Melviano berdiri seorang diri sambil menatap ke arah lantai dansa, dimana Stela dan pasangan berdansanya tengah menari mengikuti irama musik yang mengalun dengan riang. Bukan lagi musik romantis seperti saat mereka berdansa tadi, melainkan musik ceria dengan genre R&B yang tengah memeriahkan suasana pesta.
Melviano mendengus tanpa sadar saat melihat Stela sedang tertawa ceria bersama pasangan dansanya, mereka terlihat begitu kompak dan serasi karena pria yang menjadi pasangan dansa wanita itu memiliki paras yang cukup tampan meski tetap kalah tingkat jika dibandingkan dengan Melviano.
“Anda pasti kesal melihat kelakuan putri saya, Pak Vian.”
Terlalu fokus menatap ke arah depan, Melviano tak sadar seseorang menghampiri dirinya. Dia adalah Moreno Grizelle, yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya. Pria paruh baya itu seolah menyadari Melviano sejak tadi mengawasi putrinya dari kejauhan.
Melviano berbalik badan sambil melempar senyum ramah pada pria itu yang tidak lain merupakan ayah Stela. Meski dia begitu membenci Stela, tapi tidak dengan ayahnya. Melviano tetap menghormati Moreno sebagai seniornya yang patut dijadikan contoh dalam hal berbisnis.
“Apa maksud anda, Pak? Saya tidak mengerti,” balas Melviano. Dia tidak berbohong apalagi berpura-pura karena nyatanya dia memang tak memahami arah pembicaraan Moreno.
“Saya tadi melihat anda berdansa dengan putri saya. Kalian terlihat serasi, mesra dan begitu romantis. Saya pikir akhirnya Stela menemukan seseorang yang berhasil membuatnya tertarik tapi setelah melihat sekarang dia berdansa dengan pria lain, saya jadi berubah pikiran. Ternyata Stela masih tidak berubah.”
Mendengar ucapan Moreno, Melviano bisa menangkap bahwa hingga kini Stela masih belum menemukan pasangan yang cocok. Walau dia tak merasa heran karena sejauh ini dia sudah melakukan penyelidikan tentang wanita itu. Memastikan Stela belum mendapatkan pasangan karena itu Melviano yakin memiliki kesempatan untuk mewujudkan rencana balas dendamnya pada wanita itu.
“Memangnya Nona Stela seperti apa sampai anda bertanya demikian?” Tanya Melviano mencoba mengorek informasi tentang Stela dari ayahnya.
Moreno menghela napas panjang. “Seperti yang anda lihat, dia tidak pernah serius dengan satu pria. Dia selalu bergonta-ganti pasangan sampai saya dan istri sering mengkhawatirkannya. Kami takut dia akan melakukan sesuatu yang akan membahayakan dirinya sendiri, terlebih mempermalukan diri sendiri dan nama keluarga.”
“Walaupun saya sudah sering menasihatinya dan menyuruhnya untuk serius dengan satu pria, tapi yaaa …” Moreno mengendikan kedua bahunya, tampak frustasi. “Semua nasihat saya seolah masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Tidak ada satu pun yang benar-benar dia dengarkan apalagi dia turuti. Terkadang saya berpikir untuk menjodohkannya saja.”
Melviano terbelalak mendengar ucapan Moreno itu. Jelas ini berita buruk untuknya karena jika sampai Stela dijodohkan oleh ayahnya dengan pria lain maka rencana balas dendamnya akan jadi berantakan alias gagal total bahkan sebelum dia benar-benar serius mendekati dan merayu wanita itu.
“Saya pikir Nona Stela sangat cantik dan menawan, tentu mudah baginya untuk menemukan pasangan. Apa tidak sebaiknya anda menunggu dia sendiri yang mencari pasangannya?”
Moreno kali ini mengembuskan napas pelan, seolah-olah dia sudah lelah memikirkan nasib percintaan putrinya. “Itu masalahnya. Dia tidak pernah serius mencari pasangan. Selama ini saya perhatikan setiap kali ada pria yang mendekatinya tidak pernah dia anggap serius. Dia seperti sedang mempermainkan mereka karena saat dia dekat dengan seorang pria, tak lama kemudian dia pergi dengan pria lainnya. Ya, sama persis seperti yang dia lakukan pada anda tadi.”
Melviano mendengus dalam hati. Apa-apaan ini, alih-alih berhasil mewujudkan rencananya yang akan mempermainkan Stela, yang terjadi justru dirinya yang dipermainkan Stela. Lucunya, Melviano yang sangat yakin dirinya akan membuat semua pria di pesta ini merasa iri karena melihatnya berdansa dengan Stela, yang terjadi justru dirinya mungkin sedang dikasihani semua orang yang berpikir dia baru saja dipermainkan Stela.
Pria itu mengepalkan tangan, kenapa selalu dirinya yang berakhir dipermalukan jika sudah berhubungan dengan Stela? Wanita itu benar-benar tahu cara mempermalukan seorang pria dan hal itu membuat kebencian Melviano padanya semakin bertambah besar.
“Usia putri saya sudah sangat pas untuk menikah. Padahal saya dan istri ingin segera menggendong cucu tapi sayang sekali kami memiliki putri yang susah diatur seperti Stela.”
“Mungkin Nona Stela hanya belum menemukan seseorang yang bisa membuatnya jatuh cinta. Jika dia sudah menemukannya, pasti dia akan berubah dan mulai serius, Pak. Saya yakin itu.”
Moreno tiba-tiba menepuk bahu Melviano, “Tadi saya senang sekali melihat Stela begitu turun dari tangga langsung menghampiri anda. Dan sepertinya dia yang mengundang anda berdansa bersamanya. Saya sempat berpikir mungkin jika itu Pak Vian, anda bisa mengubah kebiasan buruk putri saya.”
Melviano terkekeh pelan, “Anda salah paham, Pak. Nona Stela tidak mungkin tertarik pada pria seperti saya.”
Moreno meringis tampak tak setuju mendengar Melviano yang sedang merendah. “Justru menurut saya, kalian sangat serasi. Selain seorang CEO sukses dan kaya raya, anda juga memiliki penampilan fisik yang sempurna.” Tatapan Moreno kini tertuju pada wajah rupawan Melviano yang bagaikan jelmaan Dewa Adonis. “Wajah anda sangat tampan.”
Kini tatapan Moreno menelisik tubuh atletis seorang Melviano yang selalu ditempa olahraga berat setiap hari hanya agar penampilannya sempurna dan ideal.
“Badan anda juga sangat atletis dan gagah. Stela beruntung jika bisa menjadi pasangan anda.”
Melviano kembali terkekeh mendengar Moreno sedang memujinya sedemikian rupa. “Anda berlebihan, Pak. Saya hanya orang biasa yang tidak sebanding dengan putri anda yang luar biasa.”
Moreno berdecak, sadar sepenuhnya Melviano untuk kesekian kalinya sedang merendah di depannya. “Saya tidak hanya sekadar memuji, tapi itulah penilaian saya. Anda sangat serasi dengan putri saya, dan hal itu dibuktikan saat melihat kalian berdansa tadi.” Moreno tiba-tiba mengangkat ibu jari untuk menegaskan ucapannya serius yang menganggap Stela dan Melviano sangat serasi jika menjadi pasangan.
“Apa anda sudah memiliki kekasih, Pak Vian?” Tanya Moreno, mengalihkan pembicaraan.
Dengan tegas, Melviano menggeleng, “Belum. Kemarin saya sangat fokus menata perusahaan sehingga saya tidak memiliki waktu untuk berurusan dengan wanita mana pun.”
“Padahal saya yakin banyak wanita yang mengantri dan memperebutkan anda untuk jadi pasangan mereka. Benar, kan?”
Melviano hanya tertawa, tak menyahuti sedikit pun.
“Tapi setelah saya pikir-pikir, seseorang yang sempurna seperti anda memang seharusnya mendapatkan wanita yang jauh lebih baik. Stela jelas bukan pilihan yang terbaik untuk anda karena anda lihat sendiri, kelakuannya seperti itu. Dia tak ada bedanya dengan seorang playboy, sama persis seperti para pria yang sering bergonta ganti pasangan. Saya tidak akan merekomendasikan putri saya untuk anda, Pak Vian. Biar nanti saya jodohkan dengan pria yang mau menerima dia apa adanya. Menerima Stela dengan segala kelakuan buruknya.”
Sekali lagi Moreno menepuk-nepuk bahu Melviano. “Maaf, jadi menceritakan keburukan putri saya di depan anda. Semoga anda tidak bosan mendengarnya.”
Melviano menggeleng, “Tidak sama sekali. Terima kasih karena sudah menceritakan tentang putri anda, artinya anda percaya pada saya. Bukankah begitu?”
Moreno seketika tertawa sembari mengangguk-anggukan kepala. “Saya selalu ingin memiliki anak laki-laki, jadi saat melihat anda, entahlah … hanya berpikir jika anak laki-laki saya tidak meninggal mungkin dia sudah terlihat gagah seperti anda. Kalian seharusnya seumuran.”
“Oh, saya baru tahu anda memiliki anak laki-laki.”
“Stela sebenarnya terlahir kembar. Kakaknya laki-laki tapi meninggal saat usianya dua tahun karena sakit.”
“Saya turut berduka cita,” ucap Melviano tulus, yang ditanggapi Moreno dengan anggukan ringan.
“Kalau begitu, silakan nikmati pestanya. Terima kasih sudah hadir. Besok pagi, saya mengundang anda berkumpul dengan pengusaha lainnya di taman belakang. Kita bisa bersantai bersama sambil berbincang tentang saham, perusahaan, semua hal tentang bisnis.”
“Tentu. Saya pasti bergabung,” jawab Melviano seraya melempar senyum tipis.
Moreno melenggang pergi setelah itu untuk menghampiri tamu undangannya yang lain. Tatapan Melviano kini kembali tertuju pada Stela yang rupanya sedang menari bersama pria yang berbeda dari sebelumnya.
Melviano mendengus kasar, ternyata benar dia dijadikan salah satu korban permainan Stela untuk memamerkan keahliannya menaklukan para pria di depan banyak orang. Melviano mendecih, kesal luar biasa karena keadaan mereka menjadi terbalik. Dia yang ingin mempermalukan Stela, justru lagi-lagi dirinya yang dipermalukan wanita itu di depan umum.
Terlabih mengingat ucapan Moreno tadi yang katanya berencana akan menjodohkan Stela dengan seorang pria, membuat Melviano frustasi bukan main. Dia lantas mengambil sebotol wine yang tersaji di atas nampan salah satu pelayan yang melintas di depannya. Tanpa ragu dia menenggak wine mahal di dalam botol untuk melampiaskan kekesalannya yang tengah memuncak di dalam dirinya.
***
Keysa sedang berdiri di balkon lantai dua seorang diri sambil menerawang menatap langit yang dipenuhi taburan bintang yang berkerlap-kerlip dengan indahnya.
Ini hanya bentuk pelarian karena tadi dia begitu sakit hati dan terluka saat melihat Melviano dan Stela berdansa dengan begitu mesra, bahkan dengan mata kepalanya sendiri dia melihat mereka berada dalam posisi nyaris berciuman. Ini alasan terbesarnya sehingga memilih menyendiri di tempat ini, tidak lain untuk menepis pemandangan menyakitkan yang tadi dia lihat di lantai dansa.
Bagi Keysa, hatinya ini sungguh membingungkan. Selama 25 tahun hidup, tak pernah sekalipun merasakan ketertarikan yang teramat besar pada lawan jenis karena itu dia belum pernah berpacaran sebelumnya. Tapi kenapa hanya dalam dua kali pertemuan, seorang Melviano bisa merasuki hati dan pikirannya tanpa kehendaknya. Yang lebih menyebalkan dengan mudah pria itu berhasil mencuri detak jantung pertama Keysa saat berdekatan dengan lawan jenis.
Keysa menghela napas panjang karena tak menyangka keinginannya untuk bisa merasakan jatuh cinta akhirnya terwujud, sayangnya bukan pada pria yang tepat, melainkan pada seorang pria yang mustahil bisa dia gapai.
Meski sedang menerawang menatap langit, Keysa masih bisa mendengar suara langkah kaki seseorang yang berjalan di belakangnya. Dia tak tertarik menoleh ke belakang untuk melihat si pemilik langkah kaki karena dia berpikir orang itu pasti salah satu tamu undangan.
“Sangat cantik.”
Keysa terenyak, suara itu terdengar tidak asing di telinganya. Karena siang tadi, masih melekat di ingatan Keysa, dia mendengar si pemilik suara mengatakan kata-kata kejam yang sukses membuat hati Keysa yang jika diibaratkan sebuah bunga yang baru mekar, langsung layu seketika.
Keysa menoleh ke samping untuk memastikan pemilik suara itu memang seseorang yang sudah bisa dia terka meski tak menatap wajahnya. Dan benar saja, begitu melihat Melviano berdiri di sampingnya, Keysa langsung menegang di tempat.
“Cantik sekali.” Melviano kembali bersuara sambil menatap ke arah langit, mengikuti sesuatu yang sejak tadi dilakukan Keysa.
Meski sebenarnya Keysa ingin segera melangkah pergi dari tempat ini karena tak ingin terlalu berdekatan dengan Melviano terlebih mereka hanya berduaan di tempat itu, dia menyadari sangat tidak sopan jika dia pergi begitu saja saat Melviano baru saja mengajaknya bicara. Jadi demi kesopanan dan karena dia tak ingin memiliki hubungan yang buruk dengan Melviano meski pria itu telah mengatakan kata-kata kejam yang melukai hatinya, Keysa mencoba menanggapi.
“Langitnya memang indah karena dihiasi banyak bintang,” jawab Keysa.
Melviano terkekeh sembari menggeleng-gelengkan kepala berulang kali, “Bukan langitnya yang cantik. Tapi, kamu yang cantik.”
Keysa mematung di tempat dengan mata terbelalak saking terkejutnya. Bolehkah sekarang dia merasa senang karena dipuji oleh Melviano?
Keysa menepis jauh-jauh rasa senangnya karena dia tahu yang disukai Melviano hanyalah atasannya, Stela. Ucapannya barusan hanya berupa gombalan yang tidak seharusnya dia anggap sesuatu yang serius.
Karena merasa tak ada lagi pembicaraan di antara mereka, Keysa memilih untuk melangkah pergi, toh dia sudah menanggapi ucapan pria itu tadi.
“Terima kasih atas pujiannya. Tapi anda berlebihan,” ucap Keysa sambil terkekeh. “Kalau begitu saya permisi dulu, saya harus kembali ke tempat pesta untuk membantu yang lain.”
Keysa berbalik badan. Namun belum sempat kakinya melangkah, satu tangan Melviano terentang ke samping untuk menghalangi jalannya.
“Maaf, Pak. Bisa anda singkirkan tangan anda? Saya ingin lewat,” pinta Keysa, masih mencoba menjaga sopan santun karena semenyebalkan apa pun Melviano, dia tetaplah tamu penting yang harus dihormati.
“Kenapa kamu selalu melakukan ini padaku?”
Keysa mengernyitkan dahi, tak paham sedikit pun ucapan Melviano yang terdengar aneh di telinganya.
“Sejak dulu hingga sekarang, kamu selalu membuatku kesal dan malu.”
“Maaf, Pak. Saya tidak mengerti maksud anda,”
Suara dengusan Melviano meluncur keras, “Tentu kamu tahu maksudku karena gara-gara kamu di dalam sini …” Melviano menunjuk dadanya sendiri dengan jari telunjuknya. “… rasanya sakit sekali. Dan semua karena ulahmu. Sekarang aku jadi trauma berdekatan dengan wanita karena ulahmu.”
Keysa mengerjap-erjapkan mata, semakin bingung mendengar celotehan Melviano yang tak bisa dia tangkap maksudnya.
“Karena kamu juga hatiku dipenuhi kebencian.”
Keysa menggelengkan kepala karena kesabarannya mulai habis, sudah cukup, dia yakin Melviano sedang mabuk karena ucapannya melantur. Dia pun berusaha menepis satu tangan Melviano yang masih menghalangi jalannya.
“Temani aku di sini sebentar lagi,” pinta Melviano sambil mengeluarkan suara geraman tertahan.
“Maaf, Pak. Pekerjaan saya masih banyak di dalam. Permisi.”
Keysa kembali menepis tangan Melviano yang tak mau menyingkir sedikit pun. Dan hal tak terduga terjadi setelah itu. Keysa tak sempat menghindar atau menolak saat tangan Melviano itu menangkap tangannya, lalu menariknya kuat sehingga Keysa jatuh ke dalam pelukan pria itu. Keysa menggeliat tak nyaman mencoba melepaskan diri dari pelukan kurang ajar Melviano karena pria itu tak meminta izin terlebih dahulu untuk memeluknya.
Namun seolah tak peduli dengan penolakan Keysa dan usaha wanita itu melepaskan diri darinya, tangan Melviano yang lain menahan kepala Keysa agar diam dan tak banyak bergerak, dengan gerakan kilat dia mendekatkan wajah hingga bibir mereka pun menempel sempurna.
Keysa terbelalak karena Melviano dengan lancang menciumnya dengan paksa. Ciuman itu awalnya ringan, hangat dan lembut. Namun perlahan berubah menjadi ciuman dalam, panjang dan menuntut. Keysa yang awalnya mati-matian menolak dan berusaha mendorong d**a bidang Melviano agar menjauh darinya kini terbuai oleh permainan Melviano yang cukup handal dalam hal mencium dan melumat.
Keysa hanya bisa pasrah saat Melviano menggigit pelan bibir bawahnya sehingga mulut Keysa sedikit terbuka memudahkan akses bagi lidah Melviano yang nakal untuk menelusuri kedalaman mulut Keysa yang hangat dan lembab. Keysa melenguh, ini ciuman pertamanya dan direnggut oleh pria asing yang sialnya berhasil membuatnya jatuh cinta hanya dalam dua kali pertemuan. Dan semua berawal dari uang lima puluh lima ribu yang diberikan Melviano untuk membayar bubur pesanannya saat dia kecopetan.
Terlalu terlena dengan permainan bibir Melviano, Keysa tanpa sadar ikut membalas ciuman itu membuat lidah mereka saling bersapa di dalam mulut Keysa. Ciuman yang memabukan dan penuh gairah itu terlepas saat pasokan udara di paru-paru masing-masing mulai tersedot habis.
Di tengah napas mereka yang saling memburu, Melviano menyeringai, dia lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Keysa dan berbisik pelan di sana. “Stela, kali ini aku pasti akan mendapatkanmu.”
Detik itu juga Keysa terpaku di tempat, baru sadar Melviano memang sedang mabuk karena saat berciuman tadi bisa dia rasakan aroma wine yang menguar dari mulut pria itu. Dan ucapan melantur Melviano yang mengira dirinya sebagai Stela semakin menegaskan bahwa pria itu memang sedang mabuk berat dan salah mengenali dirinya sebagai Stela.
Keysa marah bukan main karena ciuman pertamanya direnggut paksa dengan akhir yang menyakitkan karena itu dia mendorong Melviano sekuat tenaganya hingga berhasil membuat jarak mulai membentang di antara mereka. Dan entah mendapatkan keberanian dari mana, Keysa melayangkan tangan kanannya yang mendarat cukup keras di salah satu pipi Melviano. Sebuah tamparan keras dari Keysa yang membuat Melviano merasakan panas yang luar biasa di sebelah wajahnya serta mulai menyadari dirinya baru saja melakukan tindakan tak senonoh pada seorang wanita. Namun menyesal pun sudah terlambat karena kini Keysa berlari meninggalkannya dengan wajah yang berurai air mata.