BAB SEPULUH

2678 Kata
Area lantai dasar sudah disulap menjadi tempat pesta yang sudah didekorasi seindah mungkin. Berbagai bunga hidup diletakan di beberapa sudut ruangan menambah suasana menjadi lebih berwarna-warni dan aroma harum dari bunga tercium begitu semerbak, menenangkan siapa pun yang menghirupnya.  Beberapa hidangan lezat dan menggiurkan sudah tersaji di atas meja. Alunan musik dari pemain orchestra yang menyanyikan lagu klasik pun menjadi pengiring suasana pesta meriah untuk merayakan ulang tahun pernikahan pemilik Grizelle group bersama sang istri yang ke-28 tahun.  Banyak tamu undangan mengenakan berbagai jas mahal dan gaun mewah sudah hadir di tempat pesta, Melviano menjadi salah satu dari deretan tamu undangan yang merupakan kumpulan orang sukses tersebut.  Pria itu sedang bergabung bersama para CEO lainnya, membicarakan tentang bisnis, saham, dan perusahaan masing-masing. Melviano tidak membanggakan kemajuan perusahaannya di depan mereka karena tanpa harus pamer pun semua orang sudah mengetahui kesuksesannya memimpin perusahaan.  Melviano yang tampak fokus berbincang dengan para pebisnis itu sama sekali tak menyadari keberadaan Keysa yang sejak tadi mengawasinya dari kejauhan.  Keysa sudah selesai mengerjakan tugasnya. Meski tubuhnya masih kurang sehat tapi dia sudah merasa lebih baik dibanding sebelumnya. Dia juga tak mungkin hanya beristirahat di kamar di saat karyawan yang lain sedang sibuk menyiapkan pesta. Meski sepertinya berkat perkataan Melviano, Stela tak lagi merongrong Keysa dengan berbagai tugas yang tiada henti diberikannya.  Keysa yang masih setia mengawasi Melviano dari kejauhan itu tiba-tiba merasa gugup saat melihat Melviano menjauh dari sekumpulan para CEO yang sedang duduk manis di sofa. Pria itu menjauh untuk mengambil minuman yang tersaji di meja, bagi Keysa inilah kesempatan baginya untuk menemui pria itu. Meski enggan dan ragu, akhirnya Keysa memaksakan kedua kakinya untuk melangkah menghampiri Melviano yang sedang berdiri seorang diri dengan tangan yang sedang memegang gelas berkaki berisi wine mahal sambil tatapannya tertuju pada lukisan Stela berukuran raksasa yang tertempel di dinding. Itu lukisan Stela saat masih remaja, Melviano mengeratkan genggaman tangannya pada kaki gelas begitu menatap wajah Stela yang tampak cantik natural di dalam lukisan itu. Itu adalah Stela yang pernah menjadi cinta pertamanya. Sosok gadis yang membuat Melviano trauma dan tak berselera lagi menjalin hubungan dengan wanita mana pun karena takut merasakan sakit hati lagi.  “Eheem!”  Suara dehaman terdengar, Malviano membalik badan dan mengernyitkan dahi saat melihat Keysa kini sedang berdiri di hadapannya. Suara dehaman tadi adalah milik wanita itu. Melviano memperhatikan penampilan Keysa yang terlihat sangat cantik malam ini. Mengenakan gaun selutut berwarna navy yang tampak kontras dengan kulit putihnya. Rambut panjangnya digelung rapi dan disematkan jepitan berbentuk daun yang mempercantik tatanan rambutnya. Gaun itu meski sederhana namun sukses membuat kecantikan Keysa terpancar seutuhnya hingga Melviano tanpa sadar meneguk ludah karena terpana melihat perubahan wajah Keysa yang tadi siang begitu pucat namun malam ini luar biasa cantik.  “Selamat malam, Pak,” sapa Keysa dengan wajah tak ada senyuman ramah yang biasa dia berikan di depan Melviano. “Sepertinya kamu sudah sembuh,” ucap Melviano tanpa sedikit pun memalingkan tatapannya dari Keysa.  “Sudah lebih baik. Terima kasih atas perhatiannya. Oh, iya. Saya ingin mengembalikan ini.” Keysa mengulurkan sesuatu yang dia genggam sedari tadi.  Satu alis Melviano terangkat naik karena dia penasaran ingin mengetahui apa yang sedang diulurkan Keysa padanya itu. “Apa itu?” tanyanya. “Tolong terima saja.” Melviano mendengus keras, “Aku tidak akan menerima sesuatu yang tidak aku ketahui isinya. Perlihatkan dulu apa di tangan kamu itu.”  Keysa menghela napas panjang tapi karena Melviano tampaknya memang tak mau menerima jika tak tahu benda apa yang ada di tangannya, Keysa pun akhirnya membuka kepalan tangannya, kini memperlihatkan uang sebesar lima puluh lima ribu yang sejak tadi dia genggam untuk diberikan pada Melviano untuk membayar hutangnya tempo hari karena pria itu membayarkan dua porsi bubur yang dia pesan.  “Saya ingin membayar hutang saya pada anda. Saat itu harga dua porsi buburnya lima puluh lima ribu, kan? Uang ini untuk membayar hutang saya yang itu.”  Melviano memasang ekspresi wajah meringis melihat uang di tangan Keysa yang terulur padanya. Dia lalu mendengus karena ini bagai penghinaan untuknya. Bagi Melviano uang lima puluh lima ribu itu tidak ada artinya, tentu dia mustahil mau menerimanya.  “Uang itu simpan saja untukmu. Aku ikhlas membayarkan bubur pesananmu hari itu. Jangan dipikirkan.” Keysa menggeleng tegas, “Tidak bisa. Tolong diterima.” Keysa berucap dengan begitu tegas sembari melayangkan tatapan tajam pertanda dirinya sedang sangat serius membuat Melviano terheran-heran karena sebelumnya wanita itu tidak pernah bereskpresi seperti itu di depannya.  “Kamu sedang bercanda, kan? Uang lima puluh lima ribu itu tidak ada arti apa-apa buatku. Kamu simpan aja. Aku ikhlas membayarkan buburmu hari itu.” “Saya tahu uang ini tidak berarti apa pun untuk anda tapi bagi saya uang ini adalah hutang saya pada anda. Dan saya tidak ingin berhutang apa pun pada anda, entah itu dalam bentuk uang atau jasa. Jadi saya mohon terima saja uang ini.”  Melviano mengerutkan kening, sedikit tersinggung mendengar ucapan Keysa barusan. Baginya ini seperti sebuah penghinaan karena bagaimana mungkin dia kembali menerima sesuatu yang sudah dia berikan pada orang lain terlebih hanya uang sejumlah yang diulurkan Keysa padanya.  Melviano balas menggeleng dengan tegas, “Simpan saja uang itu untukmu. Jika kamu tidak mau berhutang padaku karena masalah bubur itu. Baiklah, anggap aku sudah menerima uang itu untuk membayar dua porsi bubur yang kemarin aku bayarkan dan sekarang aku memberikan uang itu untukmu. Jadi jangan takut kamu memiliki hutang lagi padaku karena uang itu ikhlas aku berikan padamu.”  “Tapi, saya tidak bisa menerimanya. Saya tidak …” “Wow!”  Keysa tak melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba Melviano bergumam dengan tatapannya yang tertuju ke arah tangga. Keysa mengikuti arah yang ditatap pria itu, kini dia tak ragu lagi Melviano memang menyukai atasannya karena kini mata pria itu tampak terkagum-kagum melihat penampilan Stela yang luar biasa cantik bak putri raja yang sedang berjalan anggun menuruni tangga. Keysa sama sekali tidak terkejut Stela yang cantik itu kini menjadi pusat perhatian. Hanya saja entah kenapa hatinya terasa sakit karena Melviano menjadi salah satu pria yang terpesona pada kecantikan bossnya.  Keysa tersenyum miris dalam hati. “Keysa, kamu bener-bener bodoh. Tentu aja selera wanitanya sekelas Nona Stela,” gumamnya dalam hati lalu melenggang pergi, dirinya urung memberikan uang itu toh Melviano juga tak tertarik sedikit pun menerimanya.   ***   Sejak dulu Melviano tahu bahwa kecantikan Stela mampu menghipnotis setiap pria yang menatapnya. Wajahnya yang blasteran Italia itu memang terpancar jelas, terlebih saat dia mengenakan gaun mewah bak putri kerajaan semakin menambah memesona penampilannya. Mungkin bagi Melviano yang dulu, penampilan Stela ini akan membuatnya tergila-gila, tapi tidak dengan dirinya yang sekarang. Karena melihat para pria di tempat pesta ini terpesona dengan kecantikan Stela dan menatap wanita itu dengan tatapan lapar bercampur nafsu, Melviano semakin tertantang untuk membuat Stela bertekuk lutut di bawah kakinya. Selain karena dia akan membuat para pria itu merasa iri, dia juga akan menjatuhkan Stela dengan telak, mempermalukannya di hadapan para pria yang memujanya. Melviano sudah tak sabar membuat Stela jatuh cinta padanya.  Melvino kembali menatap ke arah depan saat mengingat dia sedang berbincang dengan Keysa yang tadi tiba-tiba menghampirinya karena ingin mengembalikan uang untuk membayar dua porsi bubur tempo hari. Tapi wanita itu sudah menghilang dari tempatnya berdiri.  Melviano mendengus seraya menggulirkan mata, menatap sekeliling untuk mencari keberadaan Keysa yang pergi tanpa berpamitan padanya. Namun sosok wanita itu tak dia temukan dimana pun.  “Dasar wanita tidak tahu sopan santun. Udah kerjaannya ngerepotin orang lain, dia juga tidak tahu sopan santun. Pantas saja Stela ingin memecatnya,” gumam Melviano pelan sehingga hanya dirinya yang mampu mendengar.  Meskipun mulutnya menggerutu dan mengumpati Keysa namun kedua matanya tetap bergulir untuk mencari wanita itu sehingga dia tak menyadari saat Stela berjalan menghampirinya.  “Pak Vian.”  Begitu suara itu mengalun merdu, Melviano seketika menatap ke depan dan dia dibuat luar biasa terkejut karena menemukan Stela kini sudah berdiri di depannya sambil mendongakan wajah dengan angkuh.  “Oh, hai.” Melviano menangkap tangan kanan Stela tanpa permisi, lalu mengecup punggung tangannya lembut. “Kamu benar-benar cantik malam ini. Bidadari dari khayangan sekalipun kalah oleh kecantikanmu.”  Stela mendengus sambil tersenyum sinis, “Rayuan murahan. Kamu pikir aku akan tersentuh? Bodoh jika kamu menganggap aku wanita segampang itu. Gombalanmu tidak berpengaruh apa pun padaku.”  Melviano menggeleng dengan tegas, “Aku tidak sedang merayu apalagi menggombal. Yang kukatakan tadi adalah Fakta. Kamu wanita tercantik di pesta ini yang sukses membuat semua pria manatapmu lapar.” “Dan penuh nafsu. Mungkin mereka sedang berfantasi membayangkan aku sedang berbaring pasrah di ranjang mereka,” sela Stela, menambahkan ucapan Melviano tadi.  Melviano terkekeh kecil mendengar ucapan Stela yang penuh percaya diri itu. Dia tak sempat mengelak ketika Stela menarik tangannya yang sejak tadi digenggam Melviano dan dengan menggunakan tangan itu Stela menarik kerah jas yang dikenakan Melviano, dia menariknya cukup kuat sehingga Melviano kini sedikit membungkuk membuat Stela memiliki akses mudah untuk berbisik di dekat telinganya.  “Tapi ada satu pria yang sepertinya lebih tertarik memperhatikan yang lain dibandingkan aku,” bisik Stela, tepat di depan telinga Melviano. “Oh, ya? Siapa pria bodoh yang menyia-nyiakan pemandangan langka karena bisa memandang kecantikanmu dengan gratis dan sepuasnya?”  Jari telunjuk Stela terarah pada Melviano membuat pria itu terbelalak kaget karena ternyata dialah yang dimaksud Stela tadi.  “Kamu … pria bodoh itu.”  Dan Melviano pun seketika tertawa, “Aku sedari tadi terus memperhatikanmu. Dari mulai kamu masih di atas tangga, saat menuruni anak tangga dan saat kaki-kaki jenjangmu mendarat di lantai tempat pesta ini.”  Stela mencibir secara terang-terangan, “Sudah kuduga tipe pria sepertimu memang harus dijauhi. Kamu seorang penipu dan pembual ulung. Tadi jelas-jelas aku melihatmu sedang bersama asistenku. Kamu mencarinya saat dia tiba-tiba pergi karena itu kamu tidak sadar waktu aku sudah berdiri di depanmu, kan?”  Melviano menggerutu dalam hati, tak menyangka sejak tadi Stela ternyata mengawasi dirinya. Melviano lalu terkekeh kecil, “Ah, kamu melihatnya ternyata.” Melviano mengangkat kedua bahunya kali ini. “Entah apa yang diinginkan asistenmu itu, dia tiba-tiba menghampiriku dan ingin membayar hutang padaku katanya.” “Hutang?” Melviano mengangguk, “Sekitar dua hari yang lalu aku tidak sengaja bertemu dengannya di restauran bubur tidak jauh dari kantorku. Dia memasan dua porsi dan tidak bisa bayar karena dompetnya kecopetan di bus umum. Aku membayarkan buburnya dan tadi dia ingin mengembalikan uang itu.”  “Tunggu …” kata Stela sambil menyentuh lengan Melviano. “Jadi ada kejadian seperti itu?” Melviano kembali mengangguk, “Ya. Itu hari pertama aku bertemu dengan asistenmu.” “Oh, jadi di sana kamu berkenalan dengannya?” Melviano mengiyakan meski itu jelas suatu kebohongan karena saat itu dia sama sekali tidak berkenalan dengan Keysa. Berbincang pun tidak.  “Pantas saja kamu tahu dia asistenku dan mengizinkan dia menumpang di mobilmu tadi.” “Aku tadi sudah bilang, kan? Aku membantunya karena tahu dia asistenmu.” “Agar membuatku terkesan?” “Agar membuatmu mengetahui aku peduli padamu karena itu aku membantu asistenmu.”  Stela mendengus, sadar sepenuhnya Melviano sedang melancarkan serangan rayuan padanya. “Ngomong-ngomong soal hutang, artinya aku yang berhutang padamu karena bubur itu aku yang menyuruhnya membelikan untukku. Jadi berapa jumlah uang yang harus kubayar padamu?”  Melviano sedikit terenyak, “Begitukah? Jadi itu alasan dia membeli dua porsi bubur, yang satu pesananmu.” “Setiap pagi aku memang memerintahkannya untuk membelikanku sarapan. Aku sangat suka bubur abalone,” ucap Stela, dengan jelas memberitahukan makanan favoritnya pada Melviano.  Melviano mengangguk paham, di saat bersamaan dia menyesal karena sudah berpikir yang tidak-tidak tentang Keysa karena wanita itu rupanya tidak seburuk yang dia kira.  “Jadi berapa jumlah uang yang harus aku bayar?” Tanya Stela. “Haha, jangan bercanda. Aku ikhlas membayarkan bubur itu. Jangan dipikirkan.” “Tapi aku tidak suka berhutang pada siapa pun.” “Daripada membicarakan tentang hutang yang tidak seberapa jumlahnya, bagaimana jika kita mulai berdansa? Ingat, kamu berjanji membayar hutang balas budi padaku karena sudah berbaik hati memberikan tumpangan pada asistenmu,” ujar Melviano menagih janji Stela. “Untuk itulah aku datang menghampirimu. Untuk membalas hutang budi.” Stela mengulurkan tangan kanan yang langsung diterima Melviano tanpa ragu.  Mereka berdua pun berjalan ke tengah ruangan. Dan saat musik romantis mengalun, mereka mulai memposisikan tubuh tengah berdansa dengan mesra hingga tubuh mereka merapat sempurna tanpa ada sedikit pun jarak yang menghalangi.  Melviano menyeringai, menyadari tatapan para pria yang terlihat iri karena melihatnya sedang berdansa dengan Stela.  “Aku suka wajahmu yang sedang menyeringai,” ucap Stela, yang membuat Melviano yang sebenarnya tak fokus dengan lawan dansanya kini menatap sang pasangan dansa dengan intens. “Kenapa memangnya?” “Terlihat seperti pria bajingan.” Dan Melviano seketika tertawa, “Memangnya kamu menyukai pria b******n?” “Ya, daripada pria bodoh yang mau saja diperbudak wanita. Aku jadi teringat pada seseorang di masa lalu yang pernah aku jadikan b***k karena dia tergila-gila padaku.”  Melviano tiba-tiba menegang karena berpikir Stela mungkin sedang membicarakan tentang dirinya di masa lalu. “Siapa pria yang kamu maksud?”  Stela mengangkat kedua bahu, “Entahlah, aku tidak mengingat nama mereka.” “Mereka? Maksudnya kamu pernah memperbudak lebih dari satu pria?” Stela mengangguk dengan bangga, “Ya. Seperti yang kukatakan di pestamu malam itu, hanya dengan satu kedipan mata, aku bisa mendapatkan ratusan pria sepertimu. Aku serius dengan kata-kataku.”  Melviano mendengus, seperti biasa tak merasa heran sedikit pun dengan sikap angkuh dan penuh percaya diri Stela.  Setelah itu tak ada perbincangan di antara mereka karena kini mereka tengah fokus menggerakan tubuh sesuai dengan irama musik yang mengalun. Posisi mereka begitu intim dengan Stela yang tengah membenamkan wajahnya di d**a bidang Melviano. Sedangkan dalam hati, Melviano menahan mati-matian perasaan muak karena begitu berdekatan dengan Stela.  Dalam momen mereka yang menurut orang lain terlihat sangat mesra itu, Stela tiba-tiba menjahkan kepala dari d**a Melviano meski alunan musik masih belum selesai. Wanita itu berjinjit untuk mengimbangi tinggi badan Melviano lalu tanpa aba-aba mendekatkan wajahnya pada wajah Melviano. Pria itu tersentak dan hanya mampu berdiri menegang saat jarak bibir mereka nyaris menempel.  “Aku harap sekarang hutang budiku sudah lunas. Tapi sepertinya ada hutang lain yang harus kubayar padamu,” ucap Stela hingga embusan napasnya menerpa wajah Melviano dan itu sangat sukses membuat pria itu nyaris kehilangan akal sehat. Meski dia membenci Stela, tak dapat dia pungkiri pesona wanita itu terlalu mematikan membuat pria mana pun tak mampu menolaknya, tak terkecuali dirinya. Terlebih Melviano tetaplah seorang pria normal yang tak mungkin tetap bisa bersikap tenang saat berada dalam jarak nyaris berciuman dengan wanita cantik.  “Hutang uang itu, aku juga akan membayarnya,” tambah Stela sembari memiringkan wajah seolah-olah sedang memberikan akses agar Melviano bisa menciumnya dengan mudah.  Melihat bibir Stela yang sedikit terbuka dan tampak ranum membuat Melviano meneguk ludah dan tanpa sadar dia terpancing godaan wanita itu. Melviano ikut mendekatkan wajah hingga tinggal beberapa centi lagi bibir mereka akan saling bersentuhan. Namun … alih-alih bibir lembut, hangat dan basah Stela yang dia rasakan melainkan jari telunjuk wanita itu yang mendarat di bibir Melviano.  “Oooppss, bukan dengan cara ini aku akan membayar hutangku. Tapi dengan cara yang lain. Akan kupikirkan baiknya aku harus membayarmu dengan cara apa karena dibayar dengan uang, jelas kamu tidak akan menerimanya.”  Melviano berdecak, menyadari bukan Stela yang tergoda rayuannya tapi justru dirinya yang gagal melawan godaan seorang Auristela Grizelle.  Stela lantas memisahkan diri dari Melviano, dia lalu melambaikan tangan sebelum melangkah pergi. “Jangan salah paham untuk ajakan dansa dariku malam ini karena asal kamu tahu, bukan cuma kamu yang aku ajak menjadi pasangan berdansaku malam ini. Byee …”  Stela lalu melenggang pergi sambil mengibaskan rambut panjangnya dengan angkuh, berjalan menghampiri pria lain yang ternyata sudah menunggunya sejak tadi. CEO muda dari perusahaan lain yang tak kalah sukses dari Melviano kini sedang merangkul pinggang ramping wanita itu. Sebelum melangkah menuju lantai dansa, Stela menoleh ke belakang untuk menatap Melviano sekali lagi seolah wanita itu sedang mengatakan dia telah membuktikan ucapannya bahwa hanya dengan satu kedipan mata dia bisa mendapatkan ratusan pria seperti Melviano.  Melviano tersenyum miris, sepertinya dia harus berusaha lebih keras lagi karena meluluhkan seorang Stela yang begitu angkuh dan sialnya diperebutkan banyak pria tampan itu sama sekali tidak mudah untuk diwujudkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN