Dari kejauhan, pasangan suami istri itu tampak sedang begaduh kecil, hanya karena ukuran s**u UHT. Beberapa orang yang melihatnya sampai menggeleng-gelengkan kepala heran, entah prihatin atau kagum.
"Ini aja Sayang," ucap Glen mengambil sekotak s**u cair dengan ukuran 1 liter.
"Siapa yang mau minum? Aku cuma mau minum sekali doang," kata Nandira yang sudah memasukkan satu kotak s**u coklat 200 ml.
Dari kecil, Nandira sudah terbiasa memasukkan s**u UHT coklat ke dalam keranjang belanjaan setiap kali diajak mamanya ke minimarket. Dan kebiasaan itu melekat pada dirinya sampai sekarang, bahkan usianya sudah menginjak 22 tahun. s**u coklat tetap menjadi minuman favoritnya.
"Biar kamu bisa minum setiap hari," ucap Glen. "Biar gendut kayak gini." Glen mengembungkan kedua pipinya sambil meragakan tubuh seolah dirinya gendut.
Nandira menepuk kedua pipi Glen gemas. "Nanti kalo aku gendut, kamu gak kuat gendong aku," kekeh Nandira.
"Kuat, kok. Udah beli yang ini aja." Glen memasukkan kotak s**u pilihannya.
"Suamiku sayang, nanti gak ada yang minum, mubazir," jelas Nandira sambil menghalangi Glen memasukkan s**u itu.
"Ada, istriku sayang," ucap Glen meniru nada biacara istrinya. "Kalau Geyo main ke apartemen nanti pasti abis, deh."
"Geyo?" Nandira membeo.
"Iya. Katanya dia mau ketemu kakak cantik," goda Glen.
Nandira mengembangkan senyumnya, malu. Dia sudah dengar tentang Geyo dari Glen. Saat suaminya itu memberinya kincir-kincir di kamarnya malam itu, tepatnya setelah akad sebelum mereka pindah ke apartemen.
Bayangan itu seketika muncul dalam benak Nandira.
"Ada hadiah buat kakak cantik," ucap Glen yang baru saja duduk di tepi ranjang. Sedangkan Nandira tengah melipat baju untuk dimasukkan ke dalam tas.
"Apa?" tanya gadis itu.
"Cium dulu dong," pinta Glen. Sengaja dia melakukan itu sebab dari tadi Nandira tampak masih malu untuk ngobrol denganya.
Sejak acara pernikahan selesai, Nandira terlihat gugup dan tak mampu berkata-kata, bahkan wajahnya tampak merah merona melihat Glen berada di kamarnya. Dia masih belum terbiasa saat itu.
Saat Nandira masih mengenakan gaun pengantin, tak sanggup dia meminta bantuan Glen untuk menurunkan resleting di punggungnya. Padahal dia sudah sangat gerah ingin mandi. Glen yang merasa dari tadi istrinya itu menatap penuh harap pun menoleh. Dapat dia lihat Nandira yang berdiri di dekat dinding, bungkam.
Gadis itu mundur beberapa langkah saat Glen berjalan menghampirinya. Sampai akhirnya dia tidak bisa mundur lagi sebab terhalang dinding. "Sekarang aku suamimu, loh. Ada yang bisa kubantu?" ucap Glen dengan senyum menggoda, bahkan tangannya sudah bertumpu satu pada dinding.
Nandira yang tak bisa menahan panas di wajahnya hanya bisa diam dengan jantung berdetak tak karuan. Dengan cepat dia menutup seluruh wajahnya menggunakan kedua tangan saat Glen mendekatkan wajah ke arahnya. Membuat Glen semakin ingin menggodanya.
***
Setelah cukup lama berbelanja, akhirnya mereka selesai juga. Namun sepertinya bukan belanja yang membuat mereka lama, melainkan rebutan memilih barang. Nandira melarang Glen yang ingin membeli barang banyak-banyak, padahal keperluan mereka tak sebanyak itu. Sedangkan Glen keukeuh ingin membeli barang-barang itu dengan alasan untuk stock.
Kelakuan Glen itu membuat Nandira berpikir, ternyata bapak-bapak lebih rempong kalau diajak belanja. Meskipun begitu, akhirnya mereka berhasil membeli barang-barang sesuai keperluan. Tidak berlebihan sampai mubazir, juga tidak kekurangan.
"Semuanya 500 ribu Kak," ucap seorang wanita kasir pada Glen.
Nandira mengerutkan keningnya sambil memerhatikan wanita itu. Dari tadi Nandira yang menyerahkan barang padanya, juga Nandira yang berada di depannya. Namun wanita itu malah meminta langsung pada Glen. Nandira mulai mencium bau-bau hormon yang meningkat.
Glen yang merasa terpanggil pun segera meronggoh sakunya dan mengeluarkan dompet. Dia sudah hendak memberikan kartu debit pada wanita kasir itu. Namun Nandira merebutnya, membuat Glen sedikit terkejut, begitupun wanita kasir itu. Dengan wajah sebal Nandira menyodorkan kartu itu pada mba-mbanya.
Setelah menerima semua barang belanjaan, Nandira segera menarik Glen menjauh dari hadapan wanita itu. Entah kenapa dia merasa sensi melihat gelagat wanita kasir itu. Glen yang mulai menyadari kalau istrinya itu cemburu malah tambah menggodanya.
"Terima kasih, Mba," ucap Glen setelah meraih dua kantung berisi belanjaan.
"Sama-sama Kak, selamat berbelanja kembali," balas wanita itu.
Mereka sudah berada di luar supermarket. Glen tampak cekikikkan dalam hati, melihat Nandira yang terus menariknya menjauh dari tempat itu. Baru kali ini Glen melihat ekspresi cemburu dari gadis itu. Benar-benar menggemaskan.
"Hei, kamu kenapa, sih, Sayang?" tanyanya pura-pura tak mengerti.
Nandira menghentikan langkahnya, lalu menatap Glen. "Aku gak suka," ucapnya dengan raut geram.
"Gak suka apa?" tanya Glen lagi, sengaja dia meminta jawaban yang lebih jelas. Melihat gadis itu membuat Glen ingin mencubitnya gemas.
"Gak sukaa," rengek Nandira tak jelas. Kakinya sampai menghentak-hentak lantai sebab perasaan tak sukanya.
Akhirnya Glen tertawa, dia tidak bisa berpura-pura lebih lama lagi. Diletakkannya kantung belanjaan itu di lantai, lalu dia meraih kepala Nandira ke dadanya. "Utututu, jadi istriku ini sedang cemburu ya," kekehnya.
Glen meregangkan dekapannya. "Satu hal yang harus kamu tau. Gak ada yang bisa gantiin kamu sebagai pendamping hidupku. Ingat, kita sudah berjanji, dan sudah menentukan pilihan terbaik untuk bersama selamanya," ucap Glen penuh hayat.
"Gak perlu cemburu." Glen mencium pucuk kepala gadis itu.
Setelah drama singkat itu, Glen mengusap kepalanya, berharap gadisnya itu tidak lagi terbakar api cemburu. Glen membuka bagasi mobilnya, lantas memasukkan barang-barang belanjaan tadi. Mereka langsung pulang dan sampai di apartemen sebelum adzan magrib berkumandang.
Selesai salat isya, mereka berdua sudah rebahan di atas kasur. Glen tampak sudah ngantuk di pelukan Nandira. Sedangkan istrinya itu masih saja berkutik dengan ponsel dalam keadaan bersandar.
Nandira sedang diskusi dengan teman-teman kampusnya di grup. Mereka sedang membicarakan acara wisuda yang akan digelar tiga hari lagi. Suara papan ketik dan suara pesan yang masuk di ponsel itu membuat Glen tidak bisa tidur.
WISUDA 2020
Bunga : "Nanti gue bawain karangan bunga ya."
Tari : "Haha, pokoknya lo orang semua harus punya foto sama gue."
Indah : "Semoga abis wisuda jodoh dateng."
Bambang : "Aamiin."
Kemal : "Kalo gak dateng gue jodohin lo sama ayam tetangga gue. Ngokok terus dari kemaren wkwk."
Ani : "Enak lah ya yang udah nikah wkwk @NandiraKirana."
Nandira : "Hehe, buruan nyusul makanya."
Deril : "Masih gak nyangka gue dua orang yang dulu ngaku cuma sahabat ini akhirnya nikah wkwk."
Hana : "Aslee, wkwk."
Tari : "Sahabat jadi cinta biasalah itu."
Ani : "Hana nyusul bentar lagi wkwk."
Deril : "Tenang Na, gue kadoin mesin cuci nanti."
Tari : "Gue kira bakal nikah sama Marcel lah wkwk."
Dwi : "Sama gue juga, hehe. Kayaknya dulu deket sama Marcel. Sampe rela masuk islam."
Ajeng : "Btw, sekarang anaknya ke mana sih?"
Dian : "Bukannya balik ke belanda?"
Bambang : "Kepo amat sih lo orang ini."
Ajeng : "Suka-suka sih Bambang!"
Dwi : "Sekarang anaknya minggat."
Sita : "Prince gue minggat padahal udah cocok banget lah sama gue hwe!"
Bunga : "Plis deh itu jodoh gue."
Dwi : "Jelas-jelas punya gue haha."
Tari : "Gosah ngaku-ngaku gitulah, jelas-jelas dia gak suka sama lo orang. Sukanya sama gue bwahaha."
Bambang : "Apaan sih apaan?"
Deril : "Cewek jaman sekarang kebayakan halu."
Hana : "Hahaha."
Ani : "Nah loh yang punya nama ngeread."
Tiyan : "Haha! Sampah."
Senyum di bibir Nandira sudah memudar sejak membaca pesan dari Tari, dan semakin pudar saat pesan itu merembet ke mana-mana. Tak pernah Nandira sangka jika kedekatannya dengan Marcel dulu mengundang banyak perkiraan. Padahal mereka tak sedekat itu.
Tiba-tiba saja dirinya teringat tentang Marcel. Sejak kepergiannya waktu itu Nandira tidak pernah kontak lagi dengannya. Namun pasti dia sudah tahu tentang hal ini. Marcel juga masih sering membuka grup itu, meski tak pernah muncul untuk mengetik barang sehuruf.
"Udah Sayang, tidur." Suara Glen sudah serak sebab rasa kantuknya.
Glen meraih ponsel di tangan Nandira dan menaruhnya di nakas. Dia meraih tubuh mungil itu untuk segera memperbaiki posisi tidurnya. Nandira nurut, lalu menidurkan kepalanya di atas d**a Glen. Matanya masih terjaga, Nandira masih memikirkan masalah itu.
___________________________________
Lanjut?