Saat pagi tiba, aku selalu menantimu tersenyum untukku. Seperti apa yang sering aku bayangkan.
***
Dulu Genta pernah membayangkan hidup bersama Elea. Saat pagi tiba, Elea akan mencium tangannya sebelum Genta pergi bekerja, dibarengi dengan senyuman manis dan kata-kata 'hati-hati di jalan'. Lalu saat ia pulang, Elea akan menyambutnya, dibarengi dengan senyuman lagi dan bertanya 'gimana kerjaan hari ini?'.
Tapi sepertinya itu tidak akan pernah Genta rasakan. Tadi pagi sebelum berangkat sekolah, jangankan mencium tangannya, Elea melihatnya saja tidak. Elea tetap di kamar mungkin sampai ia tidak ada di rumah. Jadi, mungkin reaksi Elea juga akan sama saat ia pulang sekolah.
Dari pada pulang ke rumah, Genta lebih memilih mencari pekerjaan. Hari ini adalah hari keberuntungannya. Saat ia mengajukan sebagai diri untuk melamar pekerja paruh waktu di sebuah cafe, manager cafe langsung menerimanya lalu berkata,
"Wajah kamu ganteng dan itu akan menarik perhatian pengunjung."
Katanya begitu. Genta bersyukur, setidaknya ia akan menerima bonus dari ketampanannya, mungkin.
Genta bekerja setiap hari sepulang sekolah sampai jam 9 malam. Berlaku juga untuk sabtu dan minggu. Hanya saja jika weekand, jam kerjanya akan full dari jam 9 pagi sampai jam 10 malam.
Seperti sekarang, Genta yang bekerja sebagai pelayan harus bolak-balik kesana-kemari untuk mengantar pesanan dan mencatat pesanan pelanggan.
Kata Rara, salah satu rekan kerjanya yang bekerja full time di sini, sore ini cafe sangat ramai dari biasanya padahal ini hari weekday. Itu terjadi saat foto Genta di posting di official akun i********: cafe ini, lalu mengundang banyak pelanggan yang berkunjung ke cafe.
"Mas, saya pesen burger ukuran medium dua sama cola-nya juga dua," ujar salah satu pelanggan perempuan kepada Genta.
Genta tersenyum. "Iya. Ada lagi?"
"Cheese cake satu. Bonusnya nomor telepon dong," sahut pelanggan yang satunya lagi.
Genta hanya tertawa pelan menanggapinya. "Baik. Ditunggu ya pesanannya," katanya.
Genta berbalik menuju ke arah kasir untuk memberikan catatan pesanan itu.
"Ini." Genta menyerahkannya kepada Rara yang bekerja sebagai kasir. Ia masuk ke balik meja kasir dan minum disana.
Genta merasa lelah padahal baru bekerja tiga jam. Mungkin begini susahnya mencari uang.
"Biasa aja dong," celetuk Rara.
"Haus banget gue," katanya setelah meneguk setengah botol air mineral.
Rara terkekeh pelan. "Yaudah sana. Semua pelanggan celingukan nyariin lo."
Genta terkekeh. Ia tidak menyahut dan langsung menuju pelanggan yang baru saja datang.
***
Elea duduk lesu memandang televisi yang menayangkan sinetron. Sudah hampir jam sepuluh malam tapi Genta belum juga pulang. Sedangkan di luar langit bergemuruh seperti akan turun hujan.
Tunggu, seharusnya Elea tidak perlu memikirkan Genta. Mau Genta telat pulang atau tidak pulang sekalipun bukan urusannya.
Seharusnya seperti itu. Tapi ada sesuatu hal yang membuat Elea menunggu kepulangan Genta. Seperti malam sebelumnya Elea ngidam bubur kacang hijau, kali ini Elea ngidam mie ayam bakso yang biasa mangkal di depan kantor bupati.
Kali ini Elea tidak ingin menahan keinginannya. Kemarin saja Elea menahannya membuatnya susah tidur karena terbayang bubur kacang hijau itu. Alhasil ia tidak bisa tidur dan hanya menangis semalaman.
Tiba-tiba matanya berkaca-kaca saat melihat sinetron yang adengannya sedang makan mie ayam. Elea ingin itu tapi ia harus apa? Elea tidak mungkin beli ke sana sendirian malam-malam seperti ini.
Perempuan itu menutup wajahnya dengan telapak tangannya lalu terisak pelan.
"Hiks.. Hikss!!"
Elea terisak karena merasa tidak bisa lagi menahan keinginannya. Sampai suara motor terdengar berhenti di depan rumahnya, namun Elea tidak menyadari itu.
Pintu rumahnya terbuka, Genta masuk sambil menunjukkan ekspresi terkejut saat mendapati Elea menangis.
"Elea, lo kenapa nangis? Perutnya sakit? Atau kenapa?" tanya Genta penuh khawatir.
Elea masih belum menjauhkan telapak tangannya. Genta duduk di samping Elea lalu menaruh tas dan plastik yang dibawanya di atas meja.
"Lo kenapa nangis? Kenapa belum tidur? Lo sakit, Lea?" tanya Genta lagi.
Elea sontak menjauh saat Genta duduk di sampingnya dan menyentuh bahunya.
"Kemana aja lo? Jam segini baru pulang. Ini yang lo bilang tanggung jawab hah?" tanya Elea dengan nada sedikit meninggi.
Genta menggeleng. "Gue—"
"Kalo lo nggak niat tanggung jawab, dari awal harusnya lo nggak usah berlagak jadi pahlawan kesiangan!!"
"Dengerin gue dulu, Lea," ucap Genta dengan lembut. "Gue habis kerja dan baru selesai jam sembilan. Gue juga nyari ini dulu buat lo."
Genta menunjukkan satu kotak s**u ibu hamil kepada Elea. "Gue nggak yakin gue bisa kasih makan lo sama bayi itu makanan yang sehat dan bergizi setiap hari, makanya gue beli ini buat lo. Seenggaknya dengan s**u ini dia akan terus sehat."
Satu tetes air mata jatuh lagi tanpa Elea sadari.
"Sorry gue nggak bilang sama lo karena gue pikir lo nggak bakalan mau tau tentang gue," ujarnya lagi. "Gue beli bakso. Tapi cuma satu. Gue kira lo udah tidur makanya gue cuma beli satu. Lo mau?"
Elea diam dan masih menatap Genta.
Suatu keajaiban untuk Genta saat Elea mau menatapnya lagi.
"Lo kenapa nangis?" tanya Genta pelan. "Apa sesuatu terjadi pas gue nggak ada?"
"Gue..." Elea menggantung ucapannya. Tiba-tiba ia merasa gengsi untuk mengungkapkan keinginannya seperti tadi malam. Tapi Elea ingin malam ini tidur nyenyak tanpa ada bayang-bayang mie ayam. "...pengin mie ayam bakso."
"Tapi itu gue bawanya bakso. Bakso aja ya?"
Elea berdecak. "Gue maunya mie ayam bukan bakso. Nggak peka banget sih istri lagi ngidam juga!" Elea merengek tanpa sadar.
Kedua sudut bibir Genta terangkat secara otomatis. Nggak peka banget sih istri lagi ngidam juga. Apa Elea baru saja menyebut dirinya istri?
"Kenapa tadi nggak telepon aja?" tanya Genta dengan senyum masih tercetak dibibirnya.
"Nomor lo gue hapus!" suara Elea kembali jutek seperti sebelumnya.
"Oke. Gue cari dulu ke depan ya," katanya. Genta meraih jaket dan kunci motornya. Ia harus bergegas sebelum hujan turun.
Cowok itu menoleh saat Elea menahan lengannya.
"Gue mau mie ayam bakso di depan kantor bupati."
"Itu, kan, jauh dari sini."
Elea melepaskan cekalannya pada tangan Genta. "Yaudah. Lupain aja!" katanya ketus. Elea memutar tubuhnya membelakangi Genta.
Elea merajuk lagi.
Genta terkekeh pelan. "Yaudah gue kesana belinya. Jangan ngambek dong, Sayang."
Elea merasa dadanya sakit. Pacuan jantungnya meningkat tiba-tiba membuat dadanya sakit hanya karena Genta memanggilnya sayang.
Elea menggeleng pelan, menampar pipinya kecil. Sadar lo. Dia udah bikin hidup lo hancur, Eleanor! Batinnya berbicara.
Elea mendengar suara motor Genta yang mulai menjauh. Jika bukan karena ia sedang ngidam, Elea tidak akan sudi untuk berbicara apalagi bertatap muka dengan si b******n Genta itu.
Elea terpaksa!
***