Sidang Komite Etik

1590 Kata
Kantin berantakan. Ya gambaran bagaimana dua orang yang sudah dewasa itu bertengkar. Yang satu dianggap sudah lebih tua dan dewasa jadi seharusnya lebih mengayomi. Satu lagi sudah hilang kesabarannya. Karena merasa dipermainkan. Bahkan ketika keduanya sidang etik, perdebatan keduanya masih alot. Karena si Mona itu mengotot kalau pekerjaan Maira itu tak ada yang memenuhi standar. Sementara Maira kekeuh. Ia merasa tak pernah diberitahu kesalahannya, tak pernah diayomi sebagai bawahan, dan merasa didiskriminasi serta diperhambat kemajuan karirnya. Dan tentu untuk senua itu jelas butuh pembuktian bukan? Maka untuk membuktikan, ia mencak-mencak kembali ke ruangannya dan mengambil semua dokumen hasil pekerjaannya. Hal yang membuat semua orang di ruangan itu melihat ke arahnya. Ya terlihat dari ekspresi wajahnya yang masih penuh emosi. Ia jelas tak terima dengan apa yang terjadi bukan? "Maira pasti kalah." Itu bisik-bisik yang ia dengar. Tapi ia tak perduli. Ia tetap melangkah dengan gagah untuk memperjuangkan nama baiknya. Setidaknya untuk kali terakhir sebelum ia meninggalkan kantor ini. Ia kembali ke ruang sidang etik. Memberikan semua berkasnya. Toh ada beberapa pimpinan juga di sini. Manajernya masih memasang wajah songong walau dalam hati mulai gelisah. Maira benar. Bukan hanya ia yang curiga soal ini. Beberapa manajer lain juga menilai hal yang sama terjadi. Tapi sebelumnya, tak ada yang berani bicara. Baru Maira yang akhirnya unjuk gigi. Ini juga sebetulnya ia gemetar. Ya kalau harus dideportasi setelah ini, ia terima. Bahkan jika harus dicoret dari semua perusahaan yang ada di negara ini, ia juga terima. Ada sih sebenarnya dengan perempuan yang menjadi atasannya ini? Persoalannya sederhana. Untuk mencapai posisi ini, butuh waktu bertahun-tahun baginya. Makanya ia tak rela kalau ada bawahan yang bisa naik jabatan dalam waktu yang jauh lebih cepat darinya. Kenapa? Ia melihat bagaimana rotasi jabatan di kantor ini. Kalau kinerja manajer tak baik, ia bisa digeser oleh asisten manajernya sendiri. Makanya, ia satu-satunya yang tak punya asisten manajer. Kalau ditanya oleh atasan, ia selalu bilang merasa cukup dengan dirinya sendiri. Tapi namun mereka seringkali menilai kalau perempuan ini bekerja agak lamban dibandingkan barisan manajer lain. Ya agak ketinggalan lah. Makanya ditawarkan beberapa kandidat untuk menjadi asisten manajernya. Tapi ya ketika nama itu sudah naik sebagai calon, yang terjadi pasti seperti Maira. Dianggap tak becus. Pekerjaannya akan sellau dikumpulkan terlambat sehingga tentu mempengaruhi penilaian yang dilakukan oleh tim penilai bukan? Kalau sudah terlalu sering jelas, lama-lama ia akan dicoret dari daftar kandidat. Itu yang diinginkan Mona. Ia tak mau ada yang menggeser posisinya. Namun bukan kah ia adalah keponakan yang punya perusahaan? Kenapa ia haris secapek itu mempertahankan posisi ya yang mungkin tak bisa naik-naik? Ah tapi bukan kah seharusnya ia menjabat jabatan yang lebih tinggi? Ia selalu berdalih kalau meski ia bagian dari keluarga pemilik, ia harus ikut aturan perusahaan. Yang lain percaya? Ya percaya. Karena pernah ada salah satu anak yang punya perusahaan ini juga magang di sini. Jadi dianggap selayaknya pemagang. Padahal sebenarnya, ia tak punya afiliasi apapun dengan yang punya. Boro-boro jadi keponakan. Ia juga bukan orang kaya kok. Ia bisa jadi manajer sejak tiga tahun lalu gara-gara seorang mantan atasan di sini. Yeah mantan atasan ingin tidur dengannya, ia mau. Asal didukung untuk naik dan ia adalah salah satu orang yang menggeser manajernya sendiri. Jadi ya memang sebuah kepanikan. Padahal ia tak cukup mampu untuk berada di posisi itu. Banyak kok karyawan senior lain yang kaget saat ia diangkat dari karyawan biasa langsung menjadi manajer. Tapi kecurigaan itu buyar begitu gosip ia sebagai keponakan yang punya perusahaan menyebar. "Tapi kami belum boleh buat apa-apa keputusan lagi. Sementara itu, kamu berdua perlu bekerja dari rumah untuk dua hari akan datang. Selepas itu, kami akan berikan keputusan kepada kamu berdua. Siapa yang bersalah akan dihukum." Keputusan mengambang tentunya. Maira kembali ke ruangan dan ibarat artis, langsung banyak yang mengerumuni. Ia belum bisa bilang apapun. Karena memang belum ada hasilnya. Dua hari setelah itu, ia kembali ke kantor. Tentu gugup juga menunggu hasil. Ia juga sudah banyak mendengar gosip kalau katanya banyak perdebatan alot lah kemarin di antara para atasan. Entah apa yang terjadi, ia tak tahu. Lantas apa yang terjadi? Yang terjadi adalah ada sebagian atasan yang takut dengan bekingannya Mona. Sebagian lagi malah cukup terkejut mendengar kabar soal Mona yang katanya keponakan yang punya perusahaan. Akhirnya terjadi perdebatan alot. Bukan karena integritas sih. Tapi yang kontra terhadap Mona itu meraasa kalau Mona bukan bagian dari keluarga yang punya perusahaan. Akhirnya ya baru pagi ini, salah satu dari mereka menemui direktur yang baru saja datang untuk mengonfirmasi sendiri. Dan apa hasilnya? "Director itu keliru tentang Mona yang mana yang kita maksudkan." Maksudnya, si direktur bingung dengan siapa Mona yang dibicarakan. Karena ia tak merasa mengenal Mona. "Jadi itu bukan anak saudaranya?" "Dia kata tiada anak saudaranya bekerja di sini." Waaah! Tentu saja kabar baru di kalangan anggota etik. Bagi mereka akan semakin mudah menentukan. Maira belum tahu hasilnya bahkan hingga jam istirahat tiba. Teman cowoknya berlari ke arahnya sanbil membawa jajanan dari kantin. "Jawatankuasa etika masih bermesyuarat. Mereka pasti sedang bermesyuarat tentang masalah dengan awak dan mems Mona!" "Mengapa mereka mengambil masa yang lama untuk membuat keputusan?" "Saya pun tak tahu, Mai. Tapi saya rasa ini mungkin bukan keputusan yang mudah untuk mereka. Lagipun, mereka segera memproses laporan awak dengan cepat." Ya juga. Apalagi membuktikan kredibilitasnya dalam bekerja. Haaah. Kak Ros yang baru datang pun ikut nimbrung berbicara. "Bukan laporan Maira sahaja. Beberapa manajer lain nampaknya turut berbincang dengan jawatankuasa etika. Sebab itu jadi begini." "Macam mana kak Ros tahu?" "Orang lain bercakap tentang itu. Bagaimana I tidak tahu?" Ya juga. Walau ia juga agak ketinggalan berita. Namun sekitar setengah jam kemudian Maira dipanggil. Waah ini membuat deg-degan. Namun kali ini, ia mendapatkan dukungan penuh dari teman-teman. Sekalipun berbeda divisi. Karena gosipnya memang sudah menyebar. Sementara si Mona tampak belum terlihat sejak pagi. Entah ke mana, Maira tak perduli. Ia akan hadapi apapun yang terjadi hari ini. @@@ Taka. Itu cowok. Teman lama sedari SMA. Mereka memamg dekat. Tapi dalam artian wajar menurut Eshal. Walau ia juga punya banyak teman cowok lain yang juga teman SMA, tapi memang paling dekat dengan Taka. Beberapa hari lalu, Taka memang menghubunginya. Katanya mau mentraktir. Ya sudah. Eshal sih rela-rela saja datang kalau untuk sesuatu yang gratisan. Aku udah nyampe, Tak. Ia sudah tiba lebih dulu. Si Taka masih di parkiran. Ya gugup sih. Ini memang agak nekat. Ia membuka grup cowok teman SMA-nya. Ya dapat banyak dukungan. Walau ya tentu mereka semua pesimis! Hahahaha! Kenapa? Eshal itu gak gampang luluhinnya, Tak! Dari dulu juga banyak yang naksir, tapi pada menciut kalau sama Eshal. Gak ada yang berani deketin Eshal karena banyak yang ceritanya ditolak! Yakin, Tak, mau nembak? Kalau kamu berhasil, Tak, aku sujud syuku 1 tahun! Kalau aku sih bakal joget keliling sekolah kita sambil buka baju! Begitu lah kalimat-kalimat sangsi mereka. Makin ke bawah, makin membuatnya ikut tertawa. Ia sih tak menembak ya. Tapi ingin lebih dari teman. Itu saja dulu. Urusan nanti ya nanti lah. Sebelum membalas pesan Eshal, ia menoleh dulu ke arab dalam kafe. Ya mengecek keberadaan Eshal. Dan ya, ia melihat cewek itu duduk sendirian tampak memainkan ponsel. Eshal tampak serius. Gara-gara ibunya baru saja memgirim pesan kalau adiknya sudah punya pacar dan mereka mulai serius. Ya ingin menikah. Ibunya hanya memberitahu bukan meminta pendapat. Sementara Eshal ya merasa agak tersinggung sih. Ia kan anak pertama ya. Adik perempuannya itu anak kedua. Usianya ya cuma beda tiga tahunan. Untuk ukuran usia 23 tahun dan menikah memang wajar. Hanya saja kok gak ada basa-basinya? Si Selina saja nih yang adiknya juga ingin menikah seperti adiknya, sudah dari beberapa tahun lalu menghubunginya. Ya mengobrol. Bukan kah ada etikanya juga walau saudara ya? Apalagi kakak kan? Selina juga dalam kondisi terjepit. Ia kan sedang diburu-buru menikah oleh orangtuanya. Karena mereka tak ingin anak mereka ini dilangkahi. Ya gak baik lah. Gak ada orangtua yang mau kan? Nah masalahnya.... "Gue harus nyari jodoh ke mana coba, Shal?" Eshal hanya bisa terbahak mendengar curhatannya. Baru terjadi sekitar 1-2 bulan lalu lah. Tentu tak mudah lah bagi Selina mencari pasangan baru. Begitu juga dengan Eshal yang sudah sangat lama tak dekat dengan siapa pun. Ya kalau hanya teman sih banyak. Tapi gak ada yang spesial menurutnya. Selina yang putus sekitar 3 tahun silam saja bingung. Apalagi Eshal yang pacarannya berakhir dimasa SMA heh? Patah hati berat yang membuatnya enggan jatuh cinta lagi kecuali pada seseorang yang memang ditetapkan untuk menjadi pasangannya. Namun sampai sekarang pun masih belum ada hilal jodohnya. Entah bersembunyi di sana. "Udah lama?" Ia dikagetkan dengan kehadiran Taka. "Hei. Selina tadi mau ikut, tapi gak jadi." Diam-diam Taka menghembuskan nafas lega. Hahaha. Ia lupa kalau ada gadis yang satu itu. Lupa juga sih bilang pada Selina. Ya Selina tentu tahu bagaimana perasaannya pada Eshal. Tapi ya Selina sama pesimisnya dengan teman-teman cowoknya. Itu jelas bukan pertanda bagus kan? Betul! Ia hanya bisa pasrah dan tetap berpikir positif. "Mau pesen apa?" "Ikut kamu aja." "Oke." Ia pesan saja apa yang murah. Ya namanya juga Eshal pasti tak enak hati lah. Taka kan baru mulai bekerja dua bulan lalu. Dari sejak S1, ia memang menganggur selama dua tahun. Akhirnya ya lanjut S2. Tapi S2-nya belum selesai. Malah dapat pekerjaan dan ya mencoba memberanikan diri menemui Eshal seperti ini. "Ada apa sih? Tumben ngajakin makan." Ya tumben. Biasanya ngajaknya nonton kan? Tapi itu juga tak pernah berdua. Pasti ada Selina dan teman mereka yang satu lagi bekerja di Jakarta. Ditanya begini ya Taka jadi merasa makin gugup lah. Mana ia adakah orang yang tak bisa berbasa-basi. Taka berdeham. "Menurut kamu, kita ini apa, Shal?" Eshal mengerutkan kening. "Maksudnya gimana?" @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN