjaannya hanya shopping dan menghambur-hamburkan uang, tapi semuanya Regan tolak mentah-mentah dengan alasan klise, tidak cocok.
"Setelah Papa gagal mengenalkanku pada janda beranak dua, kini Papa mencoba untuk mencari daun muda?"
Saking putus asanya, Haris sampai nekad mengenalkan Regan kepada janda beranak dua. Tapi tentu saja latar belakang wanita itu bukan orang sembarangan. Dia anak dari pemilik Toko Emas terbesar di Kota ini.
"Siapa tahu seleramu daun muda," jawab Haris seraya melipat koran lalu meletakannya di atas meja.
Mendengar jawaban Haris, Regan menggelengkan kepala tidak habis pikir.
Regan El Oliver lahir dengan Sendok Emas, yang artinya memiliki keberuntungan baik dan kaya raya. Selain lahir dari keluarga yang kelebihan ekonomi, Regan juga dibekali wajah menawan serta kapasitas otak yang besar. Bahkan Regan sudah dipercayai menjadi Pimpinan Perusahaan raksasa milik Haris saat usia pria itu baru menginjak kepala tiga berkat kepandaian pria itu dalam berbisnis.
Hidup Regan sempurna. Dengan karir cemerlang dan wajah tampan rupawan yang dimilikinya, Regan dapat memikat jutaan hati wanita dengan satu kali kedipan mata. Sayangnya, Regan tidak memiliki keahlian pada bidang itu. Tapi bukan berarti Regan mengizinkan orang tuanya untuk mencampuri kehidupannya sampai sejauh ini, 'kan? apalagi ini tentang wanita yang akan menjadi teman hidupnya.
"Pernikahan itu harus didasari oleh rasa cinta, Pa."
Pada dasarnya, statusnya saat ini adalah pilihan Regan. Bukan karena ia tidak pandai mendekati wanita, hanya saja hatinya masih terbelenggu pada cinta pertamanya. Seseorang yang tidak mungkin bisa Regan miliki.
Haris tertawa. “Tapi kamu terlalu sibuk untuk mencari cinta. Makanya Papa bantu carikan." balas Haris. Kali ini ia tidak akan membuat Regan menolak dijodohkan.
Haris melempar map coklat ke hadapan Regan, yang sedetik kemudian langsung Regan buka dan dilihat isinya. Kening Regan mengerut saat mendapati foto seorang wanita di dalamnya. Regan yakin gadis itulah yang akan dijodohkan dengannya. Dilihat dari wajah dan tinggi badannya, wanita itu lebih mirip anak SMA daripada seorang mahasiswa.
"Namanya Ranaya. Anaknya Nanta, kamu pasti masih mengingat Nanta, 'kan?"
Pandangan Regan beralih ke Haris. "Mantan Sekretaris Papa?" tebaknya ragu.
Anggukan di kepala Haris membuat Regan sedikit tertegun. Dari semua wanita yang Haris kenalkan kepadanya, Ranaya yang paling biasa saja, bahkan bisa dibilang paling rendah dari segi latar belakang. Kalau dari penampilan, Ranaya juga yang paling sederhana, namun Regan akui wanita itu cantiknya natural.
Raut wajah Regan sedikit mengendur, gelagatnya pun tidak setegang sebelumnya. “Dia sudah semester berapa?"
Pertanyaan Regan berhasil menimbulkan keterkejutan di wajah Haris. Selama lima tahun Haris menjalankan misi mencari jodoh untuk Regan, baru kali ini pria itu bertanya tentang wanita yang akan dikenalkan kepadanya. Sepertinya, Regan tertarik kepada Ranaya.
"Sudah semester akhir. Yaya sedang menyelesaikan skripsinya."
Regan berdehem, entah sadar atau tidak ia menjawab, "Kalau begitu tunggu dia lulus dulu."
Kontan, sepasang mata Haris melebar. Tubuhnya langsung menegak, ia tidak percaya Regan akan menerima Ranaya dengan secepat ini.
"Kamu mau menikahi Yaya?"
Regan mengangkat pundaknya dengan wajah datar. “Aku tidak punya pilihan, 'kan?" jawabnya. Senyum lebar langsung terpatri di wajah berseri Haris.
"Papa akan segera mencari tanggal yang pas untuk pertemuan kalian."
"Kalau bisa jangan minggu ini." jawab Regan sembari bangkit dari duduknya.
Haris ikut berdiri, ia mengekori Regan yang berjalan keluar dari ruang kerjanya sambil berkata, “Ya. Papa akan kirimkan nomor ponsel Yaya. Kamu bicarakan saja tanggal pernikahan yang bagus."
Langkah Regan berhenti mendadak, membuat Haris tidak sengaja menabrak bahu lebar Regan saking seriusnya mengikuti jejak pria itu.
"Pertemuan, Pa. Pernikahannya masih lama." tekan Regan.
"Tapi kalau bisa jangan terlalu lama." balas Haris. Regan hanya mendengus dan melanjutkan langkahnya keluar dari kediaman rumah orang tuanya itu.
* * *
Unknown : Ini saya Regan El Oliver. Hari sabtu jam 7 malam, temui saya di hotel Beelvera.
Kening Yaya mengerut membaca pesan masuk dari nomor tidak dikenal. Siapa Regan El Oliver? Kurang ajar sekali dia mengajaknya ketemuan di Hotel, kenal saja tidak!
"Kamu lagi ngapain, Ya?"
Yaya terkesiap, hampir saja ponsel digenggamannya terlempar begitu saja saat mendengar suara ayahnya yang tiba-tiba muncul.
"Lagi revisi skripsi, Yah. Besok Yaya ada bimbingan sama dosen." jawab Yaya sembari meletakkan ponselnya ke atas meja belajar.
Nanta yang semula berdiri diambang pintu kini berjalan menghampiri putri bungsunya itu.
"Sebenarnya ada yang mau Ayah bicarain sama kamu, tapi tunggu kamu selesai aja deh, Ya." ujar Nanta. Pria paruh baya itu berdiri di belakang Yaya sambil menatapi laptop Yaya yang menyala, menampilkan file skripsi sang anak yang sedang direvisinya.
Yaya menoleh ke belakang dan mendongak, posisinya yang duduk mengharuskan ia mengangkat kepalanya guna menatap wajah sang Ayah. “Bicara soal apa, Yah? Yaya nggak keberatan kalau Ayah mau bicarain sekarang."
Sepasang alis lurus Nanta terangkat. “Begitu ya, Ya?"
Yaya mengangguk. Membuat Nanta mendaratkan bokongnya ditepi ranjang Yaya yang tidak jauh dari tempat Yaya berada.
"Kamu sudah punya calon, Ya?"
Yaya terdiam sesaat, sedikit menegang karena ia belum pernah membicarakan perihal ini dengan ayahnya. Jangankan membahas soal 'Calon', pacar saja Yaya tidak punya.
Dengan malu-malu Yaya menggelengkan kepalanya. “Aku masih pusing mikirin skripsi, Yah. Nggak sempet mikirin cowok." jawab Yaya diiringi tawa kecil.
Wajah sumringah Nanta langsung terlukis jelas. “Bagus kalau gitu, Ya." balasnya.
Melihat ekspresi berlebihan dari sang Ayah, tawa Yaya bertambah kencang. Yaya tahu kalau ayahnya itu khawatir ia berniat menikah sehabis lulus kuliah nanti. Apa lagi Nanta hanya tinggal berdua dengannya, jika Yaya menikah, siapa yang akan menemani Nanta?
Yaya beranjak berdiri dari kursinya, gadis itu lantas mendaratkan bokongnya di sebelah Nanta. Tangannya bergerak menenggelamkan punggung tangan Nanta ke dalam genggamannya.
"Yaya masih belum kepikiran untuk menikah, Yah. Ayah tenang aja." Yaya berkata demikian bermaksud ingin menenangkan Nanta, tapi raut Nanta malah berkata sebaliknya.
"Kenapa, Ya? Padahal Ayah sudah punya calon untuk kamu."
Kini, giliran Yaya yang berubah ekspresi. Keterkejutan gadis itu tidak dapat tertahankan.
"Calon? Siapa?!" spontan Yaya bertanya dengan nada tinggi, tapi tidak ada kemarahan yang terdeteksi diwajah manisnya.
"Anaknya Pak Haris."
Rahang Yaya seketika terjatuh. Ia jelas mengenal Haris Oliver. Seingat Yaya, ayahnya tidak memiliki teman bernama Haris selain mantan Bos ayahnya itu. Bahkan belum lama ini Yaya tidak sengaja bertemu dengan Haris di sebuah Restaurant Bintang Lima saat Yaya menghadiri acara ulang tahun teman kampusnya. Dan Yaya juga tahu kalau hubungan Haris dengan ayahnya masih terjalin baik sampai sekarang. Hanya saja, untuk menjadi bagian dari keluarga Haris... Yaya rasa ia tidak pantas.
"Bukannya anaknya Pak Haris cuma satu ya, Yah? Dan dia seorang CEO, 'kan?"
Dengan mantap Nanta mengangguk. Perlahan raut wajah Yaya semakin menyusut. Ya Tuhan, mana mungkin seorang CEO yang relasinya orang-orang petinggi semua mau menikah dengannya yang notabene dari kalangan orang biasa? Nanta pasti sedang bergurau!
"Ayah jangan bercanda, deh! Dia mana mungkin mau sama aku." Sambil tertawa renyah Yaya berkata demikian.
"Mau, kok! Pak Haris mengundang kita makan malam di rumahnya besok, kalau kamu menerima perjodohan ini, Regan siap menikahi kamu setelah lulus kuliah."