Empat Belas

1751 Kata
Kalingga terkesiap, apakah Ashana melihatnya sejak tadi? Sejak dia mengirim contekan point penting yang dirasa ganjil untuk pertanyaan besok? Atau sejak dia membuka pesan di ponselnya? Ashana kemudian berlalu tanpa banyak berkata. Dengan jantung yang masih berdegup kencang, Kalingga mengulang membaca pesan itu lagi. Terbayang wajah wanita cinta pertamanya, gadis yang selalu mengepang dua rambutnya dengan senyum manis yang tercetak di wajah. Menunggunya pulang dengan mata bersinar. Sayangnya Kalingga tak bisa menuruti keinginannya untuk menikah dua tahun lalu. Dia belum memiliki cukup uang untuk menikah, dia juga tak tahu akan diberi makan apa anak orang itu jika dia menikahinya? Karena dia pun masih memiliki tanggung jawab terhadap lima orang adiknya. Kalingga kemudian menuju tangga penghubung antara lantai tempatnya bekerja dengan lantai di bawahnya. Dia berdiri di tengah tangga, di hadapan kaca jendela yang mengarah ke bagian belakang gedung. “Halo?” terdengar suara sopan wanita di seberang sana. Kalingga tak bisa mengabaikannya, dia khawatir sesuatu yang buruk terjadi dengan orang tuanya di kampung, itu alasan dia menelepon mantan kekasihnya itu. “Ya, ada apa Ran?” tanya Kalingga. “Mas, apa kabar?” tanya Rani, nada suaranya terdengar sengau. Apakah dia habis menangis? “Baik. ada apa?” “Mas, aku ... aku kangen,” cicit Rani. “Rani, ini enggak dibenarkan. Kalau enggak ada yang penting aku tutup ya,” tukas Kalingga. “Tunggu Mas, sepertinya ... aku mau bercerai,” ujar Rani terdengar menahan suaranya. “Kenapa? Bukannya laki-laki itu pilihan keluarga kamu? Jangan memutuskan hal penting dengan tergesa.” “Aku enggak cinta sama dia,” ucap Rani membuat Kalingga tersenyum miring lalu dia menghela napas panjang. “Selesaikan urusan kamu dan maaf aku akan blokir nomor kamu,” tutur Kalingga. “Mas Lingga sudah punya pacar?” tanya Rani. “Ya sudah ada,” jawab Kalingga melihat ke cincin di jari manisnya. Dia pun memutuskan panggilan itu secara sepihak, mencari nomor Rani lalu memblokirnya. Sebaiknya dia tak pernah berhubungan lagi dengan masa lalunya. Meski cintanya belum lah habis dengan wanita itu, namun tetap saja tidak baik berhubungan dengan pasangan orang lain. Kalingga kembali ke meja kerjanya, dia melihat layar laptop di hadapan, mengerjakan pekerjaan yang harus dilakukan. Pekerjaannya dibagi dua dengan pekerjaan Disha, dengan telaten Disha mengajarkan beberapa hal yang dirasa penting, terutama menyangkut pemesanan tiket pesawat, kamar hotel dan lain sebagainya karena memang nantinya Kalingga yang akan mengurus hal-hal itu. *** “Kal, singgah ke resto dulu, saya mau makan pasta,” tutur Ashana ketika mobil keluar dari pelataran Berlian tower. “Baik, Bu,” ucap Kalingga. Ashana mengembuskan napas panjang. Rasanya aneh dipanggil ibu pada pria yang telah menikahinya. Namun biarlah, dia tak mau ambil pusing. Mobil diparkirkan secara valet oleh petugasnya, Kalingga masuk ke restoran mewah tersebut yang disambut oleh managernya. “Selamat malam, untuk berapa orang?” tanyanya ramah sambil membungkuk sopan. “Dua orang, please,” jawab Ashana. “Silakan,” tutur manager restoran itu membawa Ashana dan Kalingga ke salah satu meja yang diperuntukkan dua orang. Ashana memesan pasta, begitu pula untuk Kalingga yang menyamakan menunya, dia belum terbiasa memesan menu makanan ala barat seperti ini. Kalingga mengedarkan pandangan ke sekitar, cukup banyak pengunjung di malam ini, semuanya memakai pakaian bagus. Dia melihat ke arah sudut, seorang pria paruh baya dengan bagian atas bajunya yang kancingnya dilepas, rambutnya tampak tersisir rapih menatap ke arahnya sambil tersenyum, di hadapan pria itu juga ada laki-laki muda yang mungkin masih berusia dua puluh tahunan yang ikut melihat ke arah Kalingga. Kalingga segera mengalihkan perhatian ke Ashana yang sibuk melihat ponselnya, Ashana kemudian meletakkan ponsel ke dalam tas mahalnya. “Kenapa?” tanya Ashana. “Euhm, enggak ada apa-apa,” jawab Kalingga, sekali lagi dia melirik ke arah meja itu dan kedua orang itu tersenyum ke arahnya, senyum lebar yang terlihat mengerikan. Pasta yang mereka pesan pun tiba, Kalingga menikmatinya sambil melihat ke arah Ashana yang mencontohkan cara memakan makanan itu. Kalingga tersenyum pada Ashana yang terlihat menikmati makanan itu. Mereka membahas beberapa hal tentang perusahaan yang Kalingga belum ketahui. Ashana juga terlihat tenang malam ini. Setelah makan, Ashana meminta bill pada staff restoran tersebut, dia pun membayar dengan kartunya. Kalingga hanya duduk diam memperhatikan hal itu. “Ayo pulang,” ujar Ashana sambil bangkit. Kalingga jelas mengekornya hingga mereka tiba di bagian depan restoran. “Kamu tunggu sebentar ya, saya mau ke toilet sepertinya agak lama, perut saya tiba-tiba sakit,” ucap Ashana seraya menyerahkan tasnya pada Kalingga dan mengambil ponselnya saja, “titip,” ujarnya sebelum meninggalkan Kalingga. Kalingga menunggu di kursi tunggu di lobby restoran tersebut hingga dia dihampiri oleh pria paruh baya yang terus menatap ke arahnya tadi. “Dari agen siapa?” tanya pria itu tanpa basa basi. “Agen?” tanya Kalingga balik, pria itu mengernyitkan kening lalu tersenyum lebar. “Oh pribadi ya? Kenalkan saya Elmer,” ucapnya seraya menyalami Kalingga, dia pun mengeluarkan kartu nama dari sakunya. “Silakan bergabung di agen saya, kamu tidak hanya akan memiliki satu Sugar Mommy tapi bisa lebih. Kamu punya wajah yang diidamkan para wanita dewasa, apalagi kalau euhm belalai kamu panjang besar, sayang jika hanya terikat pada satu perempuan.” “Saya enggak mengerti,” tanya Kalingga, pria itu terkekeh memamerkan deretan giginya yang rapih. “Kamu dan perempuan tadi, saya yakin kamu simpanannya kan? Wanita seusianya memang suka daun muda, terlebih dia kaya. Mumpung masih muda, kamu bisa mendapat dua atau bahkan tiga wanita sepertinya, kehidupan kamu akan terjamin, saya yakin. Laki-laki di depan saya juga tadi sedang mencari tambahan sugar mommy lain. Kecanduan, enggak cukup dengan satu tante,” kekehnya. Kalingga hanya tersenyum tidak enak, lalu dia mengangguk saja. “Kabari ya, saya tinggal dulu,” ujar pria itu seraya mengedipkan mata pada Kalingga yang membuat laki-laki itu bergidik ngeri. Ashana keluar dari toilet dan mengajak Kalingga pulang. Pria itu mengantungi kartu nama tadi di sakunya dengan wajah bingung. Sesampai di rumah, Ashana memegang tangan Kalingga yang bersiap berpisah ke kamar masing-masing. “Kal, habis mandi langsung ke kamar ya, kita lakukan seperti yang tadi di video,” ucap Ashana. Kalingga merasa bulu kuduknya meremang seketika. “I-iya,” jawabnya sambil menelan salivanya. Setelah mandi, Kalingga pun memasuki kamar Ashana, sepertinya Vara melihat dari bawah dan mengendap untuk mencari tahu mengapa Kalingga sering berada di kamar Ashana, bukankah dia hanya asisten saja? “Wah kamu enggak sabar ya?” tanya Ashana yang baru keluar dari toilet ketika melihat Kalingga yang sudah berdiri di dekat jendela, melihat pemandangan di bawah. “B-bukan gitu,” jawab Kalingga. Ashana yang memakai lingerie seksi berwarna merah menyala itu mencibirkan bibirnya lalu terkekeh. Dia pun duduk di tepi ranjang, menepuk ranjang di sampingnya agar Kalingga ikut duduk. Kalingga duduk di samping Ashana, wanita itu mengusap pipi Kalingga dengan lembut lalu menyesap bibirnya. Kalingga membalas ciumannya, Ashana mengambil tangan Kalingga dan meletakkan di gunung kembarnya. Kalingga meremasnya hingga Ashana melenguh. Ashana melepas baju Kalingga dan mengusap dadanya yang bidang. Satu yang Kalingga lupa, menutup rapat pintu kamar Ashana. Lagi pula sudah cukup malam, tak akan ada yang melihatnya. Ashana melepas lumatan bibirnya dan melirik ke bawah tubuhnya. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, Kalingga mengerti yang diinginkan Ashana. Dia pun berjongkok di depan kaki Ashana yang terbuka lebar. Kalingga menatap liang gairah yang telah lembab itu, dikecup labianya dan dia melesakkan lidahnya sambil memejamkan mata. Ashana mendongak dan melenguh. “Ahhh, enak banget Kal,” racaunya. Kalingga terus melesakkan lidahnya dan menghisapnya hingga terdengar suara berdecak. Ashana merasa sangat gemas, diremas rambut Kalingga dan menekan kepala itu agar kian dalam. “Sudah Sayang, ayo masukkin,” ujar Ashana. Kalingga mendongak dan mengusap bibirnya yang basah. “Sekarang, Sa-sayang?” tanya Kalingga. Ashana mengangguk dan pindah posisi menjadi berbaring, Dilepas lingerie seksinya hingga tubuhnya yang tak berbusana itu terpampang di hadapan Kalingga. Kalingga melepas celana pendeknya, miliknya sudah menegang dengan ukuran maksimal membuat mata Ashana berbinar dan dia membasahi bibirnya yang terasa kering. Kalingga menindihnya, mengarahkan miliknya ke liang surgawi Ashana. “Kurang bawah Sayang, bukan di atas, iya terus ke bawah, ah iya disitu, dorong sayang,” racau Ashana. Kalingga pun menghujamkan miliknya hingga Ashana melenguh panjang. “Sial, enak banget Sayang, punya kamu gede banget, gerakkin Kal, terus masukkin yang dalam,” lenguh Ashana. Kalingga menopang tubuh dengan kedua tangannya dan mulai menggerakkan pinggulnya, rasanya memang sangat nikmat. Vara mengintip dari celah pintu, dia menahan salivanya ketika melihat pergulatan panas di atas kasur itu. Matanya seperti terhipnotis dan dia tak bisa bergerak untuk pergi, dia justru menikmatinya. Jemarinya secara tak sadar menelusup ke balik roknya, diusap miliknya yang basah sambil menggigit bibir bawahnya. Rasa nikmat mulai menjalari miliknya. “Sayang, yang cepat please, euhmmm iya gitu sayang, terus Sayang,” ujar Ashana, kini Kalingga mengecup bibirnya yang sejak tadi terus bersuara, desahan Ashana membuat hasratnya kian meninggi hingga dia merasa tak puas jika tak menyesap bibir itu. Ashana membalas lumatannya dengan gigitan kecil, dihisap bibir bawah Kalingga dengan nafsu yang membara. Kalingga terus menghujamkan miliknya, liang gairah itu terasa sangat sempit seolah mencengkram miliknya di dalam sana dan dia benar-benar menikmatinya. Dihujamkan pinggulnya dengan hujaman yang cepat. Ashana melepas ciumannya dan melentingkan tubuhnya. Dia mendapat pelepasan pertamanya. Kalingga mendiamkan miliknya di dalam sana. Membiarkan Ashana mengatur napasnya. “Kamu belum sampai, Sayang?” tanya Ashana. Kalingga menggeleng, belum ada rasa ingin keluar. “Luar biasa stamina kamu Sayang, aku suka banget,” ucap Ashana mengusap kedua pipi Kalingga. “Terusin lagi, Sayang, puasin diri kamu,” ucap Ashana seraya mengecup Kalingga. Kalingga mengangguk, tangan sebelahnya dipakai meremas gunung kembar Ashana, sementara pinggulnya mulai bergerak menghujamkan miliknya. Ashana dengan cepat membangun hasratnya kembali, dia mengeram akibat kenikmatan yang dia rasakan dari penyatuan itu, milik Kalingga benar-benar memenuhi rongganya semua tempat di dalam sana terisi. “Sayang, gila ... aku bisa keluar lagi,” desah Ashana. “Keluarin lagi Sayang, aku juga mau keluar,” ucap Kalingga. “Bareng sayang, euhmmm terus masukkin yang cepat, lebih cepat, cepat please,” racau Ashana. Kalingga menurutinya seolah tak merasa lelah memompa tubuh seksi itu. Dia kemudian melepaskan lahar hangatnya disusul oleh Ashana yang mendapat pelepasannya seraya memeluk Kalingga dengan erat. Kalingga ambruk menindih Ashana yang masih memeluknya erat. “Maaf,” bisik Kalingga dengan napas tersengal. “I like it, Sayang,” tidur di sini malam ini ya,” ucap Ashana. Kalingga mengecup pipi Ashana sambil berusaha menetralkan napasnya. Vara pun mendapat pelepasannya, jemarinya basah dan napasnya tersengal, dia tak menyangka melakukan ini di depan kamar majikannya. Rasanya sangat puas seolah Kalingga yang menggaulinya, mungkin suatu saat dia akan mengintip lagi jika ada kesempatan! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN