Pemotretan itu benar-benar selesai di malam hari. Semuanya lelah, dan sesuai janji Richard pada tim Yura dan juga petugas fotografer ia akan memberikan fee spesial hari itu juga. Neli mengirimkan nomer rekening ke pesan whats up Richard setelah Richard memintanya dan tak butuh waktu lama bagi Richard untuk mengirimkan seratus juta rupiah ke rekening Neli. Neli sampai membelalakkan mata saking kagetnya dengan nominal angka di sms banking yang ia terima. Ia menatap Richard dengan tatapan tak percaya sekaligus terheran-heran dibuatnya. Tapi Richard hanya diam karena memendam kekesalan, jadi pertanyaan Neli soal kebenaran uang itu dan bukannya salah transfer tak dihiraukan sama sekali oleh Richard.
Berulang kali Neli memastikan angka nol di belakang angka satu, menghitungnya berulang-ulang kali hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang tak bermimpi soal itu. Sampai Richard menghilang dari samping Neli untuk segera masuk ke dalam mobilnya menyusul Mia yang sudah standby di dalam dan sangat kelelahan, Neli tetap berdiri di tempatnya. Ilham berjalan menghampiri Neli dengan kamera di tangannya. Ia mengecek puluhan bahkan mungkin ratusan foto Richard dan Mia di dalam kameranya dan sama sekali tak minat buat memilih mana yang bagus dari seluruh pemotretan yang telah dijalani oleh kliennya.
"Dia jadi ngasih kita fee, Nel?" tanya Ilham basa basi.
"Jadi. Udah masuk rekening gue." kata Neli lemas.
"Kok lo lemes gitu?" tanya Ilham sembari memerhatikan wajah Neli yang lemas dan tampak pucat. "Ah, orang kaya pelit, kan? Pasti dua ratus ribu per orang." ujar Ilham berkomentar.
"Coba lo cubit gue, Ham!" seru Neli pada Ilham yang menautkan kedua alisnya dengan heran. "Buruan!" kata Neli protes.
"Jadi gak sampek ratusan ribu ngasihnya nih? Jangan-jangan cuma lima puluh ribu perak." kata Ilham penuh kekecewaan sembari mencubit pipi Neli keras-keras karena kesal yang membuat Neli mengadu kesakitan dan refleks menendang kaki Ilham. "Lo yang minta cubit!" protes Ilham sembari mengadu kesakitan karena ulah Neli tersebut.
"Tapi gak keras-keras juga nyubitnya!" kata Neli protes kepada Ilham. Ilham meringis.
"Gue kesel Nel, kita udah capek sampek tengah malem tapi gak dapat fee dari klien."
"Kalau denger bu Hilda kita bisa cut, loh!" kata Neli memperingatkan.
"Iya sih. Kita gak boleh mengharapkan fee dari klien karena klien juga udah membayar semua aspeknya." kata Ilham. "Kalau gitu gue gak berharap sama feenya malam ini. Gue anggap loyalitas deh. Buat lo aja?"
"Eh serius?" tanya Neli melotot.
"Buat beli nasi goreng." kata Ilham yakin
"Bisa sama gerobak dan bapak gerobaknya juga ngelayani gue tiga hari tiga malam nieh!" kata Neli yang membuat Ilham melotot heran. Perasaanya tak enak.
"Maksud lo?" tanya Ilham pelan-pelan dan ragu, takut kena jebakan batman dari Neli kayak yang sudah-sudah.
"Gue bingung baginya. Tapi kayaknya bagi tiga belas jutaan gak masalah deh. Untuk gue, spesial dua puluh enam juta karena sama jatah lo." kata Neli dengan senyum nyengir yang membuat Ilham menelan ludah kecewa.
"Busyet! Becanda lo gak enak banget!" kata Ilham. Neli melebarkan senyumnya lalu memamerkan isi sms bankingnya yang menunjukkan angka seratus juta telah terkredit di rekeningnya.
"Dari pak Richard buat fee kita. Eh, lo gak termasuk ding!" kata Neli seraya hendak kembali menarik ponselnya dan hendak memasukkannya ke kantong jaketnya kembali tapi Ilham dengan sigap menarik tangan dan meraih ponselnya lalu menghitung dengan sangat cermat dan hati-hati jumlah nol di belakang angka satu.
"Ada delapan angka nol, Nel." kata Ilham pelan pada Neli dan Neli mengangguk. "Ini bukan mimpi, kan?"
"Tendangan gue tadi kurang sakit?" tanya Neli yang kembali hendak menendang kaki Ilham tapi dengan sigap Ilham mengamankan kakinya buru-buru dari Neli. Ilham benar-benar masih shock dengan apa yang terjadi. Ia tak mengerti bagaimana bisa Richard memberikam fee seratus juta?
"Tapi Nel, lo yakin itu fee bukan dp uang muka dia buat nikah, ya?"
"Yakin."
"Ntar kalau habis dan doi minta lagi ke kita gimana?"
"Jatah lo kan udah buat gue. Mana dapat lo jatah dua kali? Kagak." kata Neli yang membuat Ilham melotot ke arahnya sedang gadis itu hanya cekikian melihat reaksi Ilhan.
"Gue balik duluan, ya." pamit Yura kepada Ilham dan Neli.
"Fee lo?" tanya Neli.
"Besok aja." Kata Yura.
"Gak buat gue aja kayak Ilham?" teriak Neli yang langsung ditinju halus lengannya oleh Ilham. Yura hanya tersenyum kecil mendengar teriakan Neli tersebut.
Malam itu Yura capek sekali. Pemotretan Richard dan Mia memang sangat-sangat melelahkan, belum lagi ternyata Richard itu tak hanya super duper menyebalkan tapi juga ngeselin luar biasa. Gimana nggak? Dikit-dikit Richard berteriak memanggilnya.
Yura, ambilkan botol air minumku. Tolong.
Yura, kaos kakiku tak senada, tolong belokan.
Yura, dasiku kurang benar, tolong rapikan.
Yura, tolong ambilkan sisir rambut.
Yura, tolong ganti jasku dengan warna yang lain.
Yura, sepatuku tak cocok, kau ada stok lain, kan?
Dan Yura-Yura lainnya.
"Ahhhhhh!!! " teriak Yura kesal di dalam mobil yang membuat Dimas seketika mengehentikan mobilnya karena kaget bukan main.
"Ada apa, Yur? Lo lihat setan?" tanya Dimas merinding. Ia sebenarnya takut dengan kebun raya di malam hari, untung saja pemotretan Richard dan Mia tak terlalu masuk ke dalam kebun raya, jika enggak, mungkin ia akan cabut duluan dari sana. Hutan atau pepohonan yang banyak kayak kebun raya itu bagi Dimas adalah rumah setan. Dan ia sungguh-sungguh takut kalau-kalau ada kuntilanak yang keluar tiba-tiba.
"Gue ini tim Wedding Organisernya dia! Bukan asisten apalagi pembokatnya dia!" seru Yura berapi-api.
"Oh, Richard toh." kata Dimas malas. Dimas ingat kejadian dari siang hingga malam, bagaimana Richard membuat Yura benar-benar sibuk dengan permintaannya yang aneh dan ini itu yang tak jelas sama sekali. Yura terpaksa mengabulkan semua permintaan Richard karena ia dan tim ingin cepat selesai pemotretannya, tapi siapa sangka kalau Richard benar-benar membuat ucapannya menjadi kenyataan. Pulang malam. Meski gak malam-malam amat, tapi habis isya' itu sudah masuk waktu malam.
Menyebalkan.
"Apa karena dia cemburu sama lo dan gue, ya, Yur?" tanya Dimas yang membuat Yura menoleh ke arahnya.
"Nggak. Dia emang sengaja ngerjain gue. Awas saja kalau besok ketemu, gue cincang dia!"
"Emang lo berani? Doi klien lo yang tajir, kan?" tanya Dimas yang membuat Yura menghela napas berat. Ingin rasanya ia menangis dan memukul Richard sampai puas. Kesal sekali Yura pada Richard. Sungguh.
Sedang di dalam mobil Richard, Mia memerhatikan Richard dengan seksama. Ia penasaran kenapa calon suaminya hari ini tingkahnya aneh sekali dan lebih banyak diam dengan wajah dingin serta bola mata tajam menusuk yang siap menerkam siapapun. Sebenarnya ada apa dengan Richard dan Yura? Pikir Mia curiga.