Selama di peternakan milik keluarga Mas Agung, aku hanya diam tak melakukan apapun. Lebih tepatnya hanya menarik nafas lalu menghembuskannya kembali. Hanya itu yang aku lakukan untuk mengusir rasa bosan. Ponsel ku di sita dan ruang kerjanya dikunci dari luar. Aku merasa seperti tahanan yang berpotensi melarikan diri. Padahal aku tidak akan pergi meskipun pintu terbuka dengan lebar. Ada TV dan banyak snack tapi aku tidak tertarik. Aku lebih memilih memandang peternakan dari balik kaca yang menjulang tinggi. Dari sini aku dapat melihat Mas Agung tengah memeriksa para sapi. Sudah dua jam tapi belum ada tanda-tanda pekerjaannya akan segera selesai. Sekarang dia sedang berbincang dengan Om Yopie yang baru datang. “Bosannya ...” keluhku, membaringkan badan diatas sofa panjang. “Enaknya jadi,