Pemotretan di kebun Raya itu sungguh membuat para tim kelelahan. Selain karena gaun yang dipilih Mia itu terlalu berat dan panjang, kakinya juga terkilir yang membuat Neli, Ilham dan Satria berulang kali membenarkannya hanya untuk satu kali take.
Pemotretan sudah dimulai pukul sembilan pagi dan akan selesai dua atau tiga jam kemudian. Tapi, rasa-rasanya tak akan selesai sesuai dengan waktu yang telah diprediksi, karena pasalnya gaun Mia dan kakinya yang masih sakit itulah penyebabnya. Para tim dan sang calon suami sendiri sebenarnya sudah menyarankan kepada Mia untuk mengenakan casual mode saja, selain karena tren masa kini, hal itu dianggap tak akan menyusahkan Mia sama sekali dalam hal bergerak, apalagi kakinya masih sakit. Tapi Mia tetaplah Mia, gadis keras kepala yang tak ingin mendengarkan saran dari siapapun. Yang hasilnya pemotretan memakan waktu lebih lama. Apalagi semakin siang, cuaca semakin panas sedang spot pengambilan foto dan Video, Mia yang menentukan. Alhasil mereka juga harus pindah-pindah tempat, dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Melelahkan sekali.
Yura akhirnya memilih duduk di bawah pohon pinus sembari bersandar. Angin segar membuatnya tersenyum kecil.
"Pengantin perempuannya temen lo, kan? Kenapa gak bilang kalau ribet banget sih!" seru Satria yang langsung melemparkan pantatnya duduk di atas rerumputan di dekat Yura.
"Kan udah kelihatan pas meeting. Dia banyak nyanggah, kan?" kata Yura.
"Eh, iya sih. Ya Allah ini baru prewedding dan udah kayak gini. Gila gue capek banget!" seru Satria. "Mana belum selesai!" imbuhnya menggerutu.
"Gue juga heran, tumben-tumbennya panas banget, ya? Kebun Raya Bogor loh, ini! Biasanya adem."
"Itu karena kita ke sini buat kerja bukan refreshing!" jawab Satria. "Eh, tapi, lo beneran jadian sama Dimas, Yur?" tanya Satria tiba-tiba.
"Emang kenapa lo tanya gituan? Biasanya lo cuek aja." kata Yura.
"Ini Dimas, Yur! Cowok kaya anak Mami."
"Gue cuma pacaran dan gak niat nikah sama doi."
"Ealah." Yura tertawa Mendengarnya.
"Eh? Itu pengantin perempuannya kok sendirian? Mana sih suami?" tanya Yura saat menyadari bahwa Mia melakukan pemotretan tunggal.
"Calon suami!" seru sesorang yang membuat Yura dan Satria menoleh dan mendongak ke atas. Ternyata yang ngomong adalah si tuan muda Richard. Yura buru-buru memalingkan wajahnya malas. "Nieh." kata Richard seraya menyodorkan botol air mineral dingin di hadapan Yura dan satu lagi di hadapan Satria yang langsung diterima dengan senang hati dan diteguknya buru-buru. Yura hanya menerima botol minuman tersebut sembari tak henti-hentinya menatap Richard dengan tatapan aneh, yakni tatapan penuh curiga hingga ia memutuskan untuk meminum botol air mineral yang diberikan olehnya.
Mata Yura membola kala ia lihat dari jauh sosok yang dikenalnya berjalan santai ke arahnya sembari melambai penuh senyuman. Yura hampir tersedak saat pria itu membuka kacamatanya dan ia mengenalinya dengan sempurna.
"Lo mau kencan sama Dimas di sini, Yur?" tanya Satria yang menatap Dimas sebal. Mendengar pertanyaan itu Richard menoleh spontan ke Satria lalu menatap ke arah mana Yura dan Satria memandang. Richard akhirnya melihat ke arah Dimas juga.
"Hai sayang.... " sapa Dimas kepada Yura yang melongo melihatnya.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Yura heran terlebih tak suka dengan kehadiran Dimas di hadapannya.
"Ngapain lagi? Nyamperin pacarku donk." kata Dimas.
"Nyamperin pacar pake tangan kosong." kata Satria ketus.
"Aku bawa makanan dan snack ringan buat kamu dan tim. Bantu aku yuk, buat ambil." kata Dimas lembut tak memedulikan sama sekali sindiran Satria malah membalasnya telak. Yura menatap Dimas heran. "Ayo!" kata Dimas. Yura menyerah. Jika ia ngomel-ngomel di dekat Richard itu hanya akan membuat Richard curiga akan hubungannya dengan Dimas. Jadi Yura memilih ikut Dimas ke mobilnya sembari protes.
"Kenapa kamu gak ngabarin gue kalau mau nyusulin ke sini?" tanya Yura berusaha sopan.
"Ya karena gue tadinya gak niat. Habis ketemuan sama klien dekat sini sekalian deh mampir lihat pacar." kata Dimas.
"Mas, kayaknya lo salah paham deh, kalau wedding si Mia ini selesai sandiwara kita juga udah selesai."
"Gue tahu. Selama belum selesai gak masalah, kan?" jawab Dimas cuek sembari membuka bagasi mobilnya dan menunjukkan kepada Yura dua kantong merah besar yang berisi makanan di dalamnya.
"Lo gak perlu repot-repot kek gini sebenarnya." kata Yura.
"Demi lo gue gak pernah repot kok, Yur." jawab Dimas seraya meraih dua kantong merah besar itu dari bagasi mobilnya dan membawanya ke kerumunan tim Yura. Yura kebagian menutup bagasi mobilnya saja. Yura menghela napas melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana sikap Dimas yang terang-terangan suka dan baik kepadanya. Membuat Yura benar-benar tertekan dengan semua kebaikan Dimas itu. Bagaimana jika nanti ia beneran tak bisa membalas kebaikan Dimas dengan hatinya? Karena Yura benar-benar tak memiliki rasa sama sekali kepada Dimas.
Dimas membagikan nasi kotak itu ke tim yang menerimanya dengan riang, termasuk Mia yang melempar senyumnya ke arah Dimas.
"Makasih ya, Dim, lo baik deh." kata Neli seraya tersenyum ke arah Dimas. Dimas hanya mengangguk kecil ke arah Neli.
Di seberang sana Richard dan Satria menatap tak suka. Entah mengapa dua pria itu melihat Dimas seperti melihat saingannya saja. Apalagi Dimas bersikap manis di hadapan semuanya. Dimas berjalan menghampiri mereka berdua lalu memberikan nasi kotak itu dengan tangannya tapi hanya Satria saja yang menerimanya dengan tatapan tak suka sedang Richard memilih mengacuhkannya dan berjalan ke arah di mana Mia dan Yura bersama tim lainnya berada.
"Pacar lo cari muka banget." bisik Richard di telinga Yura pelan. Yura tak menoleh tapi hanya mengehela napas berat sembari menatap Richard sebal.
"Kurang berapa kali sesi pemotretan lagi?" tanya Yura tiba-tiba.
"Memang kenapa?" tanya balik Richard dingin.
"Nggak pa-pa, cuma mau tanya."
"Keburu kencan?" tanya Richard dingin.
"Bukan urusan anda." jawab Yura tak kalah dingin. Mia dan Neli serta tim lainnya mulai merasakan hawa peperangan antara Yura dan Richard.
"Jadi urusan donk, kan anda bertanggung jawab kepada saya dan Mia. Lah kami gak mau donk dibuat buru-buru hanya karena anda mau kencan." kata Richard. Mia menoleh heran ke arah Richard, ia tak menyangka sama sekali sejak kapan calon suaminya itu suka ikut campur urusan orang lain?
"Siapa yang mau buat anda buru-buru buat pengambilan gambar? Anda ini menuduh saja bisanya!" balas Yura tak kalah ketus.
"Yang tadi apa? Kenapa tanya berapa lama lagi kita pemotretan?" tanya Richard.
"Salah? Saya cuma tanya kok." jawab Yura sebal.
Neli berdiri dan membisikkan sesuatu di telinga Yura, ia meminta Yura agar tak mendebat Richard.
"Bagus. Kalau gitu saya ingin pemotretan ini sampai malam. Sepertinya suasana malam bagus untuk pengambilan gambar." jawab Richard yang membuat semua orang di sekirar sana menatap ke arahnya tak percaya sama sekali. Apalagu Yura dan Mia. Entah kenapa Richard seperti itu? Tak biasanya ia bersikap demikian. Jadi ini semua karena apa?