Part 12

1083 Kata
Setelah selesai makan malam di rumah Akbar, Bara dan Camila pamit untuk kembali ke Jakarta karena keesokan harinya mereka masih harus bekerja.  Camila sibuk dalam pikirannya sendiri saat mengingat jika Bara berniat untuk segera menikahinya. Jujur ia sangat senang dan ia akui jika ia menyukai pria itu. Tapi apa yang akan tetangganya katakan nanti jika tahu ia akan menikah dengan pria lain setelah kegagalan pernikahannya dua bulan yang lalu? Pasti mereka akan berpikir jika dirinya wanita yang gampangan. Atau malah lebih buruknya jika mereka pikir Camila sedang membalas dendam jadi memutuskan untuk segera menikah dengan pria lain yang bahkan jauh lebih kaya dari Fahri. Bara juga tidak banyak bicara karena ia tahu jika gadis di sampingnya mungkin sedang kelelahan karena segala keterkejutan yang dia alami hari ini. Memang semuanya terasa begitu singkat, tapi Bara tidak pernah seyakin ini. Begitu sampai di rumah kos yang sudah sepi karena sudah hampir tengah malam, Camila dan Bara segera masuk ke dalam rumah karena hujan mendadak turun sangat deras. Menambah kebekuan di antara mereka berdua.  "Untung kita sudah sampai. Kalo sampai terjebak hujan di jalan, pasti dingin sekali." Bara mengusap lengannya sendiri yang agak basah. Camila hanya diam sembari mengikuti Bara yang menaiki tangga menuju kamar mereka yang bersebelahan.  Camila sudah berhenti di depan pintu kamarnya. Sementara Bara juga berada di samping Camila, berdiri tepat di depan pintu kamarnya. Pria itu menoleh ke arah Camila, menatap gadis itu yang hanya memegang knop pintunya.  Merasa diperhatikan pria di sebelahnya, Camila pun ikut menoleh. Ia menekan knop pintunya dan membukanya dengan mata yang tetap mengarah ke arah Bara. Pria itu terus menatapnya tanpa ekspresi tapi kemudian langkahnya semakin mendekat, berjalan lurus ke arah Camila hingga gadis itu berjalan mundur masuk ke dalam kamarnya tanpa bisa melepaskan tatapan matanya dari pria itu.  Bara tepat berada di depan Camila, pria itu menunduk sedikit saat menatap wajah gadis yang tingginya lebih rendah darinya. "Aku rasa, malam ini aku ingin tidur di kamarmu. Kamarmu kelihatan nyaman," ucapnya yang justru malah menatap Camila semakin lekat. Camila menelan ludahnya dengan susah payah. Namun tubuhnya tidak mampu menolak ketika wajah Bara kembali mendekat dan melumat bibirnya dengan perlahan dan menimbulkan sensasi hangat yang berbeda. Mungkin karena cuaca saat ini yang sangat dingin sehingga yang mereka lakukan saat ini membuat mereka mendapatkan kehangatan yang begitu nyaman.  ............... Camila membuka matanya perlahan ketika cahaya matahari menyelinap masuk ke dalam kamarnya. Ia merasa sesuatu yang berat menindih perutnya. Ternyata tangan kekar milik Bara yang memeluknya dengan erat. Pria itu masih tertidur lelap di sampingnya, sepertinya kelelahan setelah permainan panas mereka semalam. Camila menyingkirkan tangan Bara dari perutnya dan beranjak. Ia memegangi perutnya dengan perasaan khawatir. Karena semalam Bara mengeluarkan cairan kenikmatannya di dalam. Bagaimana jika ia hamil? Apa yang akan Bara lakukan jika ternyata ia benar-benar hamil karena dia? "Astaga. Jam delapan!" pekik Camila saat menoleh ke jam weker yang ada di atas nakasnya.  Bara yang mendengar suara teriakan Camila itu pun mau tidak mau jadi terbangun. Pria itu mengusap-usap matanya dan melihat Camila yang langsung masuk ke dalam kamar mandi dengan terburu-buru. Nyawanya seakan belum terkumpul, ia hanya duduk di tepi ranjang sembari memperhatikan kamar Camila yang terlihat rapih seperti kamar gadis pada umumnya.  Tak lama Camila keluar dengan hanya menggunakan handuk, membuat kedua mata Bara melebar seketika. Apalagi rambut Camila yang basah serta wangi sabun dari tubuh gadis itu.  "Kenapa malah menatapku seperti itu?" Camila melotot garang ketika mendapati Bara menatapnya seakan siap menerkam kembali. "Sekarang sudah jam delapan pagi. Kita terlambat."  Bukannya segera beranjak, Bara malah menyandarkan punggungnya di ranjang Camila dan tetap memperhatikan Camila yang mulai mengenakan baju dalamnya dan baju kerjanya. Lalu mulai mengenakan beberapa make up tipis di wajahnya. "Kenapa malah diam? Kamu nggak kerja?" Camila membalik badannya, menatap Bara sembari meletakkan kedua tangan di depan dadanya.  "Santai saja. Tidak akan ada yang mempertanyakan kok jika kita datang telat," ucap Bara dengan santainya. Camila mengerucutkan bibirnya sehingga membuat gadis itu semakin terlihat imut. Bara pun akhirnya beranjak dari tempatnya dan mendekat ke arah Camila. "Jangan sekarang, Bar. Kita sudah telat," ucap gadis itu yang takut jika Bara malah akan mengajaknya perang panas lagi pagi ini. Bara hanya menyeringai sembari meremas b****g Camila. Tapi hanya sekilas karena setelah itu ia langsung keluar dari kamar Camila dengan santainya. "Sial! Bisa-bisanya aku malah berharap kami melakukannya lagi pagi ini." Camila mengacak-acak rambutnya yang memang belum disisir.  ............... Beberapa karyawan yang melihat kedatangan Camila dan Bara secara bersama di jam yang sama-sama telat hanya diam dengan pikiran masing-masing. Ya, hanya sekedar pikiran yang tidak berani mereka ungkapkan.  Namun ketika mereka sampai di lantai lima, Bara dan Camila segera ke ruangan masing-masing tapi kehadiran Anne tepat di depan pintu ruangan Bara membuat keduanya terdiam. Anne menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dengan tatapan sinis yang jelas ia tujukan pada Camila, gadis yang berdiri tepat di samping Bara. Ia memang tahu jika mereka berdua tinggal di rumah kos yang sama, tepatnya rumah kos milik Bara. Ia juga tahu jika mereka sering berangkat ke kantor bersama, tapi kenapa sampai telat ke kantor pun berbarengan? Apa yang sebenarnya terjadi? "Kenapa kamu telat?" Anne berjalan mendekat ke arah Camila dan lebih mengabaikan Bara yang menatapnya tanpa ekspresi. "Dan kenapa berangkat sama Pak Bara? Padahal kamu datang terlambat." Camila menelan ludahnya sendiri lalu melirik ke arah Bara dengan tatapan seakan minta diselamatkan. "Itu bukan salahnya. Kami memang terlambat," ucap Bara yang membuat Anne langsung menatap tajam ke arahnya, tak percaya jika Bara malah membela sekretaris barunya itu. "Kami? Apa yang terjadi hah? Kalian tidur bersama sampai terlambat pun kompak?" Anne menaikkan sebelah alisnya dengan sinis.  Baik Bara maupun Camila tidak ada yang menjawabnya. Sehingga membuat Anne semakin marah. "Apa-apaan ini hah?" Ia mengulurkan tangannya, bersiap menjambak rambut Camila tapi Bara keburu memegang tangan gadis itu sebelum melukai Camila. Anne menatap tajam Bara yang masih menggenggam tangannya dengan begitu erat sehingga sudah dipastikan jika pergelangan tangannya akan memerah. Mereka bertiga menjadi tontonan karyawan di lantai lima. Pagi hari yang menurut orang-orang disana penuh ketegangan.  "Kamu lupa ucapan aku, Bar? Kamu lupa jika aku bisa menarik saham keluargaku kapan saja aku mau. Perusahaan kamu bisa apa tanpa saham keluargaku dan tanpa tulisanku? Aku bisa saja cari penerbit lain," Anne mengatupkan rahangnya dengan emosi. Bara mendengus kesal kemudian menarik tangan Anne agar segera keluar dari ruangan karyawan. Tapi saat Anne melewati Camila, tangan gadis itu dengan cepat mendorong Camila sampai punggung gadis itu membentur bilik milik Emi. Bara melotot tak percaya dan menunjukkan emosinya dengan menarik tangan Anne lebih keras lagi. "Kamu gak apa-apa, Mil?" Emi tampak khawatir sembari membantu Camila yang terlihat shock. "Aku baik-baik saja, Em." Camila memegangi lengannya yang ikut terbentur ke bilik yang cukup keras sembari melihat Bara dan Anne yang berjalan ke arah lift. Mereka mau kemana?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN