Malam semakin larut, Lacey telah mencoba untuk tidur, namun serigalanya terlalu gelisah. Tidak tahan lagi, dia bangkit dari kasur, mengenakan gaun malamnya yang bertali setebal spaghetti, dan berjalan menuju jendela. Suara-suara kemeriahan telah memudar dan bulan bersinar terang di atas sana, menciptakan semburat biru pada bumi.
Tiba-tiba, terdengar ketukan pelan di pintu.
"Masuk," katanya parau, suaranya serak karena lama tidak digunakan.
Ketika pintu terbuka, dia terkejut melihat Julien berdiri di ambang pintu, bertelanjang d**a, matanya diliputi kegundahan. "Bagaimana perasaanmu?"
Lacey mengangkat bahu, kembali menatap jendela. "Tidak baik, mengingat aku melewatkan pestaku sendiri."
Dia menghela napas, menyeberangi ruangan menuju Lacey. Kemudian dia meletakkan kedua tangannya di bahu Lacey. "Aku minta maaf soal itu." Lalu tangan pria itu merangkul tubuhnya sementara kepalanya bersandar di bahu Lacey, tidak mengatakan apa-apa selama dia mendekapnya.
Serigala Lacey nyaris mendengkur senang karena berada begitu dekat dengan pria itu dan Lacey telah memilihnya sebagai pasangannya. Setelah bertemu Julien, dia paham kenapa Wyatt telah memilih Calla alih-alih memilihnya. Belum pernah Lacey merasakan koneksi semacam ini dengan pria lain.
Tanpa berkata apa-apa, Julien menciumi leher hingga bahu Lacey, menggeser tali bahu Lacey yang tipis. Julien membalik tubuh Lacey, namun rasa sakit tampak mencolok di matanya.
Saat itu, yang Lacey inginkan hanyalah menghiburnya, untuk menghilangkan kepedihannya. Julien menatap dalam matanya, seolah-olah pria itu ingin memberi tahu sesuatu pada Lacey, namun tidak mampu.
"Ada apa?" bisik Lacey. "Kau bisa bercerita padaku."
Julien memegang pipi Lacey, kelemahan tampak pada matanya. Diterangi cahaya bulan, sebulir air mata berkilauan di pipinya. Lacey mengulurkan tangan untuk menghapusnya, namun Julien menangkap tangannya. Kemudian pria itu menjatuhkan tangannya dan bergegas keluar ruangan, meninggalkan Lacey yang bertanya-tanya apa yang terjadi pada pria itu.
Tidak bisa tidur, Lacey menatap keluar jendela hingga sinar pertama pagi menembus kegelapan. Lacey berpakaian dan mulai mengemas barang-barangnya, tetapi bayangan Julien yang diterangi sinar bulan terus menghantuinya.
Selagi dia berkemas, dia bertanya-tanya apakah dia sudah bisa mendengar Kawanan Bulan Panen di Pikiran Kawanan-nya, atau apakah dia masih berada dalam Pikiran Kawanan milik Kawanan Perak. Namun dia segera menyingkirkan pemikiran itu, mengingat Julien cukup posesif atas apa yang menjadi miliknya. Dan berhubung pria itu jelas-jelas telah menganggap Lacey sebagai miliknya, Lacey pasti berada di kawanannya. Dan ketika seorang manusia serigala meninggalkan kawanan lamanya untuk bergabung dengan kawanan yang baru, dia tidak dapat lagi mendengar kawanan yang mereka tinggalkan.
Pakaian-pakaian miliknya yang perlu dikemas hanyalah pakaian lungsuran. Kadang-kadang, ibunya akan membawakan gaun indah untuknya, tetapi kemudian salah satu dari saudari-saudarinya pasti akan mengetahuinya dan mengklaim gaun itu sebagai milik mereka. Lacey bisa saja merebut gaun itu, tetapi dia tidak ingin berselisih mengenai hal-hal material. Tidak, ada lebih banyak hal-hal penting untuk diperjuangkan. Dia memilih konflik dengan bijak. Dan ketika mengingat Julien saat datang kepadanya, betapa rentannya ia terlihat terlepas dari kekuatan serta kuasanya, Lacey memutuskan untuk melakukan hal yang sama juga pada Julien.
Ketika Lacey selesai, seluruh barang-barangnya masuk ke sebuah koper dan kotak, yang berisi kotak musik pemberian ibunya ketika dia masih kecil. Benda itu adalah barang miliknya yang paling berharga dan mustahil dia akan meninggalkannya di sini.
Tiba-tiba, pintu terbuka sedikit. Ketika ia menengadah, Julien berdiri di ambang pintu, tampak seksi dengan rambut hitam panjangnya yang dikuncir rendah, celana hitam pas badan dan sepatu bot, serta sebuah kemeja sutera. Pria itu menyeringai, kedua lengannya terlipat di d**a, dengan ekspresi congkak di wajahnya, ekspresi rentannya telah hilang.
Sisi serigala Lacey praktis lompat dari dadanya, mengklaim serigala Julien sebagai pasangannya, merasakan koneksinya. Belum pernah serigala dalam jiwa Lacey bereaksi seperti ini sebelumnya.
"Pagi," kata Julien, satu alisnya terangkat.
"Pagi." Lacey menutup ritsleting kopernya. "Sudah waktunya kau datang mengunjungiku."
Julien menatap koper lusuh itu, bibirnya mengerut jijik, dan kemudian mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. "Di mana bawaanmu?" Julien memutar mata, menggeleng. "Seharusnya kau sudah bersiap untukku."
Lacey bersedekap. "Aku hanya perlu membawa koper ini dan sebuah kotak."
"Kau pasti bercanda." Julien menyeringai, menggeleng tak percaya. "Kau adalah putri seorang Alpha dan hanya ini barang-barangmu?"
Lacey mengangguk. "Kurang lebih."
Julien bersedekap. "Begitu kita sampai di griya-ku, aku akan memerintahkan asisten untuk mengukurmu kemudian memerintahkan desainerku untuk membuatkan beberapa pakaian untukmu."
Atau aku bisa pergi belanja saja, pikir Lacey, namun yang ia katakan adalah, "Itu tidak perlu."
"Sebagai pasangan dan calon Ratu Alpha, kau akan berpakaian dengan pantas dan tidak akan mempermalukanku."
Mata Lacey mendelik. "Aku akan berusaha keras untuk tidak membuatmu malu," dia berkata, suaranya dipenuhi sarkasme.
Julien menggeleng sambil memutar matanya. "Penjaga!" teriaknya ke arah lorong.
"Ya, Alpha Grey." Seorang pria yang tidak Lacey kenali - jelas sekali dari kawanan Julien - muncul di ambang pintu.
"Angkut... bawaan... Sang Putri menuju mobil. Kami akan menyusul sebentar lagi." Julien menghela napas. "Dan tutup pintunya ketika kau keluar."
"Ya, Alpha Grey." Manusia serigala muda itu melakukan apa yang disuruh tanpa pertanyaan. Lacey curiga semua yang ada di kawanan Julien mematuhi pria itu. Namun jika dia pikir Lacey akan tunduk kepadanya, dia akan terkejut.
"Kau akan bersikap baik selama perjalanan menuju griyaku. Paham?" Julien menginstruksikan.
"Aku bukan anak-anak." Lacey melotot padanya, mempertimbangkan untuk bertransformasi di griya itu dan menerima akibatnya.
"Ucapkan selamat tinggal pada keluargamu, dan aku akan menunggumu di mobil," perintahnya. "Dan jangan lama-lama."
Lacey menyeringai. "Kau yakin kau memercayaiku untuk pergi ke mobil sendirian?"
"Aku ragu-ragu." Kemudian pria itu berbalik dan keluar.
Lacey mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan sekali lagi, berusaha mengingatnya, kemudian keluar. Satu-satunya orang yang menantinya di lorong adalah ibunya. Menurut Lacey, Camari selama ini terlalu pasif terhadap Thorn dan kini dia harus merasakan dampaknya. Anak-anaknya sendiri melihat Sang Alpha tidak menghargainya, jadi kenapa mereka harus menghargainya? Selama ini, Lacey adalah satu-satunya yang mencintai ibunya tanpa syarat di antara saudara-saudaranya. Saudara-saudaranya yang lain egois dan suka menuntut, hanya bersikap baik pada ibu mereka ketika mereka butuh sesuatu.
"Lacey sayang ...." Dengan air mata di matanya, ibunya menggenggam kedua tangan Lacey, dan berbisik di bawah jangkauan pendengaran. "Aku sungguh menyesal Julien menguncimu semalam. Tidak ada yang bisa kami lakukan. Aku bilang pada Thorn, namun dia hanya tertawa. Tolong, maafkan aku."
"Ibu, itu bukan salahmu." Lacey mengangkat bahu, tersenyum tipis. "Tidak seburuk itu, kok."
Kedua alis Camari mengernyit khawatir. "Dia tidak menyakitimu, 'kan?"
Lacey menggeleng, memasang tampang berani. "Tidak, Ibu."
"Bagus," ibunya berkata sambil menghela napas lega. "Baiklah... kau tidak ingin membuat sang Alpha menunggu."
Sebuah kerutan terbentuk di antara mata Lacey. "Bukankah Ayah-lah Alpha dari kawanan ini?"
Ibunya melangkah mendekat, merendahkan suaranya. "Julien adalah Alpha dari semua Alpha, yang paling kuat di dunia." Kemudian ibunya mengecup kedua pipi Lacey. "Berjanjilah padaku kau akan berhati-hati."
Lacey mengangguk. "Aku akan berhati-hati." Setelah memeluk ibunya sekali lagi, Lacey menuruni tangga dan semua orang menatapnya. Beberapa menyeringai, beberapa berpaling atau berbisik-bisik. Ketika ia melewati Wyatt, Calla menundukkan pandangannya sementara Wyatt hanya menatapnya dengan tangan berkacak pinggang. Tanpa berkata apa-apa lagi pada siapa-siapa, Lacey keluar dari griya ayahnya dan pergi dari kawanannya untuk yang terakhir kalinya.
Di luar, dia terkejut melihat beberapa limosin berbaris menantinya. Mobil yang memimpin adalah limosin panjang berwarna putih dengan sopirnya yang menjaga pintunya tetap terbuka. Anggota kawanan yang lain berada di dalam limosin-limosin lain yang terparkir di belakangnya, menunggu.
"Nyonya." Sang sopir membungkuk dan membantunya memasuki mobil. "Selamat datang di Kawanan Bulan Panen."