Peraturan di kelas Kana, seperti yang sudah disepakati bersama. Setiap sepulang sekolah, bagi siswa yang hari besok mempunyai jadwal piket, harus membersihkan sepulang sekolah. Hal itu berlaku untuk semua anggota tanpa terkecuali. Dan saat ini, Kana sedang mengalaminya. Ia dan beberapa teman kelasnya sedang menyapu lantai.
Dengan buru-buru, Kana menyapu lantai dengan gerakan cepat. Bukan karena ia kesal dan tidak niat melakukan pekerjaan ini, melainkan Kana harus segera menuju halte depan sekolah untuk naik angkutan umum yang setiap hari mangkal di sana. Kalau sampai ia terlambat, bisa gawat masalahnya.
"Fit, gue duluan, ya?" pamit Kana kepada Fitri, teman kelasnya yang masih menyapu lantai. Kana berjalan ke belakang kelas untuk meletakkan sapu tersebut.
"Kok lo udahan? Ini masih belum selesai lho," jawab Fitri sambil menatap Kana bingung.
"Curang lo Na, ini masih banyak gini elo kok udah main kabur aja." Suara lain kini terdengar, membuat Kana meringis tidak enak kepada teman-temannya itu.
"Sori ya, gue harus pergi sekarang. Gue takut ketinggalan angkot. Lo semua kan, pada bawa motor, jadi kalo mau pulang jam berapa pun nggak masalah. Gue boleh pergi, ya?" Kana menampilkan mimik wajah memelas menatap teman-temannya.
"Ya udah buruan pergi sana keburu angkotnya pergi," sahut salah satu diantara mereka sambil menunjuk pintu dengan dagunya.
Senyuman Kana terbit seketika itu juga, wajahnya berbinar senang. "nggak pa-pa nih?"
"Iya, nggak pa-pa."
Kana mengangguk semangat, "oke, makasih ya semuanya. Jangan lupa nyapu yang bersih, gue pergi dulu, dadah ..."
Secepat kilat, tanpa menunggu balasan dari teman-temannya, Kana pun menyambar tas miliknya yang berada di atas meja, lalu berlari kecil keluar dari kelas. Ia sangat berharap jika angkutan umum di depan sana masih belum pergi. Kana sedikit berlari kecil. Dan ketika ia hendak menuruni anak tangga, tiba-tiba tangannya tertarik ke belakang. Kana tersentak kaget, jantungnya langsung bergejolak keras, matanya juga melotot lebar. Tubuh Kana dengan cepat terhuyung ke belakang.
Ia menoleh untuk memastikan siapa gerangan orang yang membuatnya kaget setengah mati seperti ini. Kana menolehkan wajahnya ke samping, betapa terkejutnya ia melihat Lana dan Luna, saudari tirinya.
"Mau ke mana lo?" Luna bertanya tajam, maniknya tepat mengarah lurus pada bola mata Kana. Ia berkacak pinggang.
"Mau pulang, emangnya mau ke mana lagi?" balas Kana berusaha terdengar santai meskipun saat ini benaknya mengatakan jika ada sesuatu yang tidak beres akan segera terjadi. Itulah yang Kana rasakan saat ini.
"Bentar dulu, kita ada perlu sama lo!" Lana berkata ketus. Membuat kening Kana menyerngit bingung.
"Ada urusan apa? Jangan lama-lama, aku nggak mau ketinggalan angkot," jawab Kana pelan.
Lana mendengkus dan memutar bola matanya malas. Kemudian ia bergerak maju, menodongkan telapak tangannya ke hadapan Kana. Pergerakan ganjil itu membuat Kana bingung, ia menunduk memperhatikan tangan Lana yang terjulur ke arahnya itu. Hanya beberapa detik sebelum ia mendongak kembali.
"Mau minta apa?" tanya Kana masih dengan otak yang mencoba berpikir apa yang dimaksud oleh saudarinya itu.
Luna berdecak, "sok-sokan nggak ngerti atau emang blo'on beneran sih lo. Najis banget!"
"Aku emang nggak ngerti."
Terdengar helaan napas panjang dari mulut Lana. "Lo ada duit? Kita minta sekarang karena kita lagi butuh banget," ucapnya, yang diangguki cepat oleh Luna.
Kana menggeleng tegas, "aku nggak punya uang."
Luna semakin mengikis jarak dengan Kana, lalu ia merangkul erat tubuh Kana. Pandangan tajamnya masih belum hilang. "Nggak usah bohong sama kita!" ucapnya setengah berbisik di telinga Kana, namun nada suara yang digunakan terdengar memaksa dan penuh ancaman. Membuat Kana tiba-tiba saja merasa takut.
Kembali Kana menggeleng, "aku beneran nggak punya uang. Kalian kan tau sendiri kalo uang jajan aku di potong sama ibu. Dan uang sisa potongan itu juga kalian ambil, kan? Terus kenapa sekarang malah minta aku?"
"Nggak usah coba bohongin kita, lo kira kita nggak tahu kalo lo punya duit? Buruan keluarin!" Lana ikutan memperkikis jarak. Ia mengapit tubuh Kana di sisi yang satunya. Hingga sekarang posisi Kana berada di tengah, lebih tepatnya ia seperti di kunci, Kana sadar bahwa saat ini ia tidak bisa bergeser ke mana-mana.
"Aku nggak punya uang, kalian kok nggak percayaan amat sih?"
"Gue emang nggak percaya!" Luna membalas tajam. "Buruan keluarin duit lo atau lo sendiri tau akibatnya!" ancamnya sambil menunjuk-nunjuk wajah Kana.
Kana berusaha membebaskan diri dari belenggu yang menyerangnya ini. Ia menggeliat dan memberontak, tapi Lana dan Luna semakin kuat mengapit lengan Kana. "Lepasin aku! Aku mau pulang, aku nggak mau ketinggalan angkot!"
"Keluarin duit lo dulu!"
"Aku nggak punya, kenapa sih kalian maksa gini?" balas Kana yang sudah mulai muak dengan tingkah mereka. "Aku mau pergi, lepasin!"
"Gue tekankan sekali lagi, kasih kita duit atau lo gue dorong dari tangga sekarang juga!" Ancaman kembali menyerang Kana. Membuat Kana langsung terbelalak tidak percaya, ia dengan cepat menoleh ke samping kiri, menatap tidak percaya bahwa baru saja Lana sudah mengancamnya seperti itu.
"Kalian jangan becanda!" teriak Kana bersamaan dengan matanya yang mulai memanas. Ia tidak berhenti bergerak, berharap kalau tiba-tiba ia memiliki kekuatan lebih sampai akhirnya terbebas dari mereka berdua, yang mungkin saja tidak main-main dengan ancaman yang melayang untuknya barusan.
"Ya udah buruan keluarin duit lo!"
"Aku nggak punya!"
"Keluarin duit lo anjing! Kuping lo b***k, ya?!"
"Udah aku bilang kalo aku nggak punya!"
PLAK!
Dengan gerakan cepat tanpa sebuah aba-aba, langsung saja Lana melayangkan tamparan telak di pipi Kana. Membuat Kana seketika saja langsung meringis kesakitan dan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Pipinya kini terasa panas dan nyeri.
Luna mencengkeram kuat mulut Kana hingga membulat. "Nggak usah nyolot. Tinggal keluarin duit apa susahnya sih?! Kita nggak bakal main kasar kalo lo langsung nurut! Buruan keluarin duit lo atau gue nggak segan-segan dorong elo biar jatuh dari tangga sekarang juga!"
Kana menggeleng berulang kali, entah sejak kapan air matanya turun dengan deras. Kana berusaha meredam suara tangisnya.
"Gue hitung sampai tiga!" Luna kembali berkata keras.
"Satu!"
Kana semakin keras menggeleng sembari mengerahkan semua tenaganya agar segera lolos dari mereka berdua. Tapi percuma saja, dua lawan satu, Kana sudah sadar bahwa dirinya kalah jumlah dan pasti akan kalah. Yang bisa ia lakukan hanyalah terus berdoa agar di beri keselamatan. Tangisnya semakin keras terdengar.
"Dua!"
Hitungan kembali berlanjut. Lana dan Luna sudah berjalan mendekat tangga dengan Kana yang diseret secara paksa. Lana tersenyum puas melihat Kana tersiksa seperti ini.
"Masih belum nyerah juga? Lo lebih sayang duit lo daripada nyawa lo sendiri? Gue kasih kesempatan sekali lagi, kasih duit lo sekarang atau menit selanjutnya nyawa lo ada di tangan kita!"
Kana hanya bisa menggeleng lagi. Ia tidak berkata, lidahnya terlalu kelu untuk mengucapkan sesuatu.
"Oke, kalo itu yang lo mau!" Kedua saudara kembar itu saling melempar senyuman licik. Lana mengangguk, memberikan sebuah isyarat kepada Luna bahwa sekarang adalah waktunya. Mereka berdua kembali menyeret Kana, yang sedari tadi tidak bisa memberhentikan tangisnya. Karena sekarang Kana benar-benar takut.
Kana memejamkan matanya ketika dirasa tubuhnya semakin tersentak maju.
"WOY!"
Teriakan lantang dari seseorang tiba-tiba saja terdengar. Kana membuka matanya kembali, merasa kenal dengan suara yang menyumpal telinganya tersebut, ia pun mengedarkan pandangannya. Tak terkecuali dengan Luna dan Lana, mereka berdua berhenti dan ikut menatap seorang cowok yang tiba-tiba saja berlari ke arah mereka berdiri.
"LO BERDUA MAU APAIN KANA GUE?!" teriak cowok itu sambil berjalan tergesa dengan raut wajah penuh amarah. Ia mempercepat langkahnya. Setelah sampai di sana, ia menarik tangan Kana dan membawa tubuh cewek itu berlindung di balik punggungnya.
Sementara itu, Lana dan Luna saling berpandangan. Gurat penuh ketakutan tergambar jelas di wajah mereka berdua.
"SEKALI LAGI GUE LIHAT LO BERDUA GANGGUIN CEWEK GUE, LO BERDUA BAKAL TAHU AKIBATNYA!" Cowok itu kembali berteriak marah, kedua matanya berkilat nyalang. "SEKARANG, LO BERDUA PERGI DARI SINI!"
Lana bergerak gelisah di tempatnya. Cowok dihadapannya ini membuatnya takut. Sementara itu, Luna menggigit bibir bagian bawahnya dengan kuat. Kedua tangan mereka saling bertautan.
"KENAPA MASIH DIEM? GUE BILANG PERGI SEKARANG!"
Detik berikutnya, mereka berdua sudah lari terbirit-b***t menuruni anak tangga. Cowok yang berteriak kencang itu masih menatap berang kedua cewek tadi. Napasnya nampak memburu, gerakan dadanya naik turun. Setelah Luna dan Lana menghilang dari pandangannya, ia langsung menoleh ke belakang, di mana Kana masih menunduk ketakutan. Cowok itu mendekat, lalu dengan cepat memeluk erat tubuh cewek itu.
"Kana nggak usah takut lagi, ada Elang di sini yang bakal jagain Kana terus." Cowok itu mengeratkan pelukannya, kemudian satu tangannya terangkat dan mengelus lembut puncak kepala Kana.
***
Gara-gara insiden di anak tangga beberapa saat yang lalu, saat ini Kana berada di jok belakang motor Elang. Cowok itu berniat mengantarkan Kana pulang ke rumahnya. Awalnya tentu saja Kana tidak enak dan menolak ajakan itu. Tapi dikarenakan angkot yang ia tunggu-tunggu tidak kunjungan datang, mungkin saja karena waktunya sudah sangat sore, akhirnya dengan hati setengah terpaksa, Kana pun mengiyakan ajakan Elang.
Kana sangat ingat raut wajah Elang saat Kana menerima ajakan pulang cowok itu. Elang nampak sangat bahagia, senyuman lebarnya masih Kana ingat dengan betul.
Bukan soal itu saja, Kana juga mengingat jelas bahwa Elang baru saja menyelamatkan nyawanya. Walaupun mungkin saja Lana dan Luna hanya menggertakkan Kana beberapa menit yang lalu waktu di anak tangga, dan mereka tidak benar-benar akan mendorongnya dari atas tangga. Kalau mereka benar-benar melakukan itu, mungkin saja saat ini Kana terbaring di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban. Itu jika Elang tidak datang, dan untung saja cowok itu tiba-tiba muncul bak malaikat.
Dan Kana baru menyadari satu hal. Elang muncul disaat dirinya sedang membutuhkan sebuah pertolongan. Entah ini kebetulan atau tidak, Kana sudah menghitungnya, dan Elang memang selalu menampakkan dirinya sewaktu Kana sedang berada di masa-masa kurang menyenangkan.
Pertama, Elang tiba-tiba membawa dan membantu Kana ke UKS sewaktu tangan Kana sakit akibat insiden ibunya yang mencelupkan tangannya ke dalam baskom berisi sup panas. Kedua, cowok itu juga datang membawa sebuah makanan sewaktu Kana sangat kelaparan. Dan yang terakhir beberapa saat yang lalu. Hal itu membuat Kana heran sekaligus takjub.
Dan apa benar bahwa Elang adalah seorang cowok yang Tuhan kirimkan untuknya?
"Kana?" panggil Elang lirih sembari melirik ke belakang dengan spion sebagai perantara.
Tidak ada jawaban, Kana masih terdiam di belakang sana. Perlahan Elang mengembuskan napas panjang.
"Kana?" panggilnya sekali lagi.
Kana tiba-tiba saja tersentak, ia mengerjapkan matanya, kemudian tersenyum tipis seraya membalas tatapan Elang lewat kaca spion pula. "Iya?"
Elang tersenyum lebar ketika mendengar respons singkat dari cewek yang ia boncengi ini. Dengan sengaja Elang menjalankan motornya dengan kecepatan pelan, alasannya cuma satu, yaitu ia ingin momen bersama Kana lebih lama tercipta.
"Kana ngerasa dingin nggak?" tanya Elang. Suaranya sedikit teredam karena helm yang cowok itu kenakan. Tapi Kana masih bisa mendengarnya.
Sejenak Kana terdiam, lalu menjawab singkat. "Sedikit sih."
"Peluk Elang yang erat biar Kana nggak dingin," ujar Elang, yang langsung di lempari Kana oleh tepukan kuat dibahunya.
Kana melotot lebar, "nggak usah modus!" ujarnya jutek.
"Siapa yang modus?"
"Ya elo lah, siapa lagi emangnya?"
"Elang?"
Kana mengangguk. "Iya."
"Ini tuh bukan modus," jawab Elang.
"Terus?"
"Nyari kesempatan dalam kesempitan hehe ..." Elang terkekeh pelan sambil diam-diam menatap Kana lagi. Cewek itu sedang mencebikkan bibirnya, membuat Elang bertambah gemas dibuatnya.
"Ngeselin lo!" Kana mencubit keras pinggang Elang. Tidak peduli jika cowok itu berteriak kencang bahkan sampai di lempari pandangan aneh oleh pengendara lain.
"Kana kok gitu sih sama Elang? Sakit nih pinggang Elang, pulang-pulang entar encok gimana? Kana mau tanggung jawab emangnya, huh?" Elang menyeletuk cepat, diakhiri dengan bibir yang mengerucut ke depan, membuat tawa Kana tiba-tiba terdengar.
"Biarin! Salah sendiri suka modus, kena sendiri kan?" Kana menggeleng kepalanya masih sambil tertawa kecil.
"Jahat banget, pokoknya Elang harus di cium kalo nanti udah sampai titik!"
"Kok cium? Nggak masuk akal banget. Gue nggak mau lah, enak aja minta cium. Kalo minta tabok sih gue siap," balas Kana.
"Ya udah," ujar Elang pendek.
"Kon responnya gitu?"
"Gitu gimana?" tanya Elang.
"Jutek."
"Siapa?"
"Tuh kan jutek. Lo ngambek, ya?" Kana menyipitkan matanya, menatap Elang curiga lewat kaca spion. Kemudian ia tertawa lagi ketika Elang masih diam saja. "Tuh kan bener lo ngambek. Elang beneran ngambek nih?"
"Nggak!"
"Kalo nggak kenapa responnya kayak gitu?"
"Siapa yang ngambek sih?" jawab Elang sewot.
"Nah kan bener lo lagi ngambek. Cie ... ngambek cie ..." Kana semakin lihai menggoda Elang, entah kenapa setiap melihat tingkah cowok itu yang seperti ini membuat Kana semakin gemas saja. Ia tidak menyangkal hal itu.
"Apaan sih?"
"Ya udah maafin gue kalo gitu," ujar Kana.
"Maaf kenapa?"
"Karena bikin lo marah."
"Siapa yang marah?"
Kana menghela napas pendek, kemudian ia sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. Lesung pipitnya kemudian terlihat jelas sewaktu ia tersenyum. "Mau gue peluk nggak nih biar nggak ngambek lagi?'
"MAU BANGETTTT!" Elang menjawab terlampau semangat, wajahnya yang semula nampak kusut tiada ekspresi, kini sudah hilang sepenuhnya dan digantikan dengan raut wajah berseri-seri. Ada untungnya juga rupanya ia ngambek seperti tadi.
"Yeee kalo gini langsung semangat, dasar!" cibir Kana.
"Buruan peluk! Tadi udah janji lho. Nggak boleh langgar kalo udah janji, nggak baik, nanti dosa. Kana emangnya mau dosa? Nggak, kan? Ya udah buruan peluk Elang!'
"Kok lo semangat banget sih?"
"Ya harus semangat lah, kan mau di peluk sama ayang beb hehehe ..." Elang kembali nyengir.
Kana mendecakkan lidah, kemudian menggeplak punggung Elang kuat. "ayang beb dari Hongkong?! Sembarang aja kalo ngomong. Kita nggak pacaran!"
"Dih, minta dipacari rupanya? Lagi ngode, ya biar ditembak Elang sekarang?" ucap Elang sembari tertawa kecil.
"Ih Elang! Jangan becanda terus kenapa sih? Ngeselin tahu nggak?!" Saking gemasnya, Kana mencubit pinggang Elang lagi.
"Yang bener nih? Ngeselin atau ngangenin?" Elang bertambah menggoda Kana, diselingi oleh kekehan ringan. Membuat Kana diam-diam menundukkan kepalanya ketika pipinya tiba-tiba terasa memanas. s**l!
"Kana kok diem? Buruan peluk, katanya mau peluk tadi, Masa sih di cancel? Ini bukan lagi mesen barang di online lho ya pakai di cancel segala!" oceh Elang panjang lebar.
Secara perlahan, Kana pun melingkarkan tangannya di perut Elang. Jantung Kana rasanya hampir meledak seketika itu juga. Tangan Kana awalnya sudah bergetar, namun lama kelamaan ia sudah mulai nyaman juga. Kana tersenyum manis, kemudian ia meletakkan kepalanya di punggung lebar Elang.
Tidak jauh berbeda dari Kana, Elang juga tersenyum senang. Jantungnya ikut berdebar ketika dipeluk oleh Kana. Sumpah, rasanya perut Elang seperti sedang diterbangi oleh kawanan kupu-kupu. Darahnya berdesir dengan halus.
"Kana?" panggil Elang.
"Iya?"
"Elang mau tanya sesuatu."
"Mau tanya apa?"
Elang terdiam beberapa saat, membuat rasa penasaran Kana semakin membuncah.
"Lagu yang judulnya Who Says siapa sih yang nyanyi? Kana kenal, kan? Ngerti lagunya juga kan?" tanya Elang.
Meskipun awalnya tidak tahu maksud Elang kenapa tiba-tiba membahas tentang lagu, tapi akhirnya Kana tetap mengangguk, tidak mau memperpusing urusan. "Iya tahu, kenapa?"
"Siapa yang nyanyi?"
"Selena Gomez kalo nggak salah. Emangnya kenapa tiba-tiba lo tanya itu?"
"Cantik."
"Iyalah cantik, dia kan artis. Jadi banyak duit buat perawatan."
"Tapi lebih cantik Kana kok."
"Nggak usah mulai deh lo," ujar Kana cepat sembari mencubit perut Elang. Sebenarnya saat ini ia sudah melayang karena di puji seperti itu.
Elang menganggukkan kepalanya. "Iya Kana bener, yang nyanyi Selena Gomez."
"Terus?"
"Kalo artis kan namanya Selena Gomez, terus kalo yang duduk di belakang Elang namanya si eneng gemez," jawab Elang spontan.
Kana memukul pelan bahu Elang. "Nggak usah gombal! Garing tau!"
Elang tertawa terbahak setelah itu. "nggak gombal kok, Kana emang gemesin banget."
"Iya, muka gue emang gemesin, lain lagi kalo sama lo yang mukanya kayak mi kremes."
"Buset, muka ganteng gini kok di samain sama mi kremes? Sori aja nih, muka ganteng punya Elang nggak dijual di warung-warung. Jadi cuma ada satu di dunia, ekslusif punya Elang Sangga Pradipta."
"Iyain aja deh biar cepet."
"Biar cepet apa? Cepet nikah gitu? Kana mau nikah sama Elang? Sekarang aja kita putar balik pergi ke KUA!"
"ELAAAAAAAANNG!"