NERAKA PADA MALAM HARI

1860 Kata
‘Aku mencintaimu tanpa alasan. Jika kau bertanya apa alasanku, maka aku hanya bisa menjawab … karena aku mencintaimu.’ __ Hana dan Vin saat ini sedang berada di rumah keluarga besar mereka. Keduanya memamerkan kebahagiaan mereka, bahkan sesekali Vin mencium pipi Hana, lalu mencubitnya gemas. Sedangkan Hana … wanita itu hanya tersenyum kaku. "Jadi, apa kalian belum berniat memberi kami cucu?" tanya Tuan Arexshion, ia memandang penuh arti pada pasangan suami-istri yang sedang terdiam sambil menyantap jamuan makan malam milik mereka masing-masing. Hana berhenti sejenak, lalu menatap nanar pada piring yang masih menyisakan beberapa potong steak, sedangkan Vin tersenyum kecut menanggapi pertanyaan ayahnya sendiri. "Kami belum memikirkan hal itu, Ayah. Hana kelihatannya masih ingin menikmati masa pernikahan kami. Benarkan, sayang?" tanya Vin sambil menatap Hana. Vin dengan sengaja menekan kata ‘sayang’ diujung kalimatnya, ia juga menatap dalam mata wanita yang kini memandangnya dengan kaku. "Y-ya, kami belum siap dengan hal itu,Ayah," jawab Hana, wanita itu langsung saja mengalihkan tatapannya dari Vin. "Jangan terlalu lama menunda, kalian masih muda. Lagi pula tidak ada salahnya kalian mencoba memiliki seorang anak," ucap Nyonya Charvillia menasehati anaknya. "Ibumu benar, kau harus memberi suamimu seorang anak. Yah … hubungan kalian pasti akan lebih baik jika ada anak diantara kalian. Bukan begitu?" timpal Tuan Charvillia. Perkataan pria paruh baya itu mendapat anggukan dari ketiga orang tua lainnya. "Ayah, kami akan memikirkannya nanti," jawan Vin. Pria itu menahan emosinya, dia benci pertanyaan yang dilontarkan para orang tua padanya. Vin kemudian menatap Hana dari ujung matanya, wanita itu menunduk sambil memainkan kakinya yang berada dibawah meja. Vin cukup tahu kebiasaan itu, kebiasaan yang dilakukan Hana jika terlalu banyak berbohong. "Apa kau sudah selesai makan sayang?" tanya Vin sambil memegang tangan Hana. Hana menatap Vin, lalu mengangguk. "Astaga … menantuku yang cantik ini. Kau harus banyak makan, jangan terlalu takut tubuhmu menjadi lebih berisi," nasihat Nyonya Arexshion. "Nah, ibu mertuamu benar. Kau harus makan dengan teratur. Dan ingat … jaga kesehatanmu," timpal Nyonya Charvillia pada anaknya. "Aku akan selalu sehat, Ibu," jawab Hana sambil menatap dua wanita yang selalu tersenyum hangat. "Kakak pergi ke mana?" tanya Vin pada ayah dan ibunya. "Kakakmu? Dia lebih suka keluar negeri dan mengurus Fashion Show-nya di Paris." keluh Nyonya Arexshion. "Bahkan Ibu sudah lelah memintanya berhenti sejenak dan memikirkan pernikahan." "Jangan terlalu mengekangnya, kau tahu betapa keras kepalanya puterimu itu," nasihat Tuan Arexshion pada istrinya. "Ah ya, bisakah kalian menginap disini? Ayah ingin sekali kalian menginap malam ini," pinta Tuan Arexshion pada putranya. Mendengar permintaan ayahnya, Vin langsung termenung. Haruskah? Hanya itu pertanyaan yang ada dalam benaknya. Hana menatap Vin, meminta sang suami membebaskan mereka dari permintaan para orang tua. Dia tak ingin Vin semakin membencinya jika terus berada dalam paksaan orang tua mereka. "Bagaimana? Apa kalian bisa menginap disini malam ini?" tanya Tuan Arexshion lagi. "Ayolah, Ibu sangat merindukan kau dan Hana. Setelah pernikahan kalian waktu itu, baru sekali ini datang kesini. Ibu mohon, sayang," pinta Nyonya Arexshion sambil menatap putranya. Vin hanya mengangguk, dia tak ingin kembali berdebat dengan ibunya kali ini. Sedangkan Hana … wanita itu merasa gugup. Apa yang akan terjadi jika dia dan Vin bersama lebih lama? Apa mereka akan baik-baik saja? Mau atau tak mau merek harus berbagi kamar kali ini. … Nyonya dan Tuan Charvillia saat ini sedang berada di pintu depan rumah keluarga Arexhion, kedua orang itu harus segera terbang ke China guna mengurus bisnis mereka di sana. Kantor cabang mereka yang ada di sana sedang dalam masa yang sulit, mau tak mau mereka harus turun tangan untuk membuat anak perusahaan itu lebih stabil lagi. Nyonya Charvillia mencium pipi anaknya, lalu memeluk putri semata wayangnya itu, sedangkan sedangkan sang suami tersenyum menatap keduanya. Hana hanya diam, dia tak bisa merasakan apa pun, ia sudah terbiasa dengan kondisi di tinggal bepergian oleh orang tuanya. "Jadilah istri yang baik, Ayah dan Ibu akan kembali setelah beberapa bulan. Vin, jaga Hana untuk kami," ucap Nyonya Charvillia. "Ibu, aku pasti akan menjaganya," balas Vin sambil menatap Hana, tak lupa ia tersenyum. “Tenanglah, kami juga pasti akan menjaga menantu kami dengan baik," ucap Tuan Arexshion. "Baiklah, kami berangkat dan sampai jumpa," ujar Tuan dan Nyonya Charvillia secara bersamaan. Hana mengangguk, ia tak mengatakan apa pun. Wanita itu menarik napasnya panjang, lalu mencoba mengucapkan salam perpisahan. "Sampai jumpa." Hanya itu ucapan yang mampu Hana lontarkan pada ayah dan ibunya. Kedua orang itu kemudian masuk ke dalam mobil, lalu pergi dari pekarangan rumah mewah keluarga Arexshion. Sepeninggalan kedua orang tuanya, Hana dan juga Vin saling bertatapan, sedangkan Tuan dan Nyonya Arexshion memilih masuk kedalam rumah. "Bagaimana ini?" tanya Hana sambil menunduk. "Kau akan tidur di lantai malam ini! Dan … tidak ada penolakan!" balas Vin pelan. Tetapi … tentu saja ucapannya serat dengan nada perintah dan ancaman. "Ba-baik," jawab Hana gugup. "VIN, CEPAT BAWA ISTRIMU MASUK!" teriakan itu berasal dari Nyonya Arexshion. … "Baiklah, aku mengerti, dan aku mencintaimu." Suara lembut itu megalun dari bibir seorang wanita, ia kini sedang duduk berdampingan dengan Pelayan Shin. Adela tersenyum lembut, dirinya sedang menerima panggilan telepon dari suami tercinta. "Besok, aku akan pulang dan bersama denganmu lagi sayang, jangan menangis ne, aku mencintaimu," ucap Vin. "Ya, aku mengerti. Tidurlah, besok kau harus menghadiri rapat, bukan? Jangan lupa makan dan juga kau harus kembali dengan sehat. Aku menunggumu dirumah," ujar Adela lagi. "Ya, aku juga sangat mencintaimu, selamat malam dan tidurlah, sayang. Jangan lupa makan, aku sangat mencintaimu, maafkan aku, karena tak berada disampingmu." "Aku lebih mencintaimu. Jangan meminta maaf, kau tak melakukan kesalahan apa pun," balas Adela. Tak berapa lama panggilan itu terputus, Adela juga langsung tersenyum bahagia, dia sangat mencintai suaminya, dan tak pernah merasa kecewa walau pria itu terkadang punya kesibukan lain. "Nyonya, apa Anda perlu sesuatu?" tanya Pelayan Shin. "Tidak, aku hanya ingin tidur, Pelayan Shin.” balas Adela. Pelayan Shin hanya mengangguk, menatap sedih ke arah Adela. Wanita yang tak tau apapun, Wanita yang nasibnya sama dengan Hana. Tapi … di balik itu semua, Pelayan Shin lebih cemas tentang bagaimana keadaan Hana. Wanita yang kuat … bahkan sangat kuat. Wanita yang sesungguhnya sangat dilukai dalam segala hal yang dirinya cintai. "Nyonya, saya akan mengantar Anda kekamar." Adela hanya mengangguk, lalu tersenyum lembut. Sedangkan Pelayan Shin hanya menunduk, dia terlalu miris dengan keadaan yang dihadapi dua orang Nyonya dalam mansion indah tempat dia bekerja dan bernaung … ‘Tidak … aku mencintaimu dari hati, bukan dari logikaku. Cinta yang aku rasakan bukan sebuah suratan, tapi cinta yang tersirat sangat dalam di sini. Di hatiku.’ __ Hana saat ini sedang berbaring di atas lantai, mencoba memejamkan mata indahnya, dan melawan rasa dingin yang ada di tubuhnya. "Jangan berisik, atau kau akan tidur dibalkon kamar!" ucap Vin. Ia mendengar Hana yang sedikit berisik, sangat mengganggu menurutnya. "Ma-maafkan aku," jawab Hana sambil memejamkan matanya. Wanita itu menahan isak tangisnya, dalam diam bahunya bergetar hebat. Sakit, perasaan yang terus saja menyiksanya. Perasaan cinta yang teramat sangat dalam, perasaan yang membuatnya terus bertahan untuk hidup bersama suaminya yang kejam itu. Vin segera menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal, pria itu berbaring dengan tenang di atas kasur empuknya. Vin yang dalam posisi telentang menatap langit-langit ruangan, ada sesuatu yang melintas begitu saja dalam ingatannya, dan itu jelas sangat mengganggunya. -FLASBACK ON- "Kau! Kau sangat kejam, Vin! Bagaimana bisa kau mengatakan itu semua, hah? Mengatakan hal kejam, mengatakan kata-kata pedas nan kasar pada seorang wanita yang mencintaimu begitu dalam! Kau … di mana hatimu?" "Aku tak pernah perduli! Dia meninggalkanku, dan dia mengingkari semua janjinya padaku!" "Dia tidak meninggalkanmu, dia sakit dan dia perlu perawatan! Kau tau? Kondisinya sedang kritis, dia dalam keadaan kritis!" "Aku tak akan perduli, biarkan dia mati dan aku akan bahagia!" ucap Vin pada kakaknya. Kedua saudara itu saling memandang dengan sengit, Dami kemudian menggelengkan kepalanya. "Apa karena w************n itu? Wanita yang kau temui di sebuah bar dan di jual dengan harga murah meriah? wanita yang dilelang oeh sahabatmu? Kau hanya terobsesi pada wanita itu, kau tidak mencintainya, Vin Arexshion!" "BERHENTI! JANGAN MENYEBUT ADELA w************n, KAKAK!" "Lalu apa? Dia menjual dirinya dengan suka rela, Vin Arexshion! Dia yang menyebabkan Hyunjin bunuh diri!" "Mengaku saja jika kau masih cemburu karena Hyunjin lebih mencintai Adela daripada wanita sepertimu! Jangan mempermalukan dirimu lebih jauh. Adela wanita baik dan wanita yang akan aku cintai mulai Saat ini!" PLAK!!! Suara tamparan itu menggema dengan keras dalam ruangan kamar besar milik Vin, Dami memandang adiknya dengan mata memerah. Hyunjin mantan tunangannya, pria bodoh yang telah mati hanya demi menyelamatkan Adela. Adela sialan itu adalah wanita yang menggagalkan pernikahan mereka, dan Hyunjin menukar hidupnya hanya demi menyelamatkan wanita yang kini bersama adik kesayangannya. Wanita yang membuat Hyunjin memilih kematian demi hidup Adela. Hyunjin mati demi Adela, menukar hidupnya demi wanita itu. Bodoh … sungguh bodoh! Hyunjin meninggalkannya di sebuah gereja, membuatnya menahan malu di antara para tamu undangan yang terus berbisik dan menatapnya dengan tatapan merendahkan. Semuanya kebahagiaannya hancur karena p*****r kecil sialan itu. "Kau menamparku, hanya demi wanita sekelas Hana?" tanya Vin, pria itu menatap kakaknya. “Dan kau juga merendahkan kakakmu sendiri hanya demi p*****r terkutuk itu.” “Kau!” Vin mengepalkan tangannya erat, ia tak suka dengan sebutan sang kakak yang ditujukan pada Adela, wanita cantiknya punya nama, wanitanya bukan p*****r. "Kau bahkan buta hanya karena wanita itu, benar? Kau melupakan fakta jika wanita itu membuat pernikahanku batal? Kau melupakan fakta jika kakakmu terpuruk dalam cintanya dan hampir mati hanya karena wanita itu? Kau sangat jahat, Vin Arexshion, kau sangat bodoh!" "Aku mencintai Adela! Aku tak perduli jika dia mantan p*****r! Yang jelas aku mencintainya!" "Apa kau sudah menyentuh wanita itu? Racun macam apa yang dia gunakan? Sampai kau bertekuk lutut padanya, sampai kau buta, sampai otakmu tak ada, dan sampai hatimu mati?" tanya Dami. Vin hanya diam, dia tak pernah menyentuh Adela karena dia merasa harus menjaga wanita itu. "Aku pergi, berdebat denganmu sama saja aku berdebat dengan seongkok kotoran!" ucap Vin sambil berlalu pergi, meninggalakan kamarnya yang kini hanya ada Dami di dalamnya. "Aku pastikan … aku pastikan kalian tak akan pernah menemukan apa itu kebahagiaan. Aku pastikan kalian akan menyesal! Dan aku pastikan Hana akan terus hidup dan sembuh! Kau lihat saja, jika kau kembali pada Hana, maka kau akan menyadari jika cintamu hanya untuknya. Tapi jika kau tak tergoda untuk kembali pada Hana, maka aku akan merestui hubunganmu dan Adela, lalu aku akan memaafkan Adela demi kebahagiaanmu! Asal kau tahu, Hana mencintaimu, dia rela mencintaimu walau terasa sakit saat jantungnya berdetak tak karuan. Dia ingin terus mencintaimu, itu sebabnya dia pergi keAmerika dan mencari kesembuhan!" teriak Dami panjang lebar. Vin berhenti sejenak, berhenti mendengar penuturan kakaknya. Kakinya terasa berat untuk melangkah, namun dengan sekuat tenaga Vin tetap beranjak pergi. -FLASBACK OFF- Vin menarik napasnya, lalu mengalihkan tatapan matanya pada Hana yang kini sedang tertidur di atas lantai. Vin kemudian menatap dalam punggung wanita yang kini sedang bergetar hebat. Perasaan itu, perasaan yang masih ada dalam hatinya, perasaan yang masih bercampur dengan rasa benci. "Maaf," gumam Vin, hanya sebuah bisikan untuk dirinya sendiri. __ ‘Hati ini masih terlalu sakit. Masih terlalu banyak racun didalam sana. Tolong, jangan buat aku kembali jatuh untuk mencintaimu, karena saat ini ada satu hati yang seharusnya aku jaga. Kau bisa, kau bisa untuk terus bertahan. Tapi dia rapuh dan perlu untukku peluk.’
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN