Seminggu telah berlalu dan tidak ada yang berubah dari hubungan keduanya. Ayaz dengan kesibukannya dan begitu juga Sabrina tidak ada hal yang istimewa di dalam pernikahan mereka. Bahkan keduanya tidak saling berkomunikasi Ayaz sendiri seperti anak kos yang hanya kembali pada malam hari setelah bekerja dan pergi di pagi hari untuk bekerja. Sabrina sendiri tidak memiliki kegiatan ia masih dalam keadaan libur sehingga menghabiskan waktu hanya di Apartemen Ayaz saja. suara dering ponsel membuyarkan lamunan Sabrina yang tengah duduk di sofa panjang yang mengarah langsung ke pemandangan ibu kota Jakarta melalui dinding transparan Apartemen Ayaz.
"Ya, Al," Sabrina berdiri berjalan mendekat pada dinding kaca itu sembari memegang ponselnya yang menempel pada telinganya.
"Bri, Loe dimana? Kemari, cepetan Gue sama Vera uda ada di cafenya Mas Adri nih, uda lama kita gak ngumpul, jangan bilang lo lagi nonton drama dan belum mandi seharian," Suara bising Vera dan Alisa di tempat umum itu terdengar jelas menandakan Alisa yang berada di tempat yang cukup ramai seketika membuat Sabrina tersenyum mengingat tingkah kedua sahabatnya yang tidak pernah akur.
"Kok tebakan lo bener sih, gue belum mandi dan mager banget mau ngumpul, kalian aja deh,," terdengar hembusan nafas Alisa menandakan rasa kecewa. "Udah, buruan gih mandi Gue jemput, gak ada penolakan." ucap Alisa.
"E eh, beneran Al, Aku lagi gak enak badan juga nih jadi gak perlu di jemput kalian enjoy aja oke? Lain kali kita bisa hangout bareng gak harus hari ini gak papa kan??" terdengar suara berisik dan tidak terdengar jawaban dari Alisa. "Hallo.. Bri, ini gue Vera," tampaknya ponsel Alisa di ambil alih oleh Vera.
"Loe beneran gak ikut ngumpul kemari, gak asik ahh masak weekend loe di rumah aja sih, kita uda hampir libur sebulan gak ada ngumpul tau, cepetan gihh mandi, ntar kami jemput, gue gratisin makan sepuasnya di cafe ayang beib gue deh, lagian loe bakalan rugi gak kemari banyak cowok cowok ganteng disini beeeeuuh Gue gak bohong oppa lo itu leewaat,," Sabrina hanya tertawa mendengarkan penuturan sahabatnya itu ia memang tidak mengatakan kepada kedua sahabatnya bahwa dirinya telah menikah dan merubah statusnya menjadi seorang istri.
"Enggak deh, lain kali aja gak papa kan, beneran deh gue lagi gak pengin kemana mana untuk hari ini,," terdengar hembusan nafas Vera.
"Ya udah deh, lo jaga kesehatan dong sis, gue mau cuci mata dulu bayy,," Sabrina menghembuskan nafasnya bukan tidak ingin ia pergi tapi ia bahkan bingung harus berbuat apa keadaannya ia adalah seorang istri yang statusnya membingungkan mengingat hubungan ia dan Ayaz lebih dari seperti orang asing. Sabrina menatap jam dinding yang menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit waktu sore ia berjalan menuju kamarnya tampaknya Ayaz belum tiba dirumah dan memilih membersihkan dirinya.
****
Selesai shalat magrib Sabrina baru keluar dari kamarnya samar ia mendengar suara televisi menyala Sabrina turun melihat Ayaz tengah memangku laptopnya dengan secangkir teh dihadapannya Sabrina mengerutkan dahinya bertanya di dalam hati sejak kapan Ayaz tiba dirumah, ia berjalan menuju pantry perutnya terus meronta ronta untuk diisi Sabrina mengeluarkan makanan yang sengaja dibuat oleh asisten rumah tangga yang biasa membersihkan Apartemen Ayaz. Sabrina makan dalam diam sesekali menatap ke arah Ayaz yang sepertinya tidak merasa terusik dengan kegiatan Sabrina. Sabrina menghela nafas berpikir sampai kapan pernikahan ini berjalan seperti ini ia berniat untuk bertanya kepada Ayaz apakah ia sudah makan malam tapi sungguh ia merasa takut jika penolakan yang didapat seperti yang sudah sudah harus kah ia berperan sebagai istri yang durhaka saja Sabrina menggeleng gelengkan kepalanya. bagaimana pun pernikahan ini tetap sah dimata Tuhan dan Sabrina tidak ingin merasa berdosa. ia dengan cepat menyelesaikan makannya mencuci piring nya dan berjalan mendekati Ayaz yang sedang serius dengan pekerjaannya. Sabrina masih tetap sama ia hanya menggunakan baju tidur berlengan panjang dan kerudung rumahan yang biasa ia gunakan. ia berdiri jauh di depan Ayaz dan takut untuk bertanya tapi juga merasa bodoh sudah berada di tempat yang sama hanya berdiam diri.
"Mas!" Sabrina menatap Ayaz yang juga menatapnya dengan kening berkerut. "Kamuu,," demi tuhan Sabrina bahkan sudah keringat dingin kenapa ia berbicara saja sulit sungguh memalukan batin Sabrina.
"Ada apa??" Ayaz bertanya dan menghentikan aktivitasnya.
"Kamu sudah makan malam mas??" Ayaz yang mendengar pertanyaan itu menganggukkan kepala singkat dan melanjutkan kerjanya. Sabrina bingung harus berbuat apa haruskah ia pergi atau ia teruskan saja kebodohannya yang memalukan. kenapa begitu susah memulainya haruskah ia tidak peduli saja dan masa bodoh dengan pernikahan ini, tapi hati kecilnya tetap berbicara semua itu salah Sabrina memejamkan matanya, menghembuskan nafas dengan langkah tak terduga ia menyenggol meja yang ada dihadapan Ayaz mengakibatkan teh yang ada di gelas Ayaz tumpah dan membasahi berkas pekerjaan Ayaz yang ia letakkan di meja. Sabrina menatap dengan mata membesar lalu menatap Ayaz yang tengah menatap nya
"Sabrina apa yang Kau lakukan? Kau membasahinya!!" Ayaz dengan cepat mengambil berkas itu dan menggoyang goyangkan nya berusaha air yang menetes pada kertas itu tidak merusak filenya.
"Mas,, a aku ti,," Ayaz langsung menatap Sabrina tajam.
"Menjauh lah dariku Sabrina,," Erang Ayaz dengan nada yang sedikit tinggi ia memijit pelipisnya mencoba menahan amarahnya.
"Pergilah Sabrina,," kali ini Ayaz mengucapkannya dengan nada pelan tapi terkesan dingin. Sabrina bingung harus mengatakan apa ia merasa bersalah dan tidak tau bagaimana mengatasi kesalahannya melihat raut wajah Ayaz yang benar benar marah, ia beranjak dari sana dengan perasaan bersalah.
"Tunggu,," Suara Ayaz menghentikan langkahnya Sabrina hanya berdiri tanpa membalikkan badannya.
"Bersikap lah seperti biasanya, Kamu tidak perlu melakukan apa yang seharusnya seorang istri lakukan, lakukan apa yang ingin Kamu lakukan, begitu juga Saya, Saya tidak akan menuntut apapun darimu sampai Kalila benar benar kembali, Kamu mengerti??" Sabrina hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu begitu saja tanpa suara. Sabrina masih terduduk bersandar dikepala ranjang kamarnya ia masih mencerna ucapan Ayaz haruskah ia bersikap seperti orang lain yang tak mengenal satu sama lain, Sabrina menghela nafasnya kenapa perasaan nyeri dihatinya seketika timbul dan menyesakkan. Ia tidak ingin ambil pusing dan memilih untuk tertidur semoga hari esok lebih baik untuk ia jalani.
******
Hari ini adalah hari minggu Sabrina telah memantapkan hatinya untuk tidak mengurusi urusan Ayaz ia sudah memiliki janji pada kedua sahabatnya dan menghabiskan akhir pekan ini dengan bersenang senang Sabrina sudah bersiap siap dengan setelan khas anak muda celana jins sepatu kets putih dan sebuah kemeja yang panjangnya hingga mencapai lutut yang memiliki belahan panjang di kanan dan kirinya serta sebuah pasmina yang siap menemani harinya ia berjalan santai menuju lorong Apartemen masuk melalui lift dan menekan tombol satu untuk mencapai lantai dasar sebuah taxi telah menunggunya yang sengaja ia pesan melalui aplikasi online ia tidak perduli lagi dimana Ayaz berada saat ia pergi Sabrina tidak menemukan keberadaan suaminya entahlah Sabrina tidak ingin pusing lagi dengan kehidupan pernikahan yang tidak tau kemana arahnya. ia tiba disalah satu cafe yang berada di kota Jakarta Sabrina memasuki cafe itu mengedarkan pandangannya seorang gadis cantik melambaikan tangannya disudut ruangan cafe tersebut tampak seorang diri.
"Gue gak lama kan??" Sabrina langsung duduk dihadapan sahabatnya siapa lagi kalau bukan Vera.
"Enggak kok, Aku juga baru sampai, Alisa gak tau nih molorr kayak nya," Sabrina hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Mereka memesan beberapa cemilan dan minuman sambil menunggu satu personilnya. Tampak dari arah pintu gadis berkerudung memiliki wajah manis itu masuk mendekati mereka.
"Sorry Gue telat ya," Vera yang mendengarnya hanya memutar bola matanya singkat.
"Jadwal kita kemana aja nih??" tanya Alisa sambil meminum jus dihadapan Sabrina, Sabrina tampak melirik jam tangannya sudah waktunya makan siang.
"Kita makan siang disini dulu aja, baru ntar ke bioskop gimana??" Sabrina melirik kedua sahabat nya dan di jawab anggukkan keduanya. lalu mulai memesan makan siang mereka.
"Loe sekali sekali kalau ngajak kumpul gak di cafe ini bisa gak si Ve?" Alisa bertanya di sela makannya, tampak Vera berdecak seperti malas menanggapi pertanyaan sahabatnya.
"Kenapa sih, lo uda bosen makan gratis dimari?" Alisa tampak memutar bola matanya malas mendengar ucapan sahabatnya.
"Gue bukan bosen kali,," sambil menoyor kepala Vera.
"Terus apaan maemunah?" sambil memegang keningnya.
"Lo liat tuh, wajah karyawan pacar Loe uda enek liat lo wara wiri disini numpang gratisan mulu,"
"Yeeh enak aja Gue disini juga kan lu yang untung makan gak perlu bayar."
"Cck, apaan sih perasaan kita selalu bayar deh makan dimari jangan ngilang ngilangin lo,"
"Udah kalian ini kalau berdua kenapa si ribut mulu mana sahabatan pulak," ucap Sabrina menengahi.
"Oh iya Bri, gimana sama acara pernikahan Mbak princes Kamu itu lancar dong ya, bulan madu kemana mereka?" Sabrina terdiam beberapa saat untuk mencerna ucapan Vera ia memang belum mengatakan fakta bahwa Kalila pergi meninggalkan pernikahannya dan mengakibatkan ia yang harus menjadi mempelai wanitanya.
"Ahh itu,," Sabrina tampak ragu untuk mengatakan yang sebenarnya tapi ia juga butuh teman bicara.
"Sebenarnya, Aku uda menikah,"
"APA!" Vera yang baru saja minum menyemburkan airnya tepat didepan Alisa.
"Ya elah Gue bukan pasien yang mesti disembur,," sambil mengelap wajahnya dengan tisu.
"Sorry sorry Gue kaget beneran," Vera langsung mengarahkan tatapannya kehadapan Sabrina.
"Udah Gue bilang Loe itu gak bakat ngelucu Sabrina masih juga ngelucu gak jelas, biar Gue aja yang ngelucu disini," ucap Vera sambil mengambil minumannya lagi dan meminumnya hingga tandas tak bersisa.
"G gue gak ngelucu Ve, Guue, emang uda nikah dan status Gue sekarang istri orang," suara sendok jatuh yang dipegang Alisa tidak membuat dua gadis dihadapan Sabrina itu bergerak mereka masih bergeming menatap kedalam bola mata Sabrina mencari kebohongan disana
"Kamu beneran Bri?" Alisa mulai tertarik dengan obrolan Sabrina dan Vera barusan.
"Kamu gak ngelindurkan masak iya libur sebulan buat Kamu secepat itu jadi istri orang,," ucap Vera sambil kembali menyibukkan diri dengan cemilan dihadapannya.
"Aku beneran Ve, Al,," kedua sahabatnya sontak menatap Sabrina dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Terus Loe nikah sama siapa Bri, Loe kira semua ini lucu, pacaran aja kagak pernah kok cerita married Loe married ama siapa??" Vera sedikit tertawa mengucapkan kata katanya.
"Aaku nikah sama mas Ayaz,"
"APAAA,,!!" Sontak kedua sahabatnya menatap Sabrina bersamaan dan bergeming untuk beberapa saat.
"Kamu beneran Bri?" tanya Alisa, Sabrina hanya mengangguk lemah dihadapan sahabatnya.
"Kok bisa??"
"Semua terjadi begitu aja, mbak Lila pergi dihari pernikahannya,"
"Jadii?"
"Aku terpaksa menggantikan posisinya,"
"Sinting," seru Vera
"Gue bingung harus gimana, Bokap dan Nyokap terluka banget ngadepin ini semua, cuma ini yang bisa Gue lakuin buat mereka,"
"Tapi ini bukan kesalahan lo Bri, ini kesalahan mak lampir itu kenapa Loe yang harus berkorban??" Vera yang mengerti bagaimana hubungan Kalila dan Sabrina merasa emosi.
"Udah lah semua udah terjadi," Sabrina mencoba membesarkan hatinya.
"Jadi kekasih Mbak Lila mau gitu aja nikahin lo??"
"Dia juga sepertinya terpaksa, karena ini permintaan ibunya," Alisa dan Vera mengangguk anggukkan kepala tanda mengerti.
"Kok pernikahan lo ekstrim sih kedengarannya," ucap Alisa sambil menatap Sabrina. Sabrina terdiam memikirkan hidupnya dimasa mendatang mungkinkah pernikahan ini akan bertahan lama.
"Loe oke Bri?" Sabrina memandang tangannya yang dipegang Alisa mencoba menguatkan.
"Aku gak papa kok,,"
"Bener?"
"Iya beneran,"
"Ehh tapi ngomong ngomong Loe beruntung banget deh dapet suami potensial, mana ganteng, kaya lagi, Lo seperti kejatuhan durian runtuh namanya," ucap Vera sambil terkikik yang diberi tatapan tajam oleh Alisa "Kenapa si gue punya temen geser kaya Loe, tadi Loe bilang Dia sinting sekarang Loe bilang dia kejatuhan duren, dasar," sambil melempar Vera dengan tisu bekas Alisa menatap Vera sambil berdecak sebal.
"Kalian baik baik aja kan?"
"Maksudnya??" tanya Sabrina tidak mengerti arah pertanyaan Alisa.
"Maksud Aku Dia baik sama Kamu kan?"
"Kami,,_" Sabrina kembali teringat kejadian tadi malam yang membuat hatinya sesak seketika ia mengerjab kan matanya menatap Alisa yang juga menatapnya masih menunggu jawaban dari Sabrina.
"Kami baik, Mas Ayaz baik sama Aku," ucap Sabrina sambil tersenyum getir Alisa seakan mengerti senyuman itu dan menggenggam tangan Sabrina lebih erat.
"Apapun yang terjadi kami selalu ada buat kamu Bri," Sabrina memandang kedua sahabatnya hatinya menghangat setidaknya ia merasa beban nya sedikit berkurang. Acara ke bioskop yang mereka rencanakan batal karena hari sudah mulai sore mereka berbincang bincang hingga tak terasa waktu mendekati sore Sabrina memilih untuk kembali pulang saat waktu sudah menunjukkan hampir pukul empat sore. lima belas menit berlalu Sabrina sudah tiba di Apartemen Ayaz ia masuk kedalam mengedarkan pandangan kedalam Apartemen yang mulai redup karena tidak ada pencahayaan, terlihat jelas bahwa tidak ada orang di tempat ini Ayaz sepertinya juga tidak berada di Apartemen ini. Sabrina masuk ke kamarnya membersihkan diri lalu duduk termenung didepan tv yang menyala, ia merindukan suasana rumahnya ia merindukan kedua orang tuanya. Sinar matahari yang telah berubah jingga masuk menerobos dinding kaca Apartemen Ayaz menunjukkan matahari yang terbenam menimbulkan cahaya dibalik gedung gedung bertingkat kilaunya indah memantul pada dinding kaca Sabrina menikmati pemandangan itu dengan terpaku sampai suara pintu terdengar terbuka Sabrina enggan melihat ia sudah tahu siapa orang dibalik nya sudah jelas orang yang ada dipikirannya akhir akhir ini Sabrina tetap bergeming ditempatnya sampai terdengar suara pintu kamar yang terbuka dan tertutup kembali.