Bab 8. Kesedihan Aldo

971 Kata
Happy Reading. Evelyn masuk ke dalam rumah dan mendapati Aldo dan juga Mia sedang asik menonton televisi. Aldo sang putra begitu larut melihat acara televisi kesukaannya, bahkan Aldo sampai tidak tahu kalau sang Mommy sudah pulang. "Nyonya, Anda sudah pulang?" sapa Mia. "Iya, Mia, apa Aldo tadi nakal dan cranky?" "Tidak Nyonya, tuan kecil hari ini menjadi sangat penurut, bahkan tadi setelah pulang dari rumah nenek, tuan kecil langsung menonton televisi sampai sekarang," jawab Mia. "Baiklah, Mia, terima kasih, pulanglah, ini sudah malam," ucap Evelyn. "Apa Anda tidak ingin membersihkan diri dulu, Nyonya? Saya bisa menunggu Anda sambil menjaga tuan kecil?" "Tidak apa-apa, Mia, sebaiknya kamu pulang saja. Aldo sudah bisa di tinggal mandi, sekali lagi terima kasih," ucap Evelyn. Mia mengangguk, saat kemudian akan membalikkan badan tetapi tidak jadi, Mia kembali menatap Evelyn dengan tatapan seakan ingin mengatakan sesuatu. Evelyn yang merasa memang ada yang ingin di katakan Mia langsung mengerti. "Apa ada yang ingin kamu sampaikan?" tanyanya. "Ehm, sebenarnya ada, Nyonya, tapi saya takut Anda tersinggung, ini mengenai tuan kecil," jawab Mia. Evelyn mengangguk paham, "katakan saja, bukankah aku memang memintamu untuk mengatakan hal apa saja yang terjadi dengan putraku selama aku tidak ada di sampingnya," jawab Evelyn berusaha tenang. "Ehm, begini Nyonya, kemarin tuan kecil bersedih lagi, saat melihat sahabat barunya sedang di jemput oleh seorang pria yang di ketahui adalah ayah dari gadis sahabat tuan kecil, saya hanya merasa tatapan tuan kecil sangat berbeda dengan tatapan biasanya, meskipun sering kali melihat hal seperti itu, tapi entah kenapa saya mereka tatapan tuan kecil sangat berbeda pada waktu kemarin itu," jelas Mia. Eve menghela napas, sudah paham dengan situasi yang akan Mia ceritakan. "Aku tahu Mia, lalu apa yang sebaiknya aku lakukan? Sudah sejauh ini aku selalu meyakinkan Aldo bahwa dia akan baik-baik saja tanpa sosok Ayah, tapi di sisi lain aku juga merasa sangat kasihan kepadanya, Mia!" Eve berusaha menghalau perasaan tega di hatinya. "Menurut saya, bagaimana kalau Nyonya mencarikan Ayah baru untuk tuan kecil," lirih Mia berbisik. Evelyn langsung melotot ke arah Mia yang hanya tersenyum, "Nyonya sebaiknya mulai membuka hati untuk para laki-laki, banyak lo yang suka sama Nyonya, seperti Tuan Banyu atau Tuan Rian, mereka berdua pria baik dan juga sangat tampan, cocok dengan Anda, Nyonya," lanjut Mia tidak mempedulikan tatapan mematikan dari majikannya itu. "Mia, jangan mengatakan hal itu lagi. Kamu tahu sendiri kan, aku tidak akan pernah membuka hatiku ataupun memiliki hubungan dengan seorang pria, aku yakin Aldo bisa bahagia tanpa adanya sosok Ayah!" Mia hanya diam dan masih tersenyum menghadapi sikap Evelyn yang selalu seperti ini jika di sangkut pautkan dengan masalah pria. "Saya rasa Anda memang cukup egois, Nyonya, tapi itu hanya saran saya, kalau Nyonya masih belum bisa mengobati luka masa lalu, nanti dampaknya adalah masa depan tuan Aldo," ucap Mia. Evelyn menarik napas dalam-dalam, berusaha menghilangkan emosi jiwa yang menderanya. Entah kenapa dia sulit membuka hati lagi pada mahluk yang namanya laki-laki. Trauma memiliki sebuah perasaan terhadap lawan jenis, itulah yang ada dalam benak Eve sekarang. "Sejujurnya aku sudah bertemu dengan Ayahnya Aldo dan dia sekarang berada di kota yang sama denganku saat ini!" Mia membuka mulutnya merasa sedikit terkejut, tetapi wanita itu langsung bisa mengembalikan ekspresi wajahnya seperti semula. "Apakah Anda tidak berencana memberitahu pada Ayahnya tuan kecil yang sebenarnya?" Evelyn menggeleng lemah. "Dia sebentar lagi akan menikah, bahkan memakai WO ku, aku hanya tidak ingin merusak ataupun membuat hubungan Justin dan Laura menjadi renggang semisal memberi tahu Justin tentang Aldo, tapi mungkin suatu saat nanti ketika mereka menikah, aku akan memberitahu Justin keberadaan putranya, takut jika mengatakan sekarang, rencana pernikahan mereka menjadi berantakan, dan aku tidak mau di sebut sebagai perusak hubungan orang!" *** Justin menyimak Florensia yang sejak tadi berceloteh ria menceritakan banyak hal di sekolah barunya. Saat ini Justin berkunjung ke apartemen Laura yang juga masih berada di gedung yang sama namun berbeda lantai. "Paman, Flo menyukai seseorang, tapi Flo tidak tahu apakah dia menyukaiku atau tidak?" celoteh gadis berusia 4 tahun tersebut. Justin dan Laura saling memandang, merasa heran dengan tingkah laku anak kecil jaman sekarang yang sudah bisa mengutarakan isi hatinya dengan lancar. "Siapa namanya?" tanya Justin mengelus rambut coklat milik Florensia. "Namanya Aldo, dia sangat baik dan juga tampan, Flo sayang sama Aldo, Paman, apakah paman mau membujuk Aldo?" Justin dan Laura menahan tawa karena gemas dengan sikap Florensia. "Memangnya paman disuruh membujuk bagaimana, sayang?" Mata Florensia mengerjab beberapa kali, terlihat imut dengan menggemaskan. "Bujuk Aldo untuk menjadi kelasih Flo, paman! Flo tidak mau kalau Aldo nanti di rebut sama Deana," kali ini tawa Laura tidak bisa di tahan lagi. Keponakannya itu benar-benar mirip dengannya dulu sewaktu masih kecil. Sedangkan Justin langsung mencium pipi gadis cantik tersebut. "Memangnya harus, ya? Kan sudah ada Paman yang sayang sama Flo?" ucap Justin. Florensia menggeleng. "Kalau Paman beda, pokoknya besok Paman harus bertemu dengan Aldo, janji ya??" "Oke, deh!" "Deal!" "Deal!" Laura benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran keponakannya itu. "Sayang, kamu dulu seperti ini nggak?" tanya Laura. "Nggak, aku dulu belum bisa berpikir tentang cinta-cintaan, masih suka main mobil-mobilan dan rebutan mainan," jawab Justin. "Kamu tahu, aku dulu juga seperti itu, pernah menyukai teman sekelas dan aku nembak dia. Eh, dianya nggak paham, hahah!" Justin hanya menggelengkan kepalanya, tiba-tiba ponselnya berdering. Dia melihat Arka menghubunginya. "Aku angkat telepon dulu." Laura mengangguk mengizinkan. "Halo, ada apa Ka?" "Halo, aku minta nomor telepon Evelyn dong." Justin terdiam mendengar ucapan sahabatnya itu. "Buat apa? Emangnya kamu nggak punya nomor Dia?" "Kalau aku punya nomor dia, udah dari dulu kamu aku kasih tahu di mana dia berada kan? Ya kali aku punya nomor Evelyn terus diam aja lihat kamu yang kayak gitu. Ini istriku pengen ngobrol sama mantan guru pembimbingnya. nanti kamu kirim ya biar Clara bisa menghubungi Evelyn, udah lama banget dia nggak ngobrol sama guru pembimbingnya kangen katanya." Justin hanya diam saja, dia bingung harus bagaimana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN