Bab 9. Aldo Dan Perasaannya

1157 Kata
Happy Reading Evelyn menggeliat dan membuka matanya perlahan, ternyata sudah pagi lagi. Wanita itu bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju ke arah meja rias. Mengambil kunciran dan menguncir rambut panjang Curlynya ke atas dengan asal. "Kenapa waktu terasa begitu cepat dan monoton!" keluh wanita itu yang kemudian berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Menurut Evelyn kehidupannya saat ini memang sangat menjenuhkan, setiap hari kerja dan kerja agar bisa menghidupi putra semata wayangnya. Meskipun Evelyn bekerja di tempat sang Ibu, tetapi tentu saja dia tidak akan bermalas-malasan dan seenaknya bekerja. Mengetahui bahwa ternyata semuanya tidak mudah bagi Ibunya, yang membuka WO tersebut semenjak dirinya masih sekolah menengah. Banyak terjadi persaingan dan juga fitnah kejam untuk saling menjatuhkan. Meskipun begitu Alma yang merupakan seorang single parents dari kedua putrinya yang sudah saling memiliki keluarga sendiri. Tetap teguh bertahan demi bisa membuat Evelyn dan sang kakak –Jessy bisa menjadi orang yang sukses. Jesy kini hidup di Amerika bersama suaminya yang asli orang Amerika tersebut, sudah memiliki dua anak yang sudah beranjak remaja. Sudah lama Evelyn dan Jessy tidak bertemu, mungkin terakhir kali Jessy pulang ke Indonesia yaitu tiga tahun lalu. Evelyn tentu merindukan sang kakak yang berprofesi sebagai dokter di new york. Evelyn keluar dari dalam kamar dan langsung menuju ke kamar Aldo yang berada tepat di samping kamarnya. Membuka pintu dan melihat putranya masih terlelap, jam memang masih menunjukkan pukul 5 pagi. Evelyn terbiasa bangun pagi untuk menyiapkan segala sesuatu untuknya dan sang putra sebelum berangkat beraktivitas. Perlahan wanita itu berjalan masuk ke kamar Aldo, menatap wajah tampan yang semakin besar semakin terlihat seperti Justin. Mereka bagaikan pinang di belah dua dalam versi beda. Tiba-tiba hati Evelyn terasa perih, mengingat percakapannya semalam dengan Mia. Semuanya sudah takdir, mereka bertemu kembali dalam keadaan yang terlalu rumit. Justin sudah memiliki tunangan dan akan menikah, sedangkan dia menjadi single parents yang tidak memiliki suami. "Apakah kamu ingin bertemu dengan Daddy mu, sayang?" lirih Evelyn sambil mengelus rambut sang putra. Evelyn ingat dulu ketika Aldo menanyakan keberadaan Daddy nya tidak lama setelah masuk sekolah taman kanak-kanak. Aldo yang selama ini tidak pernah menanyakan hal tersebut tentu saja membuat Evelyn merasa sedikit sesak. "Apa Al tidak punya Daddy, Mom? Kata teman-teman Al, Al tidak punya Daddy dan hanya punya Mommy saja, apa yang mereka katakan benar?" tanya anak kecil yang saat itu usianya masih 4 tahun. "Al punya Daddy, tapi Daddy tidak tinggal bersama Mommy dan Al, Daddy ada di tempat yang jauh, tepatnya ada di luar kota," jawab Evelyn waktu itu. "Kenapa Daddy tidak tinggal bersama kita, Mom? Kata teman-teman setiap malam sebelum tidur mereka selalu di ceritakan dongeng oleh Daddy mereka, kenapa Al tidak pernah? Apa Daddy tidak sayang sama Al?" kala itu hati Evelyn serasa ditikam belati tajam, menusuk sampai tembus ke jantung, membuat Evelyn langsung sesak napas. Dadanya sakit mendengar ucapan sang putra. Sorot matanya menangkap sebuah kerinduan kepada Daddy-nya yang tidak pernah tahu keadaan Aldo selama ini. Evelyn paham jika suatu saat nanti hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak akan berbohong ataupun memberikan alasan pada sang putra mengenai hubungannya dengan Daddy-nya. Evelyn berlutut mensejajarkan tubuhnya dengan putranya, mengusap pipi Aldo yang nampak basah karena air mata. Tidak terasa bahwa Evelyn juga sudah mengeluarkan air matanya yang memerah sejak tadi, menahan agar butiran bening itu tidak keluar. Berusaha kuat dan tegar di depan putranya, namun setelah melihat Aldo yang sudah mengeluarkan air mata terlebih dahulu bahkan sang putra juga berusaha untuk tidak terisak membuat pertahanan Evelyn roboh seketika. Di peluknya tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Mengelus rambut Curlynya, Evelyn tidak akan pernah bisa melupakan Justin karena setiap melihat Aldo seolah melihat orang yang sama. "Sayang, Mommy akan menjelaskan padamu kenapa Mom dan Dad tidak tinggal bersama," ucap Evelyn lembut kemudian memangku sang putra. "Daddy dan Mommy sudah berpisah, Mommy tinggal di sini dan Daddy tinggal di kota lain, Daddy sangat sayang pada Al, Daddy di sana kerja cari uang untuk Al, agar bisa sekolah, seperti Mommy yang setiap hari juga harus bekerja, suatu saat nanti Al pasti akan bertemu dengan Dad dan di saat itu Daddy akan membawa uang yang banyak, jadi Al jangan pernah berpikir bahwa Daddy tidak sayang, kami sempat menyayangi Aldo kecil yang sangat tampan ini," jelas Ave panjang lebar. Dan setelah itu Aldo seakan mengerti dengan kondisinya dan sang Mommy yang sampai sekarang tidak pernah bertemu dengan Daddy-nya. Aldo yakin jika suatu saat nanti Daddy pasti kembali dan membawa kan uang yang banyak untuknya. *** Justin membuka ponselnya dan melihat kontak Evelyn, bibirnya tersenyum tipis sambil membuka aplikasi pesan. Entah kenapa Justin merasa pagi ini dia begitu bersemangat. Justin : Eve, apakah nanti kita bisa bertemu, aku mau membahas mengenai pekerjaan. Setelah mengirimkan pesan itu pria tersebut langsung mengambil kunci mobilnya. Justin saat ini bertanggung jawab mengurus perusahaan cabang miliknya dan berencana akan mengalihkan cabang pusat di Surabaya ke Jakarta, mengingat bahwa pasaran di Jakarta lebih kompeten dari pada di Surabaya. Evelyn yang baru saja masuk ke dalam mobil merasakan ponselnya bergetar. Evelyn melihat pesan Justin dan tidak lama setelah itu ia pun membalasnya. Evelyn : Baiklah, nanti saat jam makan siang, kamu bisa datang ke kantor, aku akan memberikan testimoni tentang beberapa contoh makanan yang akan di hidangkan nanti di acara resepsi dan pestanya. Justin yang juga tengah masuk ke dalam lift mendengar bunyi notifikasi di sakunya. Pria itu tersenyum lebar, melihat balasan cepat dari Evelyn. Ya, dia sama sekali tidak melakukan modus atau apapun, tetapi entah kenapa nalurinya setelah bertemu dengan Evelyn kemarin dan mereka memutuskan untuk bersahabat membuatnya lebih bebas bahkan seakan tidak ada halangan apapun yang ingin ia lakukan. Justin : Oke, siap, tapi nanti aku ingin kamu yang mendampingiku. Tidak lama setelah mengirimkan balasan kepada Eve, terlihat nama Laura nampak di layar ponselnya. Justin langsung mengangkat panggilan dari calon istrinya itu. "Halo, Laura?" "Halo, sayang, kamu tidak perlu menjemput Flo di apartemen karena aku sudah keluar setengah jam yang lalu, sekalian mengantarkan Flo ke sekolah, aku langsung bertemu dengan klien dari Dubai soalnya." "Oh, baiklah, kalau begitu aku akan langsung menuju kantor." "Iya, hati-hati, aku sayang kamu." "Hemm, aku juga!" Setelah percakapan di telepon itu Justin langsung meluncur menuju ke kantor. Tetapi pada saat berada di perempatan jalan, tiba-tiba pria itu membelokkan mobilnya ke arah kiri, yang seharusnya dia belok ke arah kanan. Justin berhenti di sebuah gedung berlantai 4 yang tidak terlalu besar bertuliskan A.Y Wedding organizer. Entah setan apa yang merasukinya sehingga membuat Justin tiba-tiba ingin datang ke tempat ini. Pria itu segera keluar dari dalam mobilnya dan masuk ke dalam gedung tersebut. Disambut ramah oleh seorang resepsionis. "Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" "Apakah Nona Evelyn Calista sudah datang?" tanya Justin. "Nyonya Evelyn belum datang, tapi sepertinya sebentar lagi beliau datang, karena harus mengantarkan putranya ke sekolah terlebih dahulu, mohon bisa Anda tunggu sebentar," jawab wanita itu. Justin langsung mengerutkan keningnya mendengar jawaban dari resepsionis tersebut. "Apa tadi yang kamu katakan? Mengantarkan putranya?" Bersambung. Nah tuh, gimana ya perasaan Justin?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN