04. ELANG VS EMAK

2270 Kata
Ketika sudah meletakkan motornya di garasi dan helm yang mangkir dikepalanya juga sudah dilepaskan, Elang langsung ngacir masuk ke dalam rumah. Cowok itu berlari menuju ruang keluarga dan melempar tasnya secara asal, kemudian dilanjutkan mendaratkan tubuhnya di sofa. Pandangan Elang berlari ke sana kemari untuk mencari sesuatu. Sadar jika apa yang ia cari tidak kunjung ketemu, Elang berdecak jengkel. "Remot tipi mana sih? Ini pasti Nana b***k nih yang ambil, dasar kucing nggak ada akhlak. Gue doain besok bibir lo monyong kena tawon!" umpatnya kesal. Elang masih berusaha untuk mencari, dan akhirnya binar matanya berubah cerah ketika remote TV ia temukan di sofa, tertindih oleh tasnya sendiri yang barusan ia lempar secara asal. Tanpa mencopot sepatu, cowok itu naik ke sofa dan memperbaiki posisi duduknya, lalu ia menekan tombol on pada remote seraya mengarahkan kepada layar TV. Sekali tekan, layar berukuran 24in dihadapannya itu langsung menyala. "Tuh kan terlat!" ucap Elang sebal. "Nggak lihat kak Ros marah-marah sama pentol kembar kan jadinya." Bibir Elang mencebik dan sorot matanya berpindah dari layar TV menuju remote ditangannya. "Semua ini gara-gara lo, kenapa nggak bilang kalo lo ketindih tas gue. Lo sengaja biar gue nggak nonton Upin Ipin, ya?" Ulah Elang yang absurd muncul sudah. Bersamaan dengan itu pula, secara tiba-tiba kepalanya kena pukul oleh gagang sapu. Elang berteriak kesakitan, dan segera ia beranjak dari sofa. "Ya Allah emak! Gila bener sih, tadi di sekolah Elang kena jitak sana sini, dan sekarang emak pukul pakai sapu? Besok-besok apa Mak? Astagfirullah, jangan sampai kepala Elang hangus karena emak pukul pakai besi panas, ya! Sakit nih Mak," ujar Elang panjang lebar seraya mengelus bagian kepalanya yang kena jitakan emak menggunakan sapu. "Kalo kau nggak t***l, ya emak nggak bakal pukul. Remot nggak salah kau malah salahin. Yang gila itu kau tong, bukan emak." "Ya emak kan tahu kalo Elang becanda. Ah nggak asik, besok uang jajan Elang harus nambah pokoknya," jawab Elang seraya mengerucutkan bibirnya. Dengan mata melotot, Emak maju sambil menodongkan sapunya lagi. "Ha? Apa kau bilang tadi? Coba ngomong sekali lagi, mau emak gembok mulut kau?!" Emak mengeluarkan jurusnya lagi, kali ini gagang sapu mendarat mulus di b****g Elang, membuat cowok itu mengaduh kesakitan. "Mak, sakiiitttt. Jangan jadi kayak kak Ros yang suka mukul dong. Jadilah kayak opah yang penyayang. Kalo tahu-tahu besok b****g Elang bengkak gimana?" "Biarin, emak nggak peduli." Elang mendengkus secara terang-terangan. "Nggak mau tahu, besok uang jajan Elang harus nambah titik! Nggak pake spasi." "Coba ngomong sekali lagi yang keras!" "Iya mak iya. Elang cuma becanda," ujar Elang. Ia menggeser posisinya lebih jauh dari emak karena takut jika gagang sapu s****n itu memberikan cambukan lagi. "Nah bagus kalo gitu." "Tapi sebagai gantinya Elang mau sprei baru dong Mak. Kemarin kan gambar Upin Ipin, sekarang Elang mau gambar perfect couple opah dan atok dalang," ucap Elang sambil nyengir lebar. "Mana ada bambang!" jawab Emak nyolot. Elang mendesah kasar dan memilih untuk duduk dan selonjoran di sofa sambil menonton kartun kesukaannya lagi. Ya, Upin Ipin. Baru menonton lima detik, suara emak yang serupa dengan gledek kembali terdengar. "Hei bocah, emak susah-susah beli sofa bukan buat kau kotorin. Kenapa sepatunya nggak kau copot?! Buruan turun atau emak pukul lagi!" Emak sudah bersiap melayangkan gagang sapu, membuat Elang buru-buru menurut. Ia kapok. "Jangan dong Mak!" pekik Elang takut. "Kau ini anaknya siapa sih! Pulang sekolah bukannya mandi dan ganti baju, kau malah nyantai. Enak banget, ya! Berasa raja aja kau di sini. Sana mandi, bau kau udah mirip kek tainya Nana." Sebelum bisa membantah, Elang sudah diseret emak dari sofa. "Berasa gembel banget gue di tarik-tarik nggak ada akhlak gini. Mak, jangan gitu dong sama Elang, anak emak lho Elang ini." "Buruan mandi sana!" usir Emak seraya mengarahkan tangannya ke anak tangga. "Nggak mau Mak, entaran dulu. Nunggu Upin Ipin bubar dulu baru Elang mandi. Udah tanggung tuh," respons Elang, menunjuk layar TV dengan dagunya. "Nggak ada penawaran. Mandi sana!" "Biar iklan dulu aja kalo gitu," tawar Elang lagi. Emak menatap Elang dengan kesal. "NURUT SAMA EMAK ATAU NAMA KAU EMAK CORET DARI KK!" "Eh buset, kejam amat Mak." "Ya udah mandi sana!" "Kalo kaki Elang kena air, nanti berubah jadi ekor Mak. Ngeringinnya yang susah." "Nggak lucu!" balas Emak. "Emosi mulu perasaan, jangan marah-marah Mak, cepet tua nggak enak loh." "APA KAU BILANG TADI?!" "KABUUURRRR! EMAK ELANG UDAH NGAMUK!" Cowok itu berlari kencang menaiki anak tangga menuju kamarnya. Setelah sampai, Elang segera duduk di bibir kasur dan mencopot sepatu. Kemudian Elang berdiri dan berjalan mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu. Langsung saja Elang masuk ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian Elang sudah berdiri di bawah shower, membiarkan air hangat mengalir membasuh seluruh badannya yang terasa lengket. Kemudian, cowok itu bergeser dan mencari odol dan sikat gigi. Posisi Elang kini berdiri dihadapannya sebuah cermin di kamar mandi, menatap pantulan dirinya. "Eh gue baru nyadar kalau gue cakep gini." Elang mengedipkan sebelah matanya. "Nggak ada tampang-tampang pakboi padahal, tapi kenapa tuh cewek ngomong gitu? Ngasal banget mulutnya, pengin gue cipok. Eh?" Elang segera menggeplak mulutnya. "Maafin Elang ya Allah, Elang khilaf. Nih mulut belum makan jadinya ngomong ngasal." Detik berikutnya, Elang mulai menyikat gigi sambil bergoyang. Dari goyang itik, sampai goyang gergaji sudah Elang lakukan. "bulat bulat bulat bulat bulat bulat bulat bulat oh oh bulat bulat." Elang bernyanyi dengan suara jeleknya. Ia mengikuti cara gosok Gigi yang dokter Rafli praktekan pada Upin Ipin dan kawan-kawan. Ia melakukannya dengan sungguh-sungguh. Hingga akhirnya Elang berkumur-kumur dan menunjukkan deretan giginya yang putih ke hadapan cermin. "Wah manjur juga, pakai cara bulat-bulat gigi gue jadi glowing. Eh kinclong maksudnya hehe ..." Elang terkekeh sebentar, mencetak lesung pipitnya yang kini terlihat jelas. "Ganteng banget gue sebenernya, tapi sayang gue jomlo. Nggak ada yang mau daftar gitu? Gue kurang apa coba? Motor bagus iya, pinter ngegombal iya, pinter pelajaran? Lumayanlah. Tapi yang paling penting gue ganteng cuy." Elang kemudian menggeleng pelan dan memilih untuk mengakhiri acara mandi sore ini. Cowok itu menyambar handuk putih dan melilitkannya dipinggang hingga sebatas lutut. Elang membiarkan tubuh idealnya terpampang begitu saja. Lagian di sini ia sendiri, jadi tidak masalah. Mau t*******g bulat juga tidak masalah, tapi Elang tidak berani melakukannya karena takut jika ada mbak kunti yang cekikikan karena melihat barangnya. Bisa berabe, kan? *** "Bu Cinta belum masuk kenapa, ya?" heran Elang sembari memperhatikan meja guru yang masih kosong. Beberapa kali juga ia mondar mandir keluar masuk kelas. Membuat para sohibnya bingung. Terutama Ragas yang satu bangku dengan cowok itu. "Sekali lagi lo mondar mandir, gue paku kepala lo Lang!" sewot Ragas seraya menarik tangan Elang, hingga b****g Elang kembali duduk di kursinya. Ragas melempar sorot mata tajamnya. Elang yang mondar-mandir, tapi Ragas yang merasa lelah sendiri. "Kalo kepala gue di paku, entar gue jadi kuntilanak dong? Kuntilanak sukanya gondol orang-orang jomlo lho." "Bodo!" Ragas berucap tepat di depan muka Elang. "Bah ... Iler lo muncrat ke muka gue semua anjir. Entar kalo gue infeksi gimana? Lo mau tanggung jawab? Tanggung jawabnya pake cewek cantik soalnya, nggak pakai duit," ujar Elang sembari mengusap wajahnya dengan seragamnya. "Ngeselin emang lo Lang, sumpah lo ngeselin. Gue nggak bohong. Otak lo nggak pernah di ganti atau apa sih! Tuker tambah sana," celetuk Nolan yang tiba-tiba berbalik badan menghadap ke arah bangku Elang dan Ragas. "Nggak punya duit gue. Sumbangin dong lima puluh juta," jawab Elang ngasal. PLAK! BUGH! "Sakiiit woy! Kenapa nyiksa gue mulu sih kerjaan elo elo pada!" Elang melempar sorot mata sinis. Ia mengusap kepalanya yang kena jitakan Nolan. Perutnya juga sakit karena pukulan Ragas. "Biarin, gue seneng lihat lo tersiksa," jawab Nolan enteng. Ragas pun mengangguk setuju. Elang langsung cemberut. "Kerjaan yang cocok sama gue apa, ya kira-kira? Gue mau cari duit karena lo berdua nggak mau nyumbang lima puluh juta buat gue dandan otak." Elang mengetuk-ngetukkan jarinya didagu sembari memutar otaknya. Ia menatap ke atas, masih memikirkan jawaban yang cocok. "Penggali kubur mungkin," jawab Saka ikut bergabung. "Pemuas hasrat mungkin," seloroh Ragas ngasal. Tapi Elang langsung terkesiap dan membulatkan matanya lebar-lebar. Langsung saja kepala Ragas dihadiahi pukulan dari Elang. "Astaghfirullah Ragas, kita ini hidup di dunia cuma satu kali. Begitu singkat, harusnya kita perbanyak doa dan amal ibadah. Kita menabung buat diakhirat nanti. Kita hidup di sini jangan disia-siakan. Kita cari pahala sebanyak-banyaknya buat bekal kita di akhirat," jelas Elang panjang lebar. "Tumben lo bener, dapat ilham dari mana tuh?" Saka terkekeh diakhir kalimatnya. Elang yang jarang serius ketika menjelaskan hal-hal seperti itu membuat semuanya terperangah. "Mungkin bagian otaknya yang kurang baru di kirim. Makanya ngomongnya bener," tebak Nolan. "Eh nggak gitu dong para sahabat. Elang itu sebenarnya pinter lho. Pinter ngibulin emak, pinter ambil mangga tetangga jam dua belas malam, pinter nyolong duit emak waktu emak lagi nonton sinetron suara hati istri, hapal semua episode Upin Ipin dari Upin Ipin mukanya b***k, sampai glowing seperti sekarang. Terus apa lagi, ya?" "PINTER BUAT ORANG EMOSI!" ucap Ragas, Nolan, dan Saka secara bersamaan. Mereka kemudian saling berpandangan, dan tertawa keras. Bibir Elang langsung mengerucut ke depan. Ia menatap sahabatnya yang malah tertawa terbahak-bahak. Berusaha mencari pertolongan, Elang mengedarkan pandangannya. Hingga ia berhenti dan menatap Miko yang bangkunya tepat berada disampingnya. "Miko! Bantuin Elang dong, kena buli nih. Sebagai balasannya, nanti Elang bantuin Miko ngabisin duit di kantin." Miko yang sedari tadi memang menyimak pembicaraan tidak penting yang teman-temannya lakukan, ketika namanya sudah dibawa-bawa. Ia sedikit terkejut, kemudian cowok yang terkenal irit ngomong itu menjawab singkat. "enggak!" Elang melotot lebar. "Miko jahat! Elang mau kita putus!" jawab Elang sambil melipat kedua tangannya. "Sukurin lo, mampus nggak ada yang belain hahaha ..." "Diem lo!" tegas Elang sambil melempar mata tajamnya ke arah Saka. Bertepatan dengan itu, kelas yang awalnya rusuh mendadak hening. Siswa yang awalnya tidak berada di bangkunya langsung ngacir ke tempat duduknya sendiri. Melihat Bu Cinta, guru yang paling Elang segani masuk, membuat Elang langsung terkesiap dan memasang wajah lebarnya. "Nah gini kan adem lihatnya," gumam Elang. Netranya terus terpusat kepada guru muda di depan kelas itu. Bu Cinta memang guru paling cantik menurut versi Elang. Cantik iya, muda apalagi, ditambah bodi yang mendukung membuat Elang kadang m******t bibirnya yang kering. "Assalamu'alaikum anak-anak," sapa Bu Cinta, ramah seperti biasa. Senyumannya itu lho, bikin jantung Elang meletup keras. "Walaikumsalam Bu Cinta," jawab semuanya kompak. Rupanya bukan hanya Elang yang semangatnya menggebu-gebu, semua anak juga sama. Memang tidak heran, cara mengajar Bu Cinta yang humble dan nggak main emosi membuat guru itu menjadi idaman semuanya. "Bu Cinta," panggil Elang semangat. Ia berdiri dari duduknya. Kemudian Elang membuat bentuk love dari jari tangannya. "aku padamu Bu." Semua anak langsung terkekeh melihat tingkah cowok itu. Bu Cinta hanya menghela napas dan menggeleng. Sudah biasanya ia mendapatkan perlakuan dari muridnya satu ini. "Bu Cinta kok makin glowing aja sih Bu. Makin cantik kan jadinya. Jangan salahkan Elang lho kalo Elang udah kepincut sama Bu Cinta. Terus Bu Cinta jangan kaget pula kalo sewaktu-waktu Elang datang ke rumah Bu Cinta dan bawa cincin tunangan." Elang kemudian terkekeh. "Udah udah jangan becanda mulu. Kita lanjutin aja pelajaran minggu lalu," terang Bu Cinta. Elang langsung protes. "Yah ibu, ganti materi pelajaran dong Bu. Masa kembar sama minggu kemarin." Elang mendesah kecewa. Bibirnya mencebik. "Ya terus kamu maunya apa? Kan minggu kemarin belum sempet selesai. Kita selesaikan dulu, baru pindah. Gitu jadinya. Elang paham?" Bu Cinta tersenyum. "Materi tentang mencintai Bu Cinta tulus dari hati sedalam telaga angker ada nggak Bu? Atau nggak materi cara menaklukan hati wanita dalam waktu kurang dari lima detik ada nggak Bu?" Elang berhenti sejenak, kemudian berkata lagi sebelum Bu Cinta bisa mencegahnya. "Oh Elang tahu Elang tahu, materi tentang gimana caranya ijab kobul yang tepat tanpa ada kesalahan sedikitpun. Gimana Bu Cinta?" Bu Cinta nampak memejamkan mata kemudian menghembuskan napas panjang. Ia menatap Elang dalam-dalam. "kita mau belajar Elang, kalo kamu mau main-main doang. Ibu terpaksa bakal usir kamu dari sini. Paham?" "Jangan Bu! Iya iya Elang bakal patuh, diem, dan nggak napas juga. Tapi materi homo erectus-nya dipersingkat aja ya Bu." Elang kembali duduk di kursinya. Dan detik berikutnya ia mendapatkan cubitan dari Ragas. "Jangan bikin bu Cinta emosi lo Lang. Kita boleh ribut, tapi pas pelajaran Bu Mumun aja. Gue paling kesel saat guru BK satu ini," ujar Ragas setengah berbisik. "Ragas g****k. Gobloknya sampai ke tulang-tulang. Harusnya lo duduk anteng dong biar Bu Mumun nggak marah. Kalo lo berontak terus, Bu Mumun auto ajak lo ke ring tinju," ujar Elang menjelaskan. Kemudian ia mulai memperhatikan Bu Cinta yang sedang menjelaskan materi. Elang sebenarnya tidak menyimak pelajaran, tapi pandanganya terus mengarah ke wajah cantik Bu Cinta. "Nah jadi gitu. Ada yang mau tanya nggak sebelum ibu akhiri pelajaran kali ini?" tanya Bu Cinta. Mendengar itu, Elang seketika saja menegakkan tubuhnya. Senyumannya sudah terbit, ia sedari tadi nunggu sesi seperti ini. Bu Cinta selalu mempertanyakan apakah ada siswa yang tanya sebelum keluar dari kelas. Elang yang sudah bersiap hampir melontarkan pertanyaan, langsung terjeda ketika suara Bu Cinta kembali terdengar. "Kecuali Elang yang tanya." Elang mencebikkan bibir kecewa. "Bu Cinta nggak adil banget sama Elang. Jangan bikin hati Elang sakit karena dikecewakan dong Bu. Rasa sakit kecewa itu bakal terus berbekas. Dan lama buat sembuhnya." "Ya udah, terus kamu mau tanya apa?" "Ini serius Bu Elang mau tanya karena Elang nggak tahu. Kodok itu makannya apa sih Bu? Ibu tahu nggak? Terus air terjun yang ada di iklan adem sari itu letaknya di mana ya Bu? Kasih tahu Elang Bu biar ngerti. Entar Bu Cinta Elang kasih rasa cinta dan kasih sayang segede gunung Sinabung hehe ..." "ELAAAAAAAANG!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN