Part 10

1122 Kata
Mengandung adegan 18+++ Harap bijak dalam memilih bahan bacaan! "A-apa?" Suara Camila bergetar ketika mendengar ucapan Bara juga tatapan pria itu yang begitu dalam padanya. "Tunggu aku. Aku akan menyelesaikan semuanya dan menjadikanmu milikku," ucap Bara dengan tatapan yang tidak dapat Camila tebak. Namun selanjutnya pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah Camila dan menempelkan bibir mereka hingga melumatnya dengan ganas. Camila ingin sekali menolak tapi tubuhnya seakan tidak sejalan dengan keinginannya. Tubuhnya malah menikmati setiap apa yang Bara lakukan. Bahkan ia membalas ciuman panas itu. Ciuman memang bukan yang pertama kali Camila lakukan. Dulu ia dan Fahri sering melakukannya tapi hanya sebatas ciuman kecil dan singkat. Bukan ciuman penuh adrenalin seperti ini. Tubuhnya seakan menerima sentuhan-sentuhan Bara yang mulai meremas gundukan kembar miliknya. Sesekali pria itu mendesah sembari menekankan sesuatu di bawah sana yang telah mengeras pada tubuh Camila yang masih berpakaian lengkap. Bara melepaskan ciumannya dan menatap Camila. "Maukah kamu melakukannya? Aku tidak ingin memaksamu," ucapnya yang seharusnya adalah waktu yang tepat bagi Camila untuk menolaknya tetapi kepala gadis itu malah mengangguk dengan tatapan berembun. Selanjutnya Bara malah menggendong Camila sembari kembali mencium bibir ranum milik gadis itu dan menutup pintu kamarnya. Dengan keadaan Camila yang menyilangkan kakinya di pinggang Bara,  Bara menyandarkan tubuh Camila ke dinding kamarnya. Ia mengecup leher gadis di dalam gendongannya lalu perlahan tangannya menaikkan kaus yang Camila kenakan sehingga menampakkan kedua gundukkan Camila yang terekspos bebas. Pantas saja ia sangat mudah meremasnya, ternyata Camila tidak mengenakan bra. Mungkin itu kebiasaannya sebelum tidur. "Ah." Camila mendesah ketika Bara malah mengulum salah satu gundukannya dan tangan satunya pria itu gunakan untuk meremas gundukan satunya. Sensasi yang tidak pernah Camila rasakan sebelumnya.  Lalu Bara membawa Camila kembali ke ranjang. Ia menarik celana bahan yang Camila kenakan sehingga terlihat CD wanita itu yang berwarna hitam. Kedua bola mata Bara sudah berembun dipenuhi nafsu. Ia segera saja menurunkan CD yang menghalanginya dari pandangan indah. Ia membuka baju yang ia kenakan dan berbaring di samping Camila. Camila menelan ludahnya ketika kejantanan Bara terekspos jelas. Kejantanan yang besar dan berurat. Namun nafsu yang melingkupi dirinya berhasil membutakannya.  Bara kembali mencium Camila dengan ganas sembari tangannya menjelajah pusat gairah milik gadis itu yang terawat rapih. Pusat gairah milik Camila sudah sangat lembab pertanda gadis itu juga menikmati permainannya.  "Ah! Sakit, Bar," desis Camila saat Bara mencoba memasuki pusat gairah Camila dengan jarinya. Bara mengernyit. Mungkinkah Camila masih virgin? Walau ia sadar jika Camila memang belum menikah. Jadi bukankah wajar jika dia masih virgin? Tapi Anne tidak. Bara tahu karena ia tahu kehidupan gadis itu. Bahkan ia pernah melihat Anne cek in ke hotel jauh sebelum orang tua dia menaruh saham di perusahaannya. "Aku masih virgin," bisik Camila lagi dengan suara parau.  Bara tidak menemukan kebohongan di mata gadis itu. Ia tersenyum senang, merasa bangga jika dirinya yang akan melakukannya pertama kali untuk Camila. Ia pun turun ke bagian bawah tubuh Camila, tidak tercium bau sama sekali. Hanya wangi khasnya yang tercium manis.  "Ah! Apa yang kamu lakukan, Bar?" pekik Camila saat merasakan sesuatu yang hangat melumat pusat gairahnya.  Bara sedang mengulum pusat gairah Camila dengan lembut hingga membuat tubuh gadis itu mengejang dan menuntut untuk sesuatu yang lebih.  "Jangan siksa aku begini, please." Camila memohon dengan suara yang terdengar seksi di telinga Bara. Membuat pria itu tersenyum puas lalu kembali berada di atas tubuh Camila. Gadis itu menatapnya dengan tatapan memohon.  Bara pun menurunkan tubuhnya, melesakkan miliknya ke dalam diri Camila, menyatukan tubuh mereka dengan perlahan hingga miliknya terasa merobek sesuatu hingga Camila memekik kesakitan sampai keluar air mata. Bara pun kembali melumat bibir Camila demi meredam suara gadis itu. Ia mendiamkan kejantanannya di dalam sana sejenak sembari menunggu tubuh Camila terbiasa. "Sa-sakit." Camila kembali menitikkan air matanya. "Aku akan melakukannya perlahan. Atau mau disudahi saja?" tanya Bara dengan nada cemas. Namun Camila malah menggeleng.  Seharusnya Camila melakukan ini beberapa minggu yang lalu bersama Fahri. Ia tahu apa yang ia lakukan saat ini salah tapi ia tidak menyesal menyerahkan sesuatu yang berharga miliknya pada pria di depannya.  Bara pun mulai menaik turunkan tubuhnya perlahan, membuat kejantanannya terasa terjepit dengan sangat sempit di dalam pusat gairah Camila. Gadis itu pun mulai terbiasa meski rasa sakit lebih mendominasi tubuhnya dibanding kenikmatan. Camila mulai terbiasa ketika Bara semakin cepat memasuki dirinya, membuat sensasi aneh di bawah sana. "Ah! Milikmu sempit sekali, Mil. Aku menyukainya." "Ah! Ya, teruskan, Bar. Ini begitu nikmat." Camila memejamkan matanya sembari mencengkram punggung lebar milik Bara. Tak lama tubuh Camila mengejang seiring desahan panjang yang gadis itu rasakan dari bawah sana.  "Ah! Nikmat sekali." Bara mendesah panjang sembari menarik kejantanannya dari pusat gairah Camila dan mengeluarkan cairan kenikmatannya di atas perut gadis itu. Ia membaringkan dirinya di samping Camila, menatap gadis itu dalam-dalam. "Apa kamu menyukainya?" Camila mengangguk dengan nafas yang masih terasa berat. Rasa perih dan nikmat yang sekaligus ia rasakan di bawah sana membuatnya tersenyum kecil. "Apa kamu bisa menyelesaikan masalahmu dengan Anne?" Bara tersenyum kecil. "Tadinya aku tidak yakin, tapi setelah malam ini. Aku menjadi sangat yakin. Tapi aku perlu waktu, kamu mau menunggu kan?" tanyanya dengan suara lembut. Camila mengangguk lagi lalu Bara menarik gadis itu ke dalam pelukannya. .................. Setelah malam itu, hubungan Bara dan Camila di rumah menjadi sangat dekat. Kecuali saat di kantor dan di dekat Anne, mereka sangat menjaga sikap. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Selain menyembunyikan dari Anne, Bara juga tidak ingin Camila jadi bahan pembicaraan di kantor. Apalagi dia sekretaris barunya. Sejujurnya, semalam bukanlah yang pertama kali untuk Bara. Dulu ia pernah melakukan bersama mantan kekasihnya. Sayangnya mereka tidak berjodoh karena mantannya itu malah menikah dengan pria lain yang tak lain adalah sahabat Bara. Sejak itu ia merasa kecewa dan menutup dirinya. Pernikahannya batal karena gadis itu tidak datang ke acara pernikahan yang sudah mereka susun sejak lama. Tak lama kemudian, berita tentang gadis itu yang menikah dengan sahabatnya, membuat Bara terpuruk. Bahkan ia sampai kehilangan orangtuanya dalam waktu yang singkat setelah kejadian memalukan itu terjadi dan mencoreng nama baik keluarganya. Namun setelah bertemu dengan Camila, Bara merasa ada yang beda dari gadis itu. Sesuatu yang membuatnya kembali merasa nyaman untuk berada di dekat wanita. Maka ia mulai bertekad untuk mendekat ke Camila walau sudah lebih dulu Anne sadari sehingga gadis itu malah mengancamnya. Sekarang ia perlu memikirkan untuk menyingkirkan Anne tapi tidak dengan membahayakan perusahaannya. Banyak resiko yang harus ia pikirkan. "Jangan, An. Kita belum menikah," ucap Bara saat Anne masuk ke dalam ruangannya dan malah duduk di atas pangkuannya.  Anne mencebikkan bibirnya. Tak lama pintu ruangan Bara terbuka, menampilkan Camila yang terlihat shock sembari memeluk file di tangannya. Terlebih ketika gadis itu melihat Anne yang sedang dalam pangkuan Bara. "Mil." "Kalo mau masuk ketuk pintu dulu dong. Nggak sopan banget," desis Anne seakan membalas kata-kata Camila, dulu. "Maaf." Camila langsung menutup pintunya lagi dengan perasaan hancur. Anne menyadari tatapan kecemasan pada sorot mata Bara. Ia tahu jika pria itu memiliki perasaan lebih pada Camila. Ia harus memikirkan cara untuk menyingkirkan gadis itu. Kalo perlu sampai Bara jijik pada Camila.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN