"Hah hah hah"
Adeline membuka matanya lalu segera bangun. Ia menatap sekeliling. Ini adalah kamarnya, kamar yang ada di rumah orang tuanya. Tapi bagaimana bisa? Bukankah ia sudah mati. Apa seseorang menyelamatkan dirinya.
Adeline melirik perutnya. Rata? Apa anaknya sudah lahir.
Ceklek
"Adeline, ya ampun. Kau sudah bangun."
Adeline mengernyit tak suka pada Rossa. Bagaimana bisa wanita itu bersikap seolah khawatir. Tapi tunggu? Kenapa rambut Rossa pendek. Bukannya terakhir kali rambut wanita itu panjang.
"Bagaimana keadaanmu, apa masih mual?"
Adeline menepis tangan Rossa yang mencoba menyentuh perutnya.
"Jangan sentuh aku!" Bentak Adeline membuat tubuh Rossa menegang.
"Adeline, ada apa? Kau marah padaku, tapi kenapa?" tanya Rossa tak mengerti sedang Adeline hanya diam mengepalkan tangannya bagaimana bisa wanita itu masih berakting setelah semua kebusukan yang ia lakukan.
Rossa tersenyum manis lalu menyentuh tangan Adeline yang terkepal. "Maafkan aku. Aku tahu kau merasa tertekan karena kehamilanmu tapi percayalah, aku akan membantumu agar Dave mau bertanggung jawab."
Bertanggung jawab. Adeline spontan menyentuh perutnya. Sebenarnya apa yang terjadi?
Rossa semakin mendekat. "Dave ada di luar bersama keluarganya. Mereka datang untuk membicarakan tentang kehamilanmu." ucap Rossa membuat Adeline terdiam.
Apa aku kembali ke masa lalu? Apa aku diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya? Batin Adeline bahagia.
"Tanggal berapa?"
"Apa?" tanya Rossa tak mengerti.
Adeline menatap Rossa tajam. "Sekarang tanggal berapa?"
Rossa mengambil ponselnya lalu menunjukkan layar yang memperlihatkan kalender. "Tanggal dua belas bulan juli dua ribu dua puluh dua." ucap Rossa membuat Adeline dengan cepat merebut ponsel itu dan memastikannya sendiri.
Benar. Aku kembali enam bulan sebelum kematianku, batin Adeline lalu mengembalikan ponsel itu ke tangan Rossa. Itu berarti ia benar-benar diberi kesempatan oleh yang maha kuasa untuk menghindari penderitaannya.
'Oh terima kasih tuhan.'
Adeline menyentuh perutnya. Berarti kandungannya saat ini sudah menginjak usia dua bulan. "Mama akan menjagamu, sayang."ucap Adeline tulus.
"Bukan hanya mamanya tapi papanya juga. Dengar Adeline! Aku sudah memberitahu Dave tentang kehamilanmu dan saat ini ia dan orang tuanya ada di luar untuk menemuimu." ucap Rossa lalu tersenyum manis. Dulu Adeline akan tertipu oleh senyuman Rossa dan terus menerus mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tapi sekarang tidak. Adeline tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Ia tidak mau mati untuk kedua kalinya.
"Kau berusaha terlalu keras, Rossa." ucap Adeline datar membuat senyum Rossa menghilang. Tapi wanita itu tidak kehilangan akal. Ia yakin perkataan ketus Adeline hanya bentuk rasa frustasinya saja.
"Apa yang kau katakan Adeline. Aku adalah sahabatmu, tentu saja aku akan melakukan segala hal untuk membuatmu bahagia." ucap Rossa membuat Adeline tersenyum. Jenis senyuman paksa, karena jelas ia tak akan sudi memberi wanita jahat itu senyuman tulus.
"Terima kasih." ucap Adeline membuat Rossa tersenyum lebar.
Sekarang saatnya Rossa memberikan serangan akhir. Serangan yang akan membuat Adeline dibenci oleh Dave.
"Tapi Adeline, ada satu hal yang harus kau lakukan agar Dave mau menikahimu." ucap Rossa serius membuat Adeline mendecih dalam hati. Karena kata-kata Rossa inilah hidupnya menjadi berantakan.
"Apa? Cepat katakan!" tanya Adeline seolah sangat ingin menikah dengan Dave.
Rossa tersenyum tipis. "Kau harus mengakui bahwa minuman pada malam itu adalah perbuatanmu."
Adeline terdiam sesaat. "Tapi bukan aku."
"Aku tahu tapi Dave sudah curiga padamu. Dan jika kau berkata tidak maka Dave akan membencimu karena berbohong. Kau tidak mau kan?" tanya Rossa membuat Adeline berpura-pura menyetujui perkataan wanita itu.
"Baiklah. Aku akan mengakuinya." ucap Adeline membuat Rossa tersenyum puas.
"Bagus. Sekarang ayo kita keluar. Semua orang sudah menunggumu." ajak Rossa lalu membantu Adeline turun dari tempat tidur dan memapahnya melangkah keluar dari kamar.
Tiba di ruang tamu, Rossa langsung membantu Adeline duduk di sofa, berhadapan dengan Dave.
Adeline bisa merasakan tatapan tajam dari Dave, namun ia memilih untuk tidak menghiraukannya. Di masa lalu, Adeline pasti sudah bergetar karena tatapan Dave tapi sekarang tidak. Ia tidak akan mau.
"Adeline, tante hanya ingin bertanya. Apa anak itu benar darah daging Dave, keturunan keluarga kami?" tanya Yuni, ibu kandung Dave.
Adeline hanya diam. Di masa lalu ia akan mengangguk dengan tangisan. Mengatakan bahwa itu adalah anak Dave lalu mengemis pertanggungjawaban. Tapi sekarang ia tidak akan melakukannya, toh ia tidak berniat menikah dengan Dave.
"Benar tante. Saya yakin sahabat saya tidak mungkin berbohong." ucap Rossa membuat Adeline menatap ke arah orang tuanya. Adeline bisa melihat kekecewaan di mata mereka hingga keduanya hanya terus diam dengan tangan terkepal penuh amarah. Kekecewaan mereka pasti bertambah saat tadi pagi ia begitu bersikeras untuk menikah dengan Dave walau orang tuanya menentang keras.
"Aku yakin kau sudah merencanakannya." ucap Dave sinis membuat Adeline menunduk. Bukan karena takut melainkan tengah mencari waktu yang tepat untuk menyampaikan keinginannya.
"Dave, aku tahu kau marah tapi Adeline, dia hanya begitu mencintaimu." ucap Rossa lalu menyentuh pundak Adeline seolah menguatkan.
"Ck!"
Yahya selaku ayah Dave langsung menatap ke arah Adeline. "Dave akan bertanggung jawab. Kalian akan menikah." ucap Yahya tegas membuat Dave menggeleng.
"Tidak, ayah."
"Diam! Sebagai laki-laki harusnya berani bertindak juga berani bertanggung jawab."bentak Yahya membuat Dave menatap tajam ke arah Adeline.
"Baiklah. Aku akan menikahinya tapi sebelum itu aku ingin bertanya." ucap Dave membuat Adeline menatap pria itu datar.
"Apa kau yang mencampur minumanku malam itu?" tanya Dave dengan seringainya.
Adeline menatap Rossa yang tersenyum manis. Di masa lalu ia dengan tegas menjawab iya dan berakhir mendapatkan kebencian Dave. Bukan hanya Dave tapi juga kedua mertuanya. Mereka marah karena mendapatkan menantu yang melakukan cara murahan untuk mendapatkan anak mereka.
"Jawab!" bentak Dave membuat Adeline manatap kedua orang tuanya. Ayahnya ingin ia tidak menikah dan ibunya juga. Keduanya seolah mendapat firasat buruk tentang pernikahan putri mereka nanti.
"Bukan aku."
"Apa?" Rossa mendadak kaget. Itu bukan jawaban yang benar.
Sedang Dave hanya tersenyum sinis. "Jika kau tidak mengaku maka aku tidak akan menikahimu." ancam Dave membuat Adeline menyeringai.
"Aku memang tidak ingin menikah." ucap Adeline membuat semua orang kaget. Terutama Rossa yang rencananya berjalan tidak lancar.
"Adeline, apa yang kau katakan. Kau melakukan itu untuk menikah deng__"
"Cukup!" Bentak Adeline membuat perkataan Rossa terhenti.
"Bukan aku yang melakukannya. Di sini aku juga korban tapi kamu tenang saja, Dave. Aku tidak akan menuntut pertanggungjawabanmu dan akan membesarkan anak ini sendi__" Adeline menatap kedua orang tuanya lalu tersenyum. "Membesarkannya bersama keluargaku." lanjut Adeline membuat mama Rahma dan papa Yunus saling pandang. Adeline tahu keduanya sangat senang akan keputusannya.
"Jadi_" Adeline menatap Dave dan orang tuanya. "Maaf Dave, om dan tante. Aku harus mencabut hak kalian atas anak yang ada di kandunganku ini."
Deg