8: Dimas

1191 Kata
Definisi cinta itu bukankah sejatinya adalah merawatnya? Ibarat bunga,  kalau gak disiram maka akan layu dan lambat laun akan mati juga. Begitulah cinta.  Pasti akan mati seperti bunga.  Eh,  tapi,  tunggu dulu.  Itu filosifi sederhana dan masuk akal.  Tapi yang namanya cinta tak ada yang masuk akal. Semua tentang perasaan dan rasa baper yang susah sekali diterima oleh akal sehat.  Jadi, meski gak ada sosok nyata yang bisa dipegang, diraba, dicium dan di di di lainnya,  tapi kalau otak membayangkan bahwa orang yang tercinta ada selalu di samping kita, fix dia gak akan bisa move on dengan mudah. Karena apa?  Ya,  karena si bunga menolak layu demi menunggu si kumbang yang terbang PHP di sekitarnya. Ah,  sial! "Buruan atuh, Yur! Gue udah telat nieh!" teriak salah seorang teman Yura di luar kamar mandi. "Antri di sebelah aja,  tanggung, gue lagi mau nyelesaikan boker, nieh. " jawab Yura. "Emang lo boker apaan? Batu?  Setengah jam itu lama Yur! Dan lo tuh udah di dalam sana selama setengah jam!" jawab temannya dari luar. Yura yang sedang asyik luluran itu mendesah sebal. Begini ini kalau tinggal di kost,  ia tak pernah bisa tenang dalam hal mandi dan memanjakan diri. "Iya, bentar!" jawab Yura seraya membilas tubuhnya yang telah ia lumuri dengan lulur tersebut.  Setelah selesai, ia gegas keluar kamar mandi dan melihat dengan kaget kalau antrian di luar kamar mandi sudah seperti ular.  Mereka semua menatap Yura dengan sebal. "Jam berapa sih emang sekarang ini?  Tumben kalian bangun pagi?" tanya Yura seraya berjalan pelan ke kamarnya. "Lo yang kelamaan bukan kita yang bangun pagi!" seru seluruh teman kostnya kepada Yura bebarengan. Yura hanya nyengir dan buru-buru masuk kamar. Di sana ia melihat sang Mama sedang merapikan baju-bajunya yang baru ia angkat dari jemuran sesaat sebelum mandi. "Pulang ke rumah aja ya, sayang." ajak sang Mama. "Dan ketemu sama Papa tiap hari? Kayaknya enggak deh, Ma." ujar Yura. Mamanya menatap putrinya dengan tatapan prihatin. "Maafin Mama, ya,  kamu jadi tumbuh besar dengan Papa dan Mama yang gak ada habisnya bertengkar." "He he he. Itu bukan salah Mama." kata Yura bijak seraya memeluk sang Mama. "Kenapa kamu mandinya lama sekali, sih?" tanya Mama. "Hmmm ... Wangi sekali." imbuhnya curiga. Yura hanya tersenyum tipis.  Ia menghela napas kemudian, seolah-olah memikirkan nasibnya yang sial karena bertemu Richard. Sebuah pesan masuk menggetarkan ponselnya. Ia meraih ponsel di atas kasurnya dengan malas. Gue jemput jam berapa? Sebuah pesan dari seseorang yang membuat Yura bangun lebih pagi dan menghabiskan waktu lebih banyak di kamar mandi. Buru-buru Yura membalas pesan tersebut meksi ia aslinya malas sekali dengan pesan teks tersebut. Yura meletakkan ponselnya kembali dan segera berdiri lalu bersiap-siap untuk berangkat kerja. Tapi sebelum ia pergi, ia ingin beli makanan matang untuk sarapan dirinya dan sang Mama. Ia menyelesaikan riasan di wajahnya dengan segera, kemudian dengan cepat ia keluar kamar kostnya dan buru-buru keluar rumah kostnya untuk mencari makan. Dan begitu kagetnya dia menyadari ada sosok yang begitu ia kenal sedang berdiri luar kostnya. "Dimas?" panggil Yura kaget. Dimas yang sedang berbincang-bincang enggan dengan dua wanita yang sengaja minta kenalan padanya itu menoleh ke arah Yura yang memanggilnya. "Kok lo udah ada di sini?" tanya Yura.  Dimas menatap kedua perempuan yang menatapnya penuh minat. "Kenalin,  ini pacar saya." kata Dimas menunjuk Yura pada kedua perempuan yang ada di hadapannya. Mendengar kata itu, alis Yura naik satu karena heran dan kedua perempuan tetangga kost Yura itu buru-buru pergi dari hadapan Yura dan Dimas tanpa mengatakan kalimat apapun karena kesal dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Dimas. Yura berjalan mendekat. "Gue gabut di apartemen. Jadi ya, ke sini." kata Dimas. Yura mengangguk-anggukkan kepalanya salah tingkah. "Sorry, ya,  gue jadi ngerepotin lo." kata Yura pada Dimas. "Gak pernah repot,  kok Yur." jawab Dimas. "Udah sarapan?" tanya Yura dan Dimas menggeleng. "Cari sarapan, yuk." ajaknya dan Dimas mengangguk. Dimas dan Yura kemudian berjalan menuju mobil Pajero sportnya. Mereka sengaja mencari warteg yang jaraknya cukup jauh dari kost Yura. Sampai di tempat wartegnya, Yura dan Dimas turun dari mobil dan segera masuk ke dalam warteg tersebut. Mereka sama-sama memesan nasi campur. "Lo beneran gak papa bantuin gue?" tanya Yura membuka obrolan antara dirinya dan Dimas. "Jangankan jadi pacar bohongan, pacar beneran pun oke kok, Yur." kata Dimas secara terbuka. Yura merasa canggung. "Lo tahu kan, dari dulu itu gue udah suka sama lo." kata Dimas sekali lagi. "Tapi, maaf Dim,  lo tahu juga kan,  nyokap lo gak suka lo deket-deket sama gue." kata Yura dan Dimas menoleh ke samping karena teringat akan Mamanya itu. "Gue bisa bujuk Mama gue, kan gue anaknya." "Gue sadar diri kok kenapa nyokap lo gak suka sama gue. Lihat lo,  lo General Manager sedangkan gue?  Gue cuma anggota Wedding Organiser kecil-kecilan. Jauh banget lo perbedaan diantara kita." "Tapi gue gak peduli, Yur." kata Dimas seraya memegang tangan Yura di atas meja. Refleka Yura menarik tangannya dengan segera. "Sorry, Dim,  kayaknya kita batalin aja deh sandiwara ini." kata Yura kemudian. Dimas bingung dengan sikap Yura yang mendadak itu. "Nggak usah, gak usah dibatalin. Gue yang sorry banget karena udah bikin lo gak nyaman." "Gue takut lo kejebak beneran sama hubungan palsu ini dan jadi berharap lebih." kata Yura. "Gue udah kejebak sama lo sejak dari dulu, dan harapan gue buat jadiin lo istri gak pernah pudar, Yur." kata Dimas.  Mendengar penuturan Dimas tersebut, Yura semakin canggung dan enggan sekali. Ini nih gara-gara Richard gue jadi kebingungan cari pacar! "Gue bener-bener hanya anggap lo temen baik, Dim. Please, cinta gak harus memaksakan perasaan orang lain, kan?" "I know. But ..." kata-kata Dimas menggantung setelah menyadari arti tatapan Yura yang mulai menatapnya enggan dan tak suka. Dimas tak ingin kehilangan kesempatan menjadi pacar palsunya Yura.  "But .... Okelah,  gue bantu lo. Kalau lo beneran suka sama gue setelah sandiwara ini itu berarti gue beruntung." kata Dimas yang hanya ditanggapi kediaman oleh Yura. Kemudian keduanya makan dalam keadaan hening, setelahnya mereka kemudian pulang ke kost Yura untuk mengantarkan makanan buat sang Mama, selanjutnya Dimas mengantarkan Yura kerja. Sampai di sana Yura kaget karena Neli sudah bersama Mia dan Richard. Kehadiran Yura dan Dimas itu juga membuat ketiganya heran dan kaget sekaligus. Yura dan Dimas turun dari mobil segera dan berjalan ke arah Neli, Mia dan Richard yang berdiri di depan kantor mereka yang belum buka. Mata Richard tak henti-hentinya menatap Dimas,  seolah-ola ia mengenalnya dan pernah melihatnya entah di mana. "Kenalin ini Dimas,  dan Dimas lo udah kenal kan, sama Neli tapi lo gak kenal mungkin sama Mia dan Richard calon suami Mia. Mia ini sahabat gue saat aku masih SMA. " kata Yura menjelaskan. Dimas menyalami ketiganya dengan menyebut namanya sendiri. "Lo kok nganterin Yura, Dim? Gak jauh emang dari apartemen lo?" tanya Neli "Gak ada yang jauh kalau buat pacar, Nel." kata Dimas yang langsung membuat ketiganya menatap heran. "Yur, akhirnya lo terima cinta Dimas juga?" tanya Neli tak percaya. Richard menatap Dimas baik-baik sekali lagi, seolah meneliti dengan seksama pria tersebut. Ia benar-benar merasa seolah pernah melihat Dimas entah dimana. "Udah lama kita backstreet, Nel." jawab Dimas.  Yura hanya diam, bahkan ketika Dimas melingkarkan tangannya di pinggang Yura, meski sungguh ia tak suka sama sekali sikap Dimas yang sudah melanggar perjanjian mereka. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN