Kini Manaka dan Aaron sudah pulang kembali ke rumah Manaka. Dalam keadaan, mental Manaka sangat terguncang. Baru mengetahui sisi lain kehidupan Aaron. Padahal bisa dibilang, latar belakang mereka itu sama. Akan tetapi, cara Aaron berpikir dan bertindak sangat jauh berbeda dengannya.
Manaka hanya tahu kekerasan, kebebasan dan bersenang-senang. Dia tak mengorganisir sesuatu seperti Aaron. Hanya bisa mewarisi tanpa bisa membangun bisnis sendiri dari awal. Sedangkan pemuda lima tahun lebih muda darinya itu, sudah melangkah jauh ke depan. Melewatinya, menghina dan mengontrolnya saat ini.
Mata Manaka refleks mencari sosok cantik itu. Ia mendengus saat menemukan Aaron sedang asyik membuat puding, tak ingin rasanya ia percaya kalau pemuda itu merupakan sosok sama yang membuatnya tertekan beberapa hari ini.
Apalagi bila melihat apron berenda yang dikenakan oleh sang pacar. Image berbahaya Aaron lenyap seketika, yang ada malah terlihat seperti istri rumahan idaman. Kalau saja bagian depan dadanya menonjol dan dan tak ada batangnya, Manaka akan lebih bisa menerima keberadaan Aaron dalam hidupnya. Oh ya, sekalian kepribadian posesif itu dibuang jauh-jauh bersama dengan kesombongannya juga.
“Aku ingin pergi karaoke,” keluh Manaka rancu. Terlontar begitu saja dari mulutnya, tiba-tiba ingin teriak-teriak mengosongkan segala unek-unek dalam hati.
Aaron sudah memasukkan pudingnya ke dalam kulkas. Kini ia telah berpindah duduk di samping Manaka, melingkarkan tangannya di bahu pria itu. “Mau pesan wanita atau bernyanyi? Aku tahu tempat karaoke langgananmu punya jasa plus-plus.” Lebih tepatnya mencekik Manaka, menuduh dengan tatapan penuh kecurigaan.
Manaka melepas paksa rangkulan Aaron. “Aku hanya mau bernyanyi dan kau menuduhku yang tidak-tidak! Baiklah! Aku akan pergi mencari wanita seksi seperti perkataanmu!” Ia membentak dengan kasar, melawan karena emosi. Untuk sesaat lupa akan rasa takut yang ia rasakan beberapa hari ini. Manaka keluar dari rumah dengan marah, menutup pintu dengan bantingan. Ia akan pergi kencan buta. Masa bodoh soal Aaron!
***
“Manaka, di sini!” panggil Yuu.
Yuu melambaikan tangan ketika melihat Manaka memasuki tempat makanan favorit mereka, sebuah restoran ala barat yang menyediakan makanan cepat saji. Dengan suaranya yang keras, Manaka bisa dengan mudah menemukan Yuu dan Hirano.
Ia menghampiri mereka dengan cepat. Duduk di samping Yuu, di depannya ada Hirano, sedang sibuk mengunyah hamburger.
“Ayo pergi goukon!” ajak Manaka.
Yuu putar bola mata. “Belum kapok ya? Aaron-san kalau marah seram lho!”
Manaka langsung mendelik. “Kau memanggilnya dengan san!?” Emosi karena teman masa kecilnya mulai bersikap seperti pengikut Aaron.
Yuu tak menjawab, mengalihkan pandangan ke jendela. Ia pura-pura sibuk meminum minuman soda ukuran jumbo pesanannya. Hirano lalu menarik tangan Manaka, mendekatkan wajah mereka untuk berbisik.
“Dia disogok dengan traktiran oleh pacarmu,” lapor Hirano.
“Hira-chii! Dasar teman pengkhianat!” teriak Yuu. Sebal, mendengar Hirano melapor. Sedangkan Hirano malah sibuk makan hamburger kedua, giliran dia yang pura-pura tak dengar apa pun ketika Manaka murka.
“Kau yang teman pengkhianat, Yuu!”
“Itu tak benar! Aku selalu di pihakmu!”
“Kalau begitu carikan mahasiswi seksi sekarang!”
“Oke, aku cari sekarang. Kau pesanlah makanan!”
Hirano menatap dengan datar, Yuu sibuk menelepon sana-sini saat Manaka pergi memesan makanan. Matanya tak benar-benar tertuju pada Yuu, melainkan Aaron yang berada di tempat duduk belakang Yuu.
Si pacar menyusahkan itu tersenyum mengerikan saat tatapan matanya bertemu dengan Hirano. Hirano segera tahu, nasib Manaka beberapa jam ke depan. “Yuu, jangan cari wanita. Kita ajak Manaka kumpul dengan anak-anak lain saja.” Ia berinisiatif mencegahnya, mencoba menghentikan Yuu mengumpulkan orang untuk goukon dadakan.
“Kenapa? Kau, kan suka goukon? Aku dapat mahasiswi universitas wanita. Banyak Ojou-sama, masih tak mau?” Yuu masih tak peka, terlalu bersemangat dengan nona-nona besar dari keluarga kaya dengan sejarah panjang.
Hirano tergiur. Dia selalu mau coba mendekati wanita baik-baik dan masih polos begitu. Ingin beradu keberuntungan, siapa tahu masih bisa dapat yang perawan. Masa depan Manaka biar temannya saja yang pikirkan sendiri. Toh salahnya sendiri, tak bisa mengontrol pacar.
“Aku mau!” jawab Hirano cepat.
“Bagus. Sekarang orangnya lengkap! Asa-pyon dan Ko-chan bakal pergi lebih dulu. Kita kumpul di sana.” Yuu juga cepat kalau soal yang begini, sudah dapat tempat dan menentukan jam.
Suasana hati Manaka pun membaik seketika, kembali ke meja mendengar kepastian Yuu. Ia mengacak rambut Yuu dengan gemas, merangkul temannya itu dengan akrab. Mereka berdua mungkin memang mudah tersogok, tapi Yuu dan Hirano selalu bisa menjadi teman terbaik bagi Manaka.
***
Habis makan, mereka bertiga langsung pergi ke kafe tempat janjian. Duduk selang-seling dengan gadis-gadis itu, saling mengenalkan diri dengan semangat. Hanya dalam waktu setengah jam, Yuu sudah bisa mencairkan suasana.
Namun pada saat Manaka sudah mulai dekat dengan wanita incarannya, Aaron muncul. Dia tersenyum sangat manis, memeluk Manaka dari belakang. “Dia milikku, tak baik mencuri milik orang lain, Nona. Jadi bisa kembalikan padaku?” Mengancam dengan tatapan mata begitu tajam hingga bisa menikam nyali orang yang menatapnya.
Wanita malang itu segera pindah tempat duduk sejauh mungkin. “Maafkan saya, ini kesalahpahaman. Silakan dibawa pulang pacarnya,” balas wanita itu. Sangat sopan dengan senyuman terpaksa.
“Terima kasih. Wanita secantikmu pasti mudah mendapatkan laki-laki yang lebih baik.” Aaron mulai bermain kata, menghina Manaka seolah berkata dia tak cukup baik.
“Kenapa kau selalu muncul di mana-mana!?” Manaka mengamuk seketika, melepaskan pelukan Aaron dengan kasar. Ia tak segera berdiri, melayangkan tinjunya lurus ke depan mengincar hidung mancung yang mempercantik wajah Aaron.
Tinjuan Manaka berhasil ditahan dengan mudah oleh Aaron. Tubuhnya ditarik mendekat dengan kuat, ditendang dengan lutut Aaron hingga lagi-lagi ... Manaka mempermalukan dirinya sendiri. Pingsan dengan sekali serang, jatuh dalam dekap lengan kurus yang ia benci.
“Aku bawa dia pulang,” kata Aaron pada Yuu dan Hirano.
Mereka berdua mengangguk dengan patuh, sudah tak kaget. Seakan tahu cara ini akan menjadi pola berulang ke depannya. Mengingat betapa bebalnya Manaka dan betapa gigihnya Aaron dalam permainan saling menjinakkan itu.
***
Manaka lagi-lagi terbangun di tempat asing, kali ini di dalam sebuah kamar love hotel. Tentunya bugil, dan pakaiannya entah disembunyikan ke mana. Aaron sialan itu duduk di atas sofa depan ranjang, memainkan sebuah gulungan tali dengan ekspresi wajah menyeramkan.
“Kau benar-benar tak jera, hem? Mau kubuat milikmu itu tak bisa berdiri selamanya lagi?” Kata-katanya juga menyeramkan, seakan bakal dia realisasikan segera.
“Coba saja kalau bisa!” Manaka masih berani melawan, mencoba berlari menyerang Aaron. Namun hasilnya, dia malah terjatuh kembali ke atas ranjang, wajahnya menabrak kasur dengan keras.
Saat itulah, Manaka sadar kalau kedua kakinya telah terikat dengan tali di tangan Aaron. Tersambung ke sebuah ring bawah lantai yang memang disediakan untuk ini. Sebab ini adalah kamar khusus SM, pilihan terfavorit Aaron.
“Jepang benar-benar sangat kreatif, menyediakan hotel luar biasa seperti ini. Bagi orang asing seperti ku, kamar ini hebat. Cocok untuk menjinakkan kucing nakal dalam musim kawin.” Aaron mulai mengoceh menyebalkan, mendekat perlahan ketika Manaka mencoba melepaskan ikatan di kakinya.
Tentu saja usaha itu kalah cepat dengan gerakan Aaron. Karena sebelum terlepas, Aaron sudah mencengkeram kedua tangan Manaka, ia ikat ke belakang. Lalu menarik tali itu ke depan, mengikat dengan pola jaring membalut seluruh tubuh Manaka. Setelahnya, Aaron membuka laci yang tersedia dengan berbagai mainan.
Wajah Manaka sudah sangat memucat, tak sanggup berkata-kata ketika sebuah benda besar dikeluarkan dari laci itu. Kepalanya menggeleng dengan kuat berusaha menolak hukuman gila yang satu ini.
“Kenapa takut? Bukannya tadi kau sangat berani melawanku?” Aaron bersenang-senang melihat wajah pucat itu, ia menarik sebuah senyuman sinis. Mengusap bibir Manaka sensual.
Tak lama, pintu terbuka. Tifa masuk membawa perlengkapan merekam lengkap, disertai dengan sebuah tas kertas belanjaan yang isinya sudah bisa Manaka tebak. “Tuan jangan tiba-tiba dong perintahnya, mengumpulkan semua ini butuh waktu tahu,” protesnya pada Aaron.
“DARIPADA PROTES, HENTIKAN BOSMU YANG SINTING INI!” Suara Manaka kembali bersama dengan kedatangan Tifa, mengira mungkin wanita itu bisa menyadarkan kegilaan Aaron. Tak tahu saja, Tifa malah suka sisi sadis itu.
“Semangatmu masih ada ya, Manaka. Jangan cemas, aku hanya akan merekam kok. Anggap saja aku tak ada,” jawabnya riang. Mengenang masa remaja penuh kesenangan bersama dengan Feyrin, kenangan saat mereka merekam aksi panas teman-teman seangkatan.
Aaron tertawa jahat. “Jangan sampai suara dan wajahku terekam. Fokus ke Manaka saja, Tifa. Aku yakin, kakakku yang manis akan senang dapat hadiah rekaman ini. Uke macho yang begitu menggoda.”
“AWAS SAJA! AKAN KUBALAS KALIA – HUMP!” Mulut Manaka disumpal dengan kain, terikat ke hingga ke belakang kepalanya.
Detik berikutnya, hanya suara-suara nakal yang terdengar. Dengan rontaan sia-sia Manaka ketika segala mainan itu digunakan ke seluruh tubuhnya. Aaron bersenang-senang, menghancurkan tubuh Manaka perlahan-lahan, membuatnya ketagihan pada pemainan keras dan kotor.
Aaron sedang mendidiknya, membangkitkan jiwa masokhis Manaka. Ia tahu pacarnya punya potensi dan suka di acak-acak hidupnya. Manaka hanya belum sadar, tak ingin mengakui dan menerima kenyataan gelap itu. Tak pernah mengerti bahwa sejak awal mereka memang sudah hidup di dunia yang keras dan gelap.
Sebab jika Manaka sungguh takut padanya, dia tak akan berani melawan lagi setelah pemerkosaan di ruang cuci otak. Namun Manaka malah selalu cari perkara, bahkan setelah melihat betapa mengerikannya sisi Aaron saat berlatih dengan para ketua regu. Pacarnya masih juga berani berselingkuh terang-terangan, seolah ingin berkata ‘kejar, tangkap, ikat dan hancurkan aku’ padanya.
Bagaimana Aaron tak begini bersemangatnya? Mendapatkan seekor kucing liar yang suka dimainkan.
Jika saja Manaka menangis dan menunjukkan tanda-tanda trauma seperti mantan mainan-mainan Aaron sebelumnya, ia pasti akan segera bosan dan mengembalikan Manaka kepada Gorou Kusaka.
Bukan Aaron yang memilih tinggal dan menjadi posesif pada pacarnya. Aaron hanya percaya, kalau sang pacarlah yang sedang menahannya untuk tinggal dengan segala godaan perlawanan itu.