16. BERKUNJUNG

1507 Kata
Kana menatap kanan dan kiri jalan untuk memastikan jika jalanan yang akan ia lalui tidak ada kendaraan. Beberapa saat menunggu, akhirnya Kana mempunyai kesempatan untuk menyeberang jalan sewaktu jalanan sudah mulai lengang. Tapi, baru hendak melangkah, tiba-tiba saja tangan Kana tertarik ke belakang. Cewek itu memekik kaget sekaligus membentuk bola matanya dengan lebar. Pacuan jantung Kana juga berdetak dua kali lipat lebih cepat. Kana membelokkan arah pandangannya ke belakang, hingga akhirnya ia menatap sepasang manik mata milik seseorang yang Kana yakini bahwa orang tersebut yang baru saja membuatnya terkejut bukan kepalang. Kana menyipitkan matanya memandangi cowok yang menarik tubuhnya tadi. Beberapa saat Kana terdiam sembari memutar otaknya. Dari raut wajahnya, Kana sepertinya tidak asing dengan cowok itu. Alhasil, setelah berpikir lebih lama lagi, Kana pun teringat sesuatu. Kembali ia melotot, sampai akhirnya suaranya perlahan muncul. "elo?" Cowok itu tertawa kecil hingga kedua matanya terlihat menyipit. Ia memandangi Kana setelah berhasil meredam suaranya. Ia lalu berdehem kecil sebelum berucap. "Gimana? Udah inget gue siapa, kan?" Kana menangguk cepat, tapi detik berikutnya ia menggeleng. Ia menarik napas panjang, "lo yang pernah ke kelas gue sama Elang. Muka lo nggak asing, tapi gue nggak tau nama lo siapa." Cowok dihadapan Kana mengangguk pelan. "Mau tau nama gue sekarang? Mau kenalan nggak?" Sebelum Kana menjawab, cowok itu sudah menyodorkan tangan kanannya. Kana menatap sebuah uluran tangan tersebut. Ia tidak langsung menjabatnya, melainkan malah menatap wajah cowok tersebut seraya mengerutkan keningnya. Membuat cowok itu menggoyang-goyangkan tangannya seolah sudah pegal karena Kana belum juga menjabatnya. Tidak merasakan tanda-tanda apabila cowok itu berbahaya, dengan segala pertimbangan, akhirnya secara perlahan Kana menerima jabatan tangan cowok itu. "Gue Kana." "Gue udah tau," jawab cowok itu cepat dengan senyuman tipis. "Gue Nanta, salam kenal." Kana mengangguk singkat. "Lo ada urusan sama gue? Kalo nggak ada gue mau pergi sekarang." Nanta terbelalak beberapa detik, kemudian buru-buru ia mengatakan sesuatu agar Kana tidak pergi secepat itu. Ia butuh bicara dengan cewek dihadapannya ini. "Eh tunggu dulu, ada yang mau gue omongin sama lo. Ini penting." Kana tidak menjawab. Sebagai gantinya, ia menaikkan satu alisnya, sorot matanya menyipit seraya menunggu Nanta kembali mengatakan sesuatu. Kebingungan Kana semakin memuncak ketika Nanta justru malah terlihat salah tingkah. Berulang kali cowok itu meringis dan menggaruk tengkuknya. Membuat Kana mengerutkan dahinya bingung. Ia tidak punya banyak waktu, sikap Nanta yang seperti ini jelas saja memakan waktu Kana. Ia lagi buru-buru untuk saat ini. "Lo jadi ngomong nggak? Gue buru-buru soalnya, gue mau pergi," tegur Kana, yang sebenernya sudah kesal dengan Nanta. "Lo mau nggak jadi pasangan gue buat acara Minggu depan?" tanya Nanta to the point. Ia berbicara dengan cepat, membuat Kana tidak langsung mencerna ucapannya dengan baik. Setelah itu, Nanta nampak memalingkan wajahnya seolah malu karena sudah berbicara seperti itu. Kana terdiam cukup lama, bola matanya bergerak gelisah. Ia bingung mau menjawab dengan kalimat seperti apa. Kana mendongak setelah beberapa detik menunduk sambil memikirkan jawaban yang pas. Ia menatap Nanta sambil tersenyum. "Gue udah punya pasangan," jawab Kana. Nanta nampak terkejut, terlihat jelas dari bola matanya yang sempat melotot. Tapi, bisa Kana sadari jika cowok itu pandai memainkan ekspresinya. Dengan cepat, Nanta mengubah raut wajahnya menjadi ceria, seolah kalimat Kana tidak berarti baginya. "Oh ..." hanya itu yang Nanta ucapkan. "Gini, gue nggak bermaksud bikin lo kecewa. Tapi mohon maaf, gue nggak bisa sama lo karena ada cowok lain yang udah ngajak gue," timpal Kana lagi. Nanta tersenyum tipis. "Nggak pa-pa kok, gue ngerti," jawabnya. "Tapi, kalo gue boleh tau, siapa nama cowok yang udah ngajak lo?" Nanta menatap Kana serius, membuat Kana merasa tidak enak dengan cowok itu. Akhirnya, Kana tersenyum untuk menutupi rasa canggungnya. "Namanya Elang," jawabnya lirih, kemudian ia pun langsung menunduk ketika wajahnya terasa panas. Terpaksa Kana berbohong soal masalah ini, sebenernya Elang belum memintanya untuk menemani pada acara dansa Minggu depan. Tapi entah kenapa Kana sangat yakin bahwa Elang akan mengajaknya. Bukan tanpa alasan, Kana sendiri juga ingin berpasangan dengan Elang. Entah kenapa, hatinya memilih cowok itu. "Oh Elang ..." Nanta menganggukkan kepalanya, ia paham. "Gue kalah gercep dong berarti?" Tawa cowok itu keluar mengisi udara disekitar mereka. Meskipun terdengar hambar, tapi Kana sadar jika pasti cowok itu merasa malu sekaligus kecewa karena sudah ditolak. "Maafin gue, ya?" ucap Kana. "Nggak pa-pa, ngapain minta maaf sih?" Nanta terkekeh sambil mengibaskan tangannya. "Tapi untuk kedepannya lo nggak masalah kan lo gue bakal ngejar cinta lo?" *** Hari sudah sangat sore sewaktu Kana sudah sampai di tujuan. Mungkin jika Nanta tidak mencegahnya, sedari tadi Kana sudah sampai di sini. Cewek itu berjalan pelan sambil menguatkan hatinya. Hingga akhirnya langkahnya terhenti dengan pandangan yang mengarah ke arah makam Ayah dan Bundanya. Kana mencoba tersenyum kecil walaupun untuk sekarang rasanya sangat sulit melakukannya. Entah kenapa, setiap datang ke sini, Kana ingin terus mengeluarkan air matanya. Perlahan, ia pun berjongkok di samping makam bundanya. "Assalamualaikum Bunda," ucap Kana pelan, kemudian ia menoleh ke arah makam yang berada tepat di samping makam bundanya. "Ayah juga, assalamu'alaikum." Kana mencoba tersenyum lagi meskipun dadanya sudah mulai terasa sesak. Ia menatap nanar kedua makam dihadapannya ini. "Bunda sama ayah baik-baik aja kan di sana?" Kana bergumam lirih, kemudian ia mengangguk kecil seolah orang tuanya baru saja menanggapi ucapannya. "Kana juga baik-baik aja kok di sini." Jeda cukup panjang setelah itu, sebelum akhirnya Kana melanjutkan. "Bunda, ayah." Kana berucap sendu. Pandangannya perlahan mulai mengabur karena air matanya mulai tertampung di pelupuk matanya. Dadanya sudah merasa sakit. Entah ini karena sebuah kenyataan pahit yang ia terima atau murni karena penyakit yang sedang dideritanya. Kana tidak tahu, yang jelasnya detak jantung terdengar tidak teratur. Gagal, Kana tidak bisa mencegahnya lagi. Air matanya turun dengan deras membasahi pipinya. Kana menangis dalam diam. Mulutnya kembali terbuka, "Bun, Yah, Kana ka—kangen." Cewek itu terisak pilu. "Kana pengin lihat muka ka—kalian, Kana pengin meluk kalian, Kana pengin sama-sama la—gi sama kalian hiks." Beberapa menit kemudian akhirnya Kana memutuskan untuk mengeluarkan semua tangisnya agar merasa lega. Ia mencoba untuk tegar akan sebuah takdir yang menimpanya meskipun berulang kali rasa lelah menyerangnya tanpa ampun. Bagaimanapun juga Kana hanya manusia lemah yang tidak bisa berdiri sendiri. Ia butuh kekuatan dari orang sekitarnya. Tapi sayang, ibu tirinya yang sangat ia harapkan kehadirannya malah tidak mau mengharapkan kehadirannya. Kana tidak mau menyalahkannya, apalagi menyalahkan keadaan. Kana harus bisa berdiri sendiri. Ini semua garis hidup yang Tuhan atur untuknya. Dan Kana yakin, tidak hanya kesedihan dan keterpurukan yang datang kepadanya, tapi sebuah harapan dan kebahagiaan pasti turut hadir. Hanya saja, masanya belum datang secara tepat. Kana hanya perlu sabar menunggu. Perlahan, Kana mengusap jejak-jejak air matanya yang menempel dipipinya. Ia mencoba tersenyum lagi. "Bunda, Ayah, Kana mau cerita sedikit boleh nggak sama kalian?" tanya Kana dengan suara pelan dan serak. Ia masih sesenggukan meskipun tangisnya sudah berhenti. Kana menangguk pelan seolah kedua orangtuanya mengangguk. "Bunda sama Ayah nggak usah khawatirin soal keadaan Kana di sini, ya?" ucap cewek itu. "Di sini Kana seneng banget kok. Kana punya temen di sekolah, temen Kama baik-baik lho bun, yah." Kana menarik napas panjang dan kembali bercerita. "Di rumah, Kana juga nggak kesepian lagi kok karena ada Luna dan Lana yang selalu nemenin Kana. Ibu juga baik kok sama Kana." Cewek itu terkekeh kecil. "Mereka baik semuanya kok, ibu masih mau nyekolahin Kana. Terus Lana sama Luna juga baik, kita sering main bareng walaupun di sekolah kita berpisah karena beda kelas. Tapi kalo di rumah kita selalu ngerjain PR bareng dan ketawa bareng. Kalian nggak usah khawatir, ya?" "Oh ya, Bunda tahu nggak kalo sekarang Kana lagi deket sama cowok?" Senyuman Kana langsung merekah ketika wajah Elang muncul di otaknya. "Namanya Elang kalo kalian pengin kenalan. Kalo ditanya orangnya bagaimana, Kana bakal jawab kalo Elang tuh nyebelin banget. Iya, tapi dia juga lucu. Elang itu selalu buat Kana lupa sama masalah Kana walaupun hanya sejenak. Bunda sama ayah tahu nggak? Entah kenapa, Kana itu selalu nyaman kalo sama Elang. Emang sih orangnya nyebelin dan selalu buat Kana kesal. Tapi kalo udah ngambek, dia tuh lucu banget. Elang selalu buat Kana tersenyun lewat ulahnya yang beda sama cowok kebanyakan." Kana terdiam sejenak, "apa menurut kalian Kana udah suka sama Elang?" Kana menunduk sambil tersenyum. Ia kemudian menggeleng pelan dan memilih untuk mencari topik lain. "Bunda, ayah, Kana mau jujur sama kalian soal sesuatu." Kana memejamkan matanya sambil menarik napas panjang. Ia kemudian kembali membuka matanya dan tersenyum getir. "Kata temen ayah, dokter Farhan yang baik hati itu." Kana menjeda ucapannya ketika dirasa dadanya kembali merasa sesak karena kenyataan pahit yang selalu hadir mengiringinya. "Dokter Farhan bilang jantung Kana udah nggak sehat lagi," katanya pelan. "Jantung Kana udah lemah bun, yah. Kalo nggak cepat-cepat ditangani, kata Dokter Farhan penyakitnya bakal semakin susah buat sembuh. Terus, nyawa Kana juga bakal jadi taruhannya." Setelah berucap cukup panjang, Kana menarik napas sedalam mungkin untuk menenangkan dirinya. Senyuman tipis Kana kembali muncul ke permukaan. "Apa ini pertanda kalo bentar lagi Kana bakal nyusul bunda sama ayah? Apa Tuhan mau mempertemukan kita lagi di surga Bun? Yah? Kalo itu memang jawabannya. Izinkan Kana ikut sama kalian, ya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN