Setelah meletakkan Richard di atas tempat tidurnya dibantu oleh asisten rumah tangganya dan satpam rumah, Mia melepaskan sepatu yang dikenakan oleh Richard dan juga melepaskan jas kerjanya. Hati Mia masih berkecamuk dengan kalimat gumaman Richard sebelumnya. Kalimat yang membuat dirinya seketika meragu kepada Richard dan teringat ucapan Melati tiba-tiba.
Pintu kamar Richard terbuka dan Melati nampak di luar kamar sebelum akhirnya ia masuk ke kamar Richard dan memandang Richard dengan tatapan jengahnya. Melati tahu putra sulung tirinya itu tak menyukainya sama sekali, tak hanya mengajaknya berbicara, makan di meja makan pun tak pernah. Ia melihat ke arah Richard yang terkulai lemas sembari senyum-senyum sendiri tersebut lalu memandang ke arah lain di sisi sampingnya. Mia balas memandang ke arah Melati dengan tatapan datar dan rasa was-was yang terpatri rapat di dirinya. Perlahan, Mia maju bergerak ke arah Richard. Ia hendak melepaskan pakaian Richard dengan tangannya, tapi Melati mencegahnya dengan memanggil namanya.
"Biar dilakukan sama Inem. Sudah malam, kamu pulang saja." kata Melati dingin. Mia memandang ke arah Richard setelah memandang ke arah Melati dengan tatapan yang meragu dan rasa yang tak nyaman sama sekali. Lalu ia memutuskan untuk beranjak dari tempatnya duduk, menuruti ucapan Melati karena memang jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Besok ia dan tim Yura ada pertemuan untuk meninjau gedung hotel lokasi pernikahannya dengan Richard. Tetapi baru saja ia beranjak dan belum melangkahkan kaki sama sekali tangannya sudah dicekal oleh Richard dan ia pun menolah serta menatap Richard kaget.
"Maafkan aku. Maafkan aku karena dulu meninggalkanmu." kata Richard meracau seraya memandang dengan lemas dan sayu ke arah Mia yang semakin penasaran arti ucapannya tersebut. Mia sungguh-sungguh penasaran apa maksud dari ucapan Richard padanya tersebut. Ia putuskan akan menanyakannya keesokan harinya. Sedang Melati memilih tak peduli dengan Richard dan Mia yang sudah membuatnya kesal setengah mati tersebut. Ia keluar kamar Richard dengan langkah kaki yang panjang-panjang. Saat ia sudah berada di luar kamar Richard, ia melihat sang putra semata wayangnya baru saja pulang.
"Inget pulang kamu, Daniel? Setelah beberapa bulan gak pulang dan sekarang kamu inget pulang?" tanyanya dengan nada suara tinggi yang syarat sekali kalau ia sangat marah. Bahkan Mia yang masih berada di dalam kamar Richard tersebut gegas keluar kamar setelah melepaskan tangannya secara kasar dari tangan Richard. Sampai di pintu luar kamar Richard ia menatap tak sengaja ke arah pemuda yang juga menatap tak sengaja ke arahnya. Mereka saling bertemu pandang sejenak. Daniel mengamati Mia baik-baik dan ia tak menyangka sama sekali kalau ia akan ketemu Mia secara langsung di rumah yang baginya adalah neraka tersebut. Seluruh omelan sang Mama seolah hanya suara bising di telinganya saat ia hanya fokus menatap Mia dan terpesona oleh kecantikannya. Bahkan ketika Mia melangkahkan kakinya menuruni anak tangga dengan terburu-buru sekalipun, Daniel tetap tak melepaskan pandangannya sama sekali dari Mia. Baru ketika Mia menghilang dari pandangannya, ia menatap sang Ibu yang sudah dekat dengannya.
"Daniel pulang karena Daniel ketinggalan lensa kamera Daniel." jawab Daniel acuh seraya membuka kamarnya dan masuk lalu keluar kamarnya dan hendak pergi lagi tapi sang Mama telah siaga di depannya dengan pisau yang ia arahkan di lehernya sembari menatap Daniel sangat tajam.
Daniel terhenyak kaget dengan sikap sang Mama yang serta merta tersebut. Ia tak menyangka kalau orang tua kandungnya yang tersisa itu akan mengarahkan pedang ke lehernya yang kini mulai mengalirkan darah sedikit.
"Kamu keluar, Mama mati." kata Melati tajam, tegas dan penuh amarah. Ia sudah kesal dengan sikap Daniel yang sekenanya saja padahal ia sudah bersusah payah membujuk sang suami untuk memberinya nama belakang Daniel dengan nama belakang suaminya dan juga meminra bantuannya agar Daniel bisa bekerja di perusahaannya.
"Mama!" panggil Daniel memekik sejenak karena ia bingung harus bagaimana menyikapi sikap Mamanya tersebut. Ia sudah kesal dengan Mamanya dan memilih diam. "Mama mau apa?" tanya Daniel kemudian.
"Mama gak pernah larang kamu dengan hobi kamu itu, tapi Mama hanya ingin kamu juga memikirkan masa depanmu, Daniel. Kerja di perusahaan Papa mulai besok."
"Tapi Daniel gak suka!"
"Suka atau gak, Mama gak peduli lagi. Kamu turutin Mama atau Mama mati sekarang di hadapan kamu!" ancam Melati tajam dan sungguh-sungguh. Ia bahkan memberi tekanan pisau dilehernya hingga lukanya semakin dalam dan darah merembes keluar dari kulitanya kemudian. Daniel kesal, ia tak punya pilihan selain mengiyakan permintaan sang Mama dengan berat hati. Ia kemudian masuk kembali ke dalam kamarnya tanpa berkata apa-apa lagi dan menutup pintu kamarnya dari dalam. Melati melepaskan tangannya yang memegang pisau dari lehernya. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Perdebatan dengan putra semata wayangnya itu sangatlah alot dan ia sudah sangat kesal karena sikap Daniel yang semakin hari semakin tak bisa diatur. Bahkan Daniel berani mengabaikan semua pesan dan telepon masuk darinya. Melati telah kehilangan kesabarannya dan ia memutuskan untuk bersikap nekat demi masa depan Daniel.
Meski Daniel tak mengatakan apa-apa sama sekali, Melati tahu kalau putra semata wayangnya itu akan menuruti permintaannya kali ini. Daniel akan bergabung dengan perusahaan suaminya. Dengan bergabungnya Daniel di perusahaan Alvero ia berharap kelak Daniel akan mendapatkan sebagian saham milik suaminya tersebut.
Melati beranjak dari tempatnya berdiri ke arah kiri, lalu tanpa sengaja matanya menemukan Richard tengah memandangnya tajam di ambang pintu kamarnya sendiri. Melati sedikit tersentak kaget karena sebelumnya Richard mabuk berat bahkan membawa tubuhnya sendiri saja ia tak sanggup tapi kini lelaki itu tengah berdiri di ambang pintu kamarnya dengan cara menatapnya sangat tajam. Melati tak peduli, ia berjalan ke arah tangga dan mengabaikan Richard.
"Aku tak peduli bagaimana usaha kerasmu untuk Daniel agar ia bergabung di perusahaan Papa. Tapi jangan usik pernikahanku dengan Mia apalagi mencari tahu kisah hidupnya." kata Richard dingin yang berhasil membuat Melati berhenti di anak tangga kedua dan menoleh ke arahnya.
"Sudah menjadi tugasku sebagai istri Papamu menelaah siapa sebenarnya perempuan yang akan menikahi putrinya. Bagaimana aku bisa membiarkan seorang anak pembunuh menikah dengan anak dari keluarga Dendi?" tanyanya. Richard tersenyum remeh mendengarnya.
"Sekarang kau memikirkan kasta? Tak ingat siapa kau dulu sebenarnya? Kau hanya seorang sekretaris penggoda Papaku yang membuatnya berselingkuh dari Mamaku. Bahkan kau juga menjadi sebab Mamaku mengalami kecelakaan dan meninggal!" teriak Richard yang membuat Melati kaget bukan main. Anak sulung tirinya ini sungguh membuatnya terdiam seribu bahasa. Ia tak menyangka bahwa Richard tahu hubungan gelapnya dengan sang suami dulu. Padahal ia dan suaminya sudah bermain aman.