Support Dari Mama

1014 Kata
Bagian 9 Ya Allah, sungguh aku tidak menduga ternyata Mas Farid itu jahat. Berarti apa yang kualami dua malam terakhir ini benar adanya, bukan mimpi. Saat aku terbangun tengah malam, pasti Mas Farid tidak tidur lagi di sampingku, dan saat aku terbangun Mas Farid sudah kembali ke atas kasur dan tidur di sampingku. Dan suara aneh yang kudengar dari kamar Rini … pasti itu suara Mas Farid dan Rini. ya, aku yakin sekali. Sekarang, aku harus kehilangan janinku oleh karena ulah dari ayahnya sendiri. Lihat saja, Mas. Aku tidak akan memaafkanmu. "Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu. Jika butuh sesuatu, silakan panggil suster." "Baik, Dok. Terimakasih," ucap Mama sambil tersenyum kepada dokter tersebut. Setelah dokter pergi, Mama kembali duduk di sampingku. Mama menggenggam tanganku, menatapku dengan rasa kasihan. Mungkin Mama tidak menduga jika putrinya ini harus mengalami nasib seperti ini. "Kenapa kamu tidak menjaga kandunganmu dengan baik, Nak? Apa sebenarnya yang terjadi? Apa kaitannya keguguran yang kamu alami dengan obat tidur itu, Nak?" Mama terlihat semakin khawatir. "Adel tidak tahu kalau ternyata Adel sedang mengandung, Ma. Soal obat tidur itu, sepertinya ada yang sengaja mencampurnya ke minuman Adel, Ma," jelasku kepada Mama. "Cerita sama Mama, Nak. Sebenarnya apa yang terjadi?" Mama sepertinya sudah tidak sabar. Air mata tak bisa lagi kutahan, mengalir deras dari kelopak mata ini. Sungguh aku tidak sanggup menceritakan semua ini pada Mama. Takut jadi beban pikiran baginya. "Nak, apapun yang terjadi, Mama akan selalu bersamamu. Ceritakan semuanya pada Mama." Mama memperkuat genggaman tangannya, mengisyaratkan bahwa beliau akan selalu ada untukku, apapun yang terjadi. Aku menarik napas dalam, kemudian mengembusnya secara perlahan. Ya, aku akan menceritakan semuanya pada Mama. Hanya Mama satu-satunya orang yang bisa kupercayai saat ini. "Sebenarnya, Adel juga enggak tahu pasti, Ma! Adel nemuin bungkus obat tidur itu di bawah meja makan. Adel menduga, Mas Farid lah yang mencampurnya ke dalam jus buah yang diberikannya setiap malam pada Adel. Setelah meminum jus tersebut, pasti Adel akan langsung tertidur dan tidak tahu apa-apa lagi. Saat terbangun tengah malam, Mas Farid tidak berada di sisi Adel. Saat Adel bangun di pagi hari, Mas Farid sudah tertidur pulas di atas tempat tidur, di sisi Adel. Sudah dua malam Adel merasakan kejanggalan itu, Ma." Dadaku terasa sesak mengatakan hal yang sebenarnya kepada Mama. Aku tidak tega jika nanti penyakit Mama kambuh karena terlalu memikirkanku. Sebenarnya, aku sudah memikirkan cara untuk mengungkap kebohongan Mas Farid dan Rini. Tapi ternyata mereka lebih pintar dariku. Aku kalah cepat dengan mereka. Mama menatapku, ia menggeleng pelan seolah tidak percaya dengan apa yang kuucapkan barusan. "Berarti Farid pelakunya?" "Iya, Ma. Dan sekarang Adel ingin pisah dari Mas Farid, Ma!" Spontan, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Mama mungkin tidak mengira jika menantunya yang selama ini terlihat baik ternyata menyimpannya kebusukan. Aku tahu Mama pasti kecewa saat mengetahui kebenaran ini. "Apa ini ada kaitannya dengan wanita hamil yang sedang bersama Nak Farid tadi? Mama tadi berpapasan dengan mereka di parkiran." Jujur, aku takut sakit jantung Mama kambuh lagi jika mendengar berita yang tidak menyenangkan. Tapi mau bagaimana lagi, aku terpaksa menceritakan semuanya. "Iya, Ma. Wanita itu mengaku sebagai sepupunya Mas Farid, dia tinggal bersama kami." "Apa?" Mama terkejut mendengar penjelasanku. "Terus kamu percaya begitu saja? Kenapa kamu biarkan wanita itu tinggal di rumah kalian? Kenapa tidak ngasih tahu Mama soal ini?" Wajah Mama merah padam menahan amarah, bahkan sebelumnya aku belum pernah melihat Mama semarah itu. "Tidak, Ma. Adel juga sudah merasa curiga terhadap mereka, tapi Adel belum memiliki bukti yang kuat. Adel juga sudah berusaha menghubungi nomor telepon ibu mertua untuk menanyakan hal ini, tapi sampai sekarang nggak bisa dihubungi. Maafin Adel, karena belum sempat memberitahu hal ini pada Mama." Air mata kembali mengalir dari kelopak mataku. Hanya kata maaf yang bisa kuucapkan untuk Mama. Pasti hati mama terluka mendapati kenyataan ini. "Kamu tidak perlu minta maaf, Nak. Kamu tidak salah, kamu adalah korban dari kejahatan suamimu sendiri. Tenanglah, Mama akan selalu bersamamu." Mama menyeka air mataku dengan punggung tangannya, kemudian mengelus kepalaku. "Jika memang benar bahwa Nak Farid adalah dalang dibalik semua ini, Mama akan mendukungmu untuk berpisah darinya. Mama mengizinkanmu menikah dengannya karena Mama melihat kalau dia orang baik. Jika Mama tahu bakalan seperti ini, Mama tidak akan mungkin mengizinkanmu menikah dengannya." Mama benar, jika saja aku tahu bakalan seperti ini, aku tidak akan mau menerima lamarannya, dulu. Tapi, semua itu sudah terjadi, dan tidak ada gunanya disesali. Sekarang yang harus kupikirkan adalah rencana untuk membalas Mas Farid dan juga wanita itu. *** Sudah sore begini, Mas Farid belum juga datang membesukku, padahal jam sudah menunjukkan pukul 17.00, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Mas Farid akan datang ke sini. Sejujurnya, aku sama sekali tidak mengharapkan kedatangannya ke sini, tapi aku juga tidak rela jika ia membiarkanku di sini, sementara mereka bermesraan di rumah. Aku tidak rela! "Del, Farid belum datang juga?" tanya Mama yang baru saja datang dari luar. Mama menenteng makanan dan juga air mineral. "Belum, Ma!" jawabku singkat. "Keterlaluan sekali suamimu itu," ujar Mama sambil membuka tutup botol air mineral itu dengan kasar. "Ya sudahlah, Ma. Enggak usah mikirin Mas Farid lagi. Setelah pulang dari sini, Adel akan langsung mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama." "Keenakan dong suamimu itu, selama ini kamu yang sudah payah bantuin dia. Berjuang bersama dari nol. Eh, sekarang malah beraninya selingkuh dengan wanita lain. Mama tidak terima jika anak Mama diperlakukan seperti ini. Siapa yang menyakitimu, akan berhadapan langsung dengan mama." Mama terlihat marah, jelas saja Mama tidak terima atas perbuatan yang telah dilakukan Mas Farid padaku. "Biar Mama telpon suamimu, dia harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi padamu." Mama mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, kemudian menelepon Mas Farid. "Halo, assalamu'alaikum, Ma," terdengar suara Mas Farid di seberang sana. "Waalaikumsalam, kamu di mana? Kenapa belum datang ke klinik?" Mama meninggikan nada bicaranya. "I-ini lagi di rumah, Ma," jawab Mas Farid terbata. "Di rumah? Ngapain kamu di rumah? Kamu lupa kalau istri kamu sedang dirawat di klinik, Hah?" Mama terlihat semakin marah. "Kirain Adel sudah pulang ke rumah, Ma." "Alasan aja! Cepat kemari. Dalam hitungan menit, kamu sudah harus tiba di sini." Mama memutus sambungan telepon secara sepihak. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN