Memikirkan pesta dansa yang akan dilaksanakan Minggu depan membuat Elang yang sedang mengendarai motornya untuk pulang ke rumah, sedari tadi tidak bisa menghilangkan sebuah senyuman manis yang tersungging di sudut-sudut bibirnya. Membayangkan saja sudah membuat Elang senang sekaligus tidak sabar menanti acara itu.
Jelas saja Elang mau mengajak Kana, ia ingin cewek itu menjadi pasangannya. Dan entah kenapa Elang sangat yakin apabila Kana mau menerima ajakannya itu.
"Duh, gue nggak sabar banget nunggu minggu depan," ujar Elang sambil menatap jalanan di depan. "Kana bakal jadi princess Cinderella, terus gue jadi pangeran. Buset dah, uwu banget pasti," lanjutnya senang.
"Kana pasti cantik banget pake gaun Cinderella," gumam Elang lagi. "Dan otomatis gue pasti ganteng banget dong, iyalah Elang gituloh."
Elang sudah seperti orang stress saja, ditengah jalan ia berbicara sendiri, tertawa kecil memikirkan saat-saat acara pesta dansa minggu depan. Tahun lalu, peraturannya berbeda dari tahun sekarang, waktu Elang kelas sepuluh, acara ini bisa diikuti oleh semua siswa dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas.
Tapi, tahun lalu Elang tidak ikut acara ini karena ia tengah demam tinggi. Sebenarnya bukan itu masalah utamanya, melainkan Elang tidak mendapatkan pasangan. Tidak ada yang mengajak Elang untuk jadi pasangan siapapun. Membuat cowok itu terus memikirkan gimana caranya meluluhkan hati cewek agar sekiranya ada yang mau bergandengan dengannya. Namun, karena asik berpikir keras, Elang justru malah jatuh sakit.
Nyebelin banget, kan?
Dan Elang sangat yakin seratus persen jika tahun ini, tepatnya minggu depan, Kana bakal menjadi pasangannya. Karena Elang benar-benar jatuh cinta kepada cewek itu. Entah karena apa, perasaan itu muncul begitu saja. Dan Elang bertekad akan terus berada di samping cewek itu.
"WOY YANG BENAR DONG KALO NAIK MOTOR ANJING!"
Elang langsung terbelalak dan tergelak cepat, ia dilanda kebingungan seperkian detik. Kemudian ia menatap sekelilingnya. Elang melotot, pantas saja ia ditegur oleh orang lain. Tidak salah lagi, Elang terlalu pelan mengendari sepeda motornya di jalan raya seperti ini. Sadar akan hal itu, Elang pun menarik gas motornya lebih cepat.
"Buset dah, ginjal gue kaget anjir. Jantung gue juga mau copot, terus usus gue jadi kaku. Emang nggak ada akhlak tuh orang sampai gue kaget banget gila," seloroh Elang panjang lebar. Ia berdecak jengkel setelah itu.
Elang memfokuskan pandangannya pada jalanan, dan kali ini ia berniat memilih jalan pulang berbeda dari biasanya. Elang pun berbelok ke kiri di persimpangan depan, ia ingin cepat sampai di rumah dengan memotong jalur.
Jalan yang Elang lewati sekarang memang agak sepi, tidak banyak kendaraan yang lewat di sini. Namun, tiba-tiba saja Elang dikejutkan oleh sebuah mobil berwarna silver yang terparkir di tengah jalan, otomatis menghadang jalanan Elang.
"Mentang-mentang mobilnya bagus, parkir mobil aja sembarang gini. Udah tahu jalannya sempit, gimana gue mau lewat anjir. Kalo gue punya sayap Tinkerbell, boleh dah gue terbang. Lah tapi sekarang motor gue gimana mau lewat?" Elang berdecak sekali lagi.
Ia merasa sangat apes hari ini. Di sekolah ia mendapatkan aniaya dari teman-teman bangsatnya, di jalanan tadi juga ia diteriaki orang karena terlalu lambat berkendara. Dan sekarang? Elang menghela napas panjang, mau tak mau ia turun dari motornya untuk menegur pemilik mobil yang no have akhlak tersebut.
Benar-benar memancing emosi Elang. Tapi, setelah dipikir-pikir lebih jauh dan teliti lagi, kayaknya hidup Elang selalu dikelilingi oleh kabut penderitaan. Setiap saat ia selalu apes dan keberuntungan jarang sekali berpihak kepadanya.
Dengan langkahnya yang panjang, Elang pun berjalan menuju mobil tersebut dengan wajah bersungut-sungut.
Semakin dekat, entah kenapa telinga Elang mendengar suara bersahutan dari arah depan mobil. Elang berhenti sejenak, keningnya berkerut, dan ketika ia mempertajam indera pendengarannya dan mendengar nada seseorang yang mengucapkan kalimat sebuah gertakan dan paksaan. Detik itu juga Elang merasa jika ada yang tidak beres di dekatnya ini.
Langsung saja Elang menambah laju langkahnya. Dan detik berikutnya Elang begitu tercengang. Bola matanya terbelalak lebar, dugaannya rupanya benar adanya. Ia melihat tiga orang laki-laki, yang satu berpakaian jas kantor, sementara yang dua lainnya berpenampilan seperti berandalan.
Elang langsung bisa menebak jika laki-laki berjas licin itu sedang di rampok secara paksa oleh dua laki-laki preman tersebut. Melihat itu membuat Elang geram dan mengeratkan rahangnya.
Entah mendapatkan keberanian dari mana, Elang tiba-tiba berteriak keras. "WOY, MAU APA KALIAN?"
Ucapan Elang berhasil menyita perhatian kedua laki-laki berbadan besar dengan pakaian lusuh khas preman jalanan. Yang satu berkalung rantai, berkepala botak, dan bertubuh besar, sedangkan yang lainnya memiliki alis yang sengaja di cukur setengah, rambut yang gondrong dan tubuh yang tinggi dan kurus.
Kedua tangan Elang sudah terkepal. Tapi ia masih bertahan pada posisinya.
"Lo siapa, ha? Anak baru lahir nggak usah ikut campur urusan orang tua," ujar preman berkepala botak dengan tajam.
"Gue Elang, anaknya Emak. Kenapa? Mau kenalan?" jawab Elang songong, sama sekali tidak takut akan kedua preman tersebut.
"Pergi atau lo tahu akibatnya bocah ingusan. Ini urusan orang tua, lo nggak usah ikut campur kalo tulang lo nggak mau remuk sekarang juga," ucap preman berambut gondrong.
Mendengar itu, Elang mengusung senyuman sinis. "emang lo berdua udah tua lah! Siapa juga yang anggep masih ABG? Muka udah keriput gitu hahaha ...." Elang terbahak di tempat, suaranya yang keras karena terus tertawa membuat kedua preman tersebut langsung dibuat geram.
"Kita kasih kesempatan sekali lagi, lo pergi dan nyawa lo bakal aman!"
"Elang nggak takut sama lo berdua! Jangan sok berkuasa, lo berdua boleh deh berkuasa dan sombong kalo berhasil nikahin lima janda sekaligus. Lo berdua sama kayak Elang, makan nasi campur sayur lodeh. Kita sama, kita sederajat. Jadi nggak ada yang buat Elang takut sama kakek-kakek tua Bangka kayak kalian!"
"Wah ... Nyolot banget nih bocah," ujar si botak, lalu menoleh ke arah kawannya. "Gimana? Kita kasih dia pelajaran aja."
"Gue nggak takut, sini maju lo!" tantang Elang.
Detik berikutnya, kedua preman itu sudah berjalan cepat ke arah Elang hendak bersiap memberikan Elang sebuah pelajaran karena sudah berani melawan. Entah kenapa Elang tidak takut, ia sudah bersiap dan mengambil ancang-ancang.
"Ayo keluarkan jurus andalan kalian, lawan Elang yang punya jurus amukan emak!" ujar Elang yang sudah menyiapkan ancang-ancang.
"Bacot lo anjing!" Satu diantara mereka maju dan menyerang Elang. Tapi dengan cepat Elang berkelit ke samping, lalu Elang berbalik badan. Ketika menyadari dirinya punya peluang, dengan cepat Elang tidak menyia-nyiakannya. Ia berhasil meninju preman berkepala botak.
"s****n!" umpat preman tersebut sambil memegangi perutnya, tatapan tajam ia hunuskan ke mata Elang. Dan Elang hanya tersenyum remeh dan menyentil hidungnya.
Kemudian detik berikutnya Elang segera berbalik badan ketika instingnya mengatakan jika preman satunya lagi sudah bersiap menyerangnya. Namun Elang kurang cepat, dan alhasil pipinya kena tonjok. Wajah Elang terlempar ke samping.
"WAJAH IMUT GUE!" teriak Elang histeris.
Dengan tubuh yang seperti dirasuki setan, Elang langsung bergerak cepat. Kini kedua preman itu melawannya secara bersamaan. Dua banding satu, sama sekali tidak adil. Tapi Elang tidak menyerah, ia harus menyerang mereka berdua.
BUGH!
Berhasil. Elang sukses menendang perut preman berambut gondrong hingga tubuhnya terpental jauh dan berakhir di tanah. Elang segara berpaling, lalu ia menunduk dengan cepat sesaat preman yang satunya lagi hendak memukul kepalanya. Elang berhasil menghindar, lalu ia membalasnya dengan tendangan di perut si preman berulang kali.
Semuanya sudah terkapar di tanah. Elang puas memandangi semuanya. Lalu menit berikutnya kedua preman itu sudah bangkit berdiri. Elang sudah memasang kuda-kuda, tapi mereka berdua justru malah melarikan diri menjauhkan dari sana.
"MENTAL TEMPE DIGEDEIN! KALAH KAN LO BERDUA?! HUUU ... DASAR b******n!" Elang berteriak keras. Ia tertawa sebentar dan puas dengan apa yang ia lakukan, hingga akhirnya ia membalikkan badan untuk melihat laki-laki berpakaian jas.
Elang berjalan mendekat. "Gimana keada—
Ucapan Elang langsung terhenti seketika itu juga ketika tatapannya dan tatapan laki-laki itu saling bersirebok. Bola mata Elang terbelalak nyaris keluar, mulutnya ternganga tidak percaya dengan apa yang ia lihat dihadapannya ini. "Ba-pak?"
***
Tatapan kosong Elang mengarah ke depan, pikirinnya masih disesaki oleh kejadian kemarin sore ketika ia pulang sekolah. Elang awalnya tidak sadar jika laki-laki yang ia tolong adalah bapak kandungnya sendiri. Tidak heran lagi jika ia terkejut setengah mati saat itu, sudah lima tahun Elang tidak berjumpa dengan bapak.
Elang jadi teringat waktu ketika ia masih SMP dulu, ketika emak dan bapaknya memilih berpisah karena sebuah masalah. Dan mereka pun memilih cerai sebagai jalur satu-satunya untuk memulai kehidupan baru. Elang bahkan tidak menyangka bahwa ia bertemu dengan bapak diwaktu yang tidak terduga seperti kemarin.
Elang tidak membenci laki-laki itu, hanya saja untuk sekarang Elang belum menerimanya kembali. Waktu menolongnya kemarin sore, Elang bahkan langsung pergi tanpa berkata-kata lebih lanjut lagi. Teriakan bapak berhasil Elang acuhkan, masih terlalu terkejut dan tidak menyangka jika Elang dipertemukan lagi dengannya.
"ELANG g****k!"
Mengerjapkan mata sebanyak tiga kali, Elang tersentak dengan bola mata melotot. Kepalanya langsung ia tolehkan ke samping kanan, dan dapat Elang lihat jika Ragas tengah menampilkan ekspresi kesal.
"Kenapa Gas?" tanya Elang bingung.
Ragas berusaha menahan dirinya agar tidak kelepasan untuk menjitak kepala Elang. Cowok itu meredam emosinya, kemudian menarik napas panjang. "Lo gue panggil dari tadi nggak nyahut babi, lo kenapa dah? Tumben banget ngelamun? Pasti ada yang nggak beres kalo lo ngelamun begini."
"Iya, ada yang nggak beres."
"Tuh kan gue bener!" ujar Ragas sambil bertepuk tangan satu kali. "Emangnya kenapa? Boleh deh lo cerita sama gue."
"Ini soal lo Gas," jawab Elang dengan tatapan kosong menatap Ragas.
Satu alis Ragas naik beberapa senti. Kedua matanya menyipit mengarah ke wajah Elang. "Gue?" tanya Ragas sambil menunjuk dirinya. "Gue kenapa? Lo mikirin gue dari tadi?"
"Iya, gue mikirin lo."
"Kenapa? Ada yang salah sama gue Lang?" Ragas terus menatap Elang dengan bingung.
Elang mengangguk.
"Apaan emangnya?"
Elang mendekatkan mulutnya ke telinga Ragas, kemudian ia menghirup oksigen panjang, lalu berakhir berbicara sangat keras. "LO UDAH TERIAK DI TELINGA GUE BANGKE!"
Sebelum Ragas menyulutkan api kemarahan lewat ubun-ubun kepalanya, Elang sudah berdiri dari duduknya dan cepat-cepat ia kabur dari kelas. Bisa-bisa ia kena tamparan, jitakan, atau mungkin jeweran telinga jika Elang masih bertahan pada posisinya tadi.
Elang berjalan menyusuri koridor kelas, bisa ditebak dengan mudah tujuannya akan pergi ke kelas Kana untuk membicarakan tentang pesta dansa Minggu depan. Ah rasanya Elang sudah tidak sabar lagi. Elang pokoknya harus gercep sebelum Kana sudah diminta tawaran dari cowok lain. Apalagi kalau Kana sampai mau. No! Big No! Kalau Kana berpasangan dengan cowok selain Elang, terus Elang sendiri sama siapa? Penjaga kantin? Kuntilanak? Kak Ros? Atau mungkin Jadoo di film India yang pernah Elang tonton?
Tidak mau hal itu terjadi, dan kini otaknya sudah berpikir yang tidak-tidak, Elang pun menambah laju kakinya.
"Gue kayaknya mau ngajak Kana kelas XI. IPA 2 itu deh, lo tahu sendiri kan kalo tuh cewek cantik banget?"
Glek!
Kepala Elang langsung berputar ke belakang, kedua kakinya yang tadi berjalan cepat juga berhenti secara mendadak, ketika tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar seseorang menyebut nama Kana.
Dapat Elang lihat jika ada dua orang cowok di belakangnya. Elang yakin, salah satu diantara mereka tadi menyebut nama Kana. Dan jujur, itu mengusik ketenangan Elang. Tanpa ada rasa yang terbenam di hatinya, Elang pun memutar tubuhnya dan berjalan menghampiri dua cowok tadi.
"Assalamu'alaikum para akhi," sapa Elang sambil nyengir dan melambaikan sedikit tangannya. Ia kemudian menyodorkan tangannya untuk meminta mereka berjabat tangan dengannya.
Tentu saja kedua cowok itu merasa bingung dengan tindakan Elang. Mereka saling pandang, melempar tatapan bertanya. Sementara Elang menunggu tangannya dijabat.
"Tangan gue terhindar dari kuman paling mematikan kok, jadi nggak usah takut lo berdua bakal mati. Gue cuma mau kenalan sama lo berdua," ucap Elang seolah tahu arti tatapan tidak mengerti dari mereka. "Nama gue Elang, bisa dipanggil cogan," lanjutnya.
"Lo salah server, lo ngomong gitu harusnya ke cewek noh, kita nggak homo," celetuk salah satu diantara mereka.
Elang mengangguk-anggukkan kepalanya tak acuh. "Oh gitu, ya? Ya udah mau kenalan sama gue nggak? Anggap aja kita silahturahmi, mempererat tali persaudaraan nggak ada salahnya, kan?"
Satu diantara mereka menjabat tangan Elang. "Gue Eko," jawabnya setengah malas. Kemudian disusul oleh satu temannya.
"Kalo gue Nanta."
Elang mengangguk mengerti. "Kalo nggak salah denger, tadi kalian kayaknya nyebut nama Kana. Apa bener? Atau gue salah denger, ya?"
"Gue yang ngomong," ujar cowok dihadapan Elang langsung, yang Elang ingat-ingat bahwa cowok itu bernama Nanta. Tidak mungkin Elang lupa namanya karena baru kenalan tadi.
Elang memandangi Nanta, lebih tepatnya menyelidik. Cakep juga nih cowok, duh gue ada saingannya.
"Kalo boleh tahu, kenapa ya?" tanya Elang.
Nanta tampak mengerutkan keningnya bingung, tatapan sinis ia paparkan ke wajah Elang. "Lo baru kenalan tadi kok udah kepo kayak emak-emak?"
"Gampang sih, kepo adalah bagian dari hidup gue, nggak kepo hidup jadi nggak asik. Jadi buruan kasih tahu gue kenapa lo tadi sebut-sebut nama Kana," desak Elang.
"Kok lo malah maksa?"
"Kan gue kepo," jawab Elang enteng.
Nanta memandangi sahabatnya yang berdiri disampingnya sebelum ia mengeluarkan napas panjang. Kembali ia menatap cowok aneh yang tiba-tiba datang ini. Meskipun enggan, tapi Nanta terpaksa menjelaskannya kepada Elang, si cowok aneh bin nyebelin.
"Lo tau kan kalo Minggu depan Star One ngadain pesta dansa?" tanya Nanta, Elang pun mengangguk lagi. Kalau itu sih Elang tahu, tapi kenapa tadi nama Kana dibawa-bawa? Atau jangan-jangan ...
Bola mata Elang melotot lebar, tapi ia masih diam dan memberikan Nanta kesempatan untuk melanjutkan ucapannya. Barangkali dugaan Elang salah, ia harus berpikir positif.
"Gue mau ngajak Kana untuk jadi pasangan gue," lanjut Nanta dengan ekspresi tenang.
Tuh kan bener dugaan Elang! k*****t emang.
Sementara itu, Elang yang berdiri dihadapan Nanta langsung melebarkan mulutnya. Rupanya benar, Nanta juga mengincar Kana. Ini tidak boleh dibiarkan, Elang harus gerak cepat sebelum semuanya terlambat dan Nanta jadi pasangan Kana di pesta dansa nanti. Mana bisa Elang tenang memikirkan itu?
"Nggak bisa gitu dong, Kana pasangan gue!" balas Elang, tiba-tiba saja terdengar ngotot.
"Pasangan lo?"
"Iya, Kana pasangan gue. Dia bakal jadi princess gue di acara Minggu depan. Lo cari yang lain pokoknya, nggak boleh Kana titik," kekang Elang ngotot, tatapan tajamnya sudah menghujam Nanta sedari tadi.
"Emangnya lo udah ngomong sama Kana? Emangnya Kana setuju sama lo?"
Elang menggeleng cepat sambil nyengir lebar, "belum sih hehe ..."
"Yeee ... g****k! Berarti lo belum ada hak dong, gue juga bisa dapetin Kana. Lo aja belum ngomong sama tuh cewek. Emangnya Kana mau sama lo? Pede amat lo!" balas Nanta tak kalah sengit.
"Tapi gue percaya kalo Kana bakal milih gue!" Elang semakin murka saja dibuatnya, mana boleh Kana-nya dibagi dengan cowok lain? Nggak boleh! Elang tidak akan membiarkan itu. Kana harus bersanding dengannya. Titik, nggak pake koma apalagi kata sambung. Kana hak paten miliknya. Hanya miliknya!
"Gue juga percaya kalo Kana mau sama gue!" jawab Nanta tak kalah keras.
Elang dan Nanta saling melempar pandangan sinis. Mereka tidak ada yang mau mengalah, merebut ingin menjadi pangeran di acara Minggu depan dengan Kana yang menjadi tuan putrinya. Padahal Kana belum tahu menahu soal hal ini.
"Wah ... ngajak berantem nih," ujar Elang sambil tersenyum remeh. "Siapa yang sampai kelas Kana dulu dia yang bakal dapetin Kana cup!" Elang pun berbalik badan dan berlari kencang meninggalkan dua cowok tadi.
Nanta terkejut, bola matanya melebar. Tak mau kalah, ia pun bersiap berlari. "Woy curang lo b*****t! Tungguin gue dong! s****n lo, woy tungguin gue!"