Alasan Liam

1240 Kata
Setelah pemikiran dan pertimbangan selama berhari-hari. Akhirnya hari ini Kenna akan fixed memutuskan untuk memenuhi saja keinginan Tara yang mengajak ia untuk menemaninya ke peresmian gedung pertemuan kolega keluarga Tara. Selain karena memikirkan efek penolakan yang sepertinya akan jadi masalah panjang ke depannya nanti. Ia ingin membalas tindakan Liam yang begitu abai pada apa yang sedang ia rasakan. Ia harap dengan seperti ini Liam jadi lebih peka dan sadar akan perasaan hatinya dan setelah itu jadi keki bahkan kalau bisa cemburu buta. BHWAHAHAHHA!!! “Heh, lihat, dong! Aku bisa datang ke peresmian gedung pertemuan mewah sama tuan muda ganteng yang kaya raya dikelilingi suasana mewah nan berkelas. Kamu sendiri apa? Malam weekend bukannya senang-senang. Malah bergumul aja sama anak-anak bocah ingusan yang nggak ngerti-ngerti saat dijelasin aljabar,” ucap Kenna sendiri dalam usaha untuk menghibur diri. “Poor you, boy!” tambahnya merasa belum puas. Ia melanjutkan, “Seandainya kamu mau sedikit aja ngasih perhatian sama masalahku. Mungkin aku nggak akan keberatan buat menghabiskan malam yang indah ini sama kamu. Namun, sayang sekali, ferguso. SEMUA SUDAH TERLAMBAT! Aku akan menghabiskan malam yang indah ini sama Tara. Bukan sama kamu.” Mari kita kembali ke kenyataan. Kena berakhir hanya bisa meremas dadanya. “Nggak mungkin banget sih dia bakal merespon kayak gitu. Dasar cowok dingin tak punya hati. Sukanya bikin hatiku cenat-cenut jadi tak menentu begini.” “Pokoknya akan aku buat kamu… jatuh cinta sama aku, Liam,” tekad Kenna tak kenal patah arang. Dokdokdok. Terdengar suara pintu terketuk beberapa kali hingga kembali alihkan perhatiannya ke dunia ini. “Nona Muda, apa Anda sudah siap?” tanya seorang pelayan kediamannya dari luar pintu. Ia melanjutkan, “Tuan Muda Tara sudah tiba dan sedang menunggu di ruang tamu lantai bawah.” Segera ia hapus setitik air mata yang baru saja terbit di ujung mata. “Huh, apa pun yang sudah atau akan terjadi, show must go on.” Tara tak bisa mengatupkan mata dan mulutnya saat melihat Kenna keluar dari rumah dengan penampilan bak seorang putri raja. Hatinya langsung berkata, Kenna pasti seneng sekali bisa menemani aku malam ini. Itu kenapa dia berdandan dan bersolek dengan sangat cantiknya. Ia pasti ingin buat aku bangga berjalan di sisinya. Aku merasa sangat bahagia. “Wow, kamu cantik sekali, Kenna,” puji Tara. Kalimat pujian itu sendiri meluncur begitu saja tak bisa ditahan karena saat itu Tara memang sangat mengagumi betapa indah visual gadis di hadapannya. Bisa dibilang bahwa Kenna adalah wanita paling cantik yang pernah bertahta di hatinya. Tapi, tentu saja, bukan hanya itu alasan Tara bisa sampai menaruh perasaan yang begitu besar. Kenna langsung membalas dengan seuntai senyuman, “Terima kasih.” Keduanya naik ke atas mobil Lamborghini hitam milik Tara. Dan segera berangkat menuju perhelatan acara. Ж Sampailah mereka di gedung Laborc Kartal Hall. Sebuah gedung pertemuan super mewah dan luas yang tampak hanya diperuntukan untuk kalangan atas. “Segala” keindahan dunia seakan membaur jadi satu di sana. Para bangsawan dengan kendaraan dan pakaian mewah mereka. Semua makanan suguhan yang berkualitas. Bahkan souvenir berkelas untuk para undangan yang hadir. Seolah ada suara berbisik lembut, orang miskin syuuhsyuuh, jauh-jauh sana! Kenna turun dari mobil dan berjalan di red carpert bersama dengan Tara. Tatapan kagum mengiringi langkah kedua anak remaja itu. Yang laki-laki tampan dan berasal dari keluarga terhormat. Begitu juga dengan yang perempuan: ia sangat cantik dan berasal dari keluarga yang sama sama terhormat. Keduanya seperti dua orang yang memang dilahirkan untuk berpasangan di masa depan. Sungguh impian. Kenna tersenyum. Namun, hatinya menangis. Sepertinya bukan Liam yang akan sakit hati karena hal ini. Tapi, dirinya sendiri. Ia sangat berharap yang sedang berjalan di sampingnya adalah Liam. Ia berharap sosok yang terbalut setelan tuksedo mewah itu adalah Liam. Namun, dunia tak begitu saja mengizinkan. “Selamat malam, Tara,” sapa seorang pria tua yang tampak punya kedudukan. Ia datang bersama istrinya yang tentu berpenampilan bak toko mas berjalan. “Selamat malam, Om Suronggeni,” balas Tara sopan. “Malam ini hanya bersama Tante Widuri saja?” tanyanya berbasa-basi. “Iya. Anak-anak pada sibuk main aja kalau malam Minggu begini. Tidak ada yang mau diminta menemani orang tuanya,” jawab Suronggeni sambil tersenyum-senyum kecil. Ia melanjutkan, “Tidak seperti Tara. Benar-benar anak idaman, hohoho,” tawanya. Tara tersenyum. Berganti melihat ke arah istri Suronggeni. “Selamat malam, Tante. Anda tampil sangat cantik hari ini. Seperti biasa,” salamnya seraya mencium punggung tangan Widuri. “Ohohoho, pintar sekali menggombal anak satu ini. Kenalin dong ke kita-kita. Siapa gadis cantik di samping kamu ini?” tanya Widuri ramah. Tersenyum simpul pada Kenna yang ikut balas tersenyum. Walau yang terjadi sebenarnya Kenna hanya membalas dengan senyuman palsu yang hambar. Inilah yang selalu buat ia malas mengikuti atau menghadiri beragam acara sosialisasi kaum kelas atas kota ini. Begitu banyak basa-basi. Begitu membosankan sampai rasanya ingin mati. “Ini putri satu-satunya Pak Raintung, Nyonya. Kenna Raintung,” jawab Tara sopan. Tante itu langsung menutup mulutnya dengan aksen kaget berlebihan. “OH! Adiknya Arifin, ya.” “Benar, Tante,” jawab Kenna kalem. “Waduh, ternyata keluarga Raintung punya anak gadis secantik ini. Kok disembunyiin aja, sih? Yang sering hadir di acara-acara seperti ini kan kakakmu, cantik,” ucap Widuri sambil memuji. Kenna tak pernah pandai menangani hubungan semacam ini. Hubungan antara dua orang kaya yang tak jelas maunya apa. “Eh… ya…” “Kenna memang sedang sibuk sekolah, Tante. Jadi, Kak Arifin lah yang selama ini jauh lebih banyak bertanggung jawab untuk hubungan sosial dan relasi dengan seluruh kolega perusahaan keluarganya. Benar begitu kan, Kenna?” tanya Tara. Menyelamatkannya dari rasa canggung. “Benar,” jawab Kenna lagi-lagi, kalem. “Sepertinya hubungan keluarga Sentana dengan keluarga Raintung tampak dekat, ya. Apa ada cerita lain di balik itu?” tanya Suronggeni RESEH. Kenna auto membatin, nga, ngapain sih ini aki-aki nanya hal nggak berguna gitu. Aku kan nggak mau bikin Tara semakin berharap. Pokoknya nggak boleh! Tara hendak menjawab. Membenarkan. Agar walau tak sesuai kenyataan. Ada yang mengikat statusnya dan Kenna di muka umum. Agar ia bisa memberi Kenna waktu untuk memikirkan perasaannya sendiri. “Sebenar…” Kenna segera memotong, “Sebenarnya soal itu masih kami pikirkan lagi untuk ke depannya. Doakan saja yang terbaik untuk kami, Om, Tante,” jawabnya ambigu. Ia tak mungkin terang-terangan mengatakan bahwa hubungannya dan putra orang sepenting Tara hanya sebatas teman sekolah. Terlalu banyak peraturan dalam tata bicara kaum keluarga kaya yang tak begitu ia pahami. “Ohohoho, iya, iya. Semoga kalian berjodoh, ya,” doa Widuri dengan vangkenya. Hiih, amit-amit jabang baby, batin Kenna langsung berusaha menangkal doa yang baru saja Widuri panjatkan. “Silahkan cemilannya, Tuan, Nyonya,” ucap seorang pelayan menyodorkan senampan cemilan ringan pembuka acara. Widuri mengambil dua cake untuknya dan suaminya. Sementara Kenna dan Tara nyaris tak bisa berkedip memandang si pelayan yang membawa nampannya. “Li…” Kenna hendak memanggil nama pria pujaan hatinya. Namun, Tara segera menekan kulitnya lembut. Tara berbisik, “Kenna, jangan tunjukkan hubunganmu dengan orang yang jadi pelayan di jamuan seperti ini. Aku mohon,” peringat Tara akan tata krama yang berlaku untuk kalangan keluarga mereka. Liam tersenyum menyodorkan nampan itu pada Kenna dan Tara. “Cemilannya, Tuan, Nona,” tawarnya. Inikah kenapa Liam bilang lebih baik aku ikut saja ke acara ini? Sekalipun itu menyakiti hati kami sendiri. Ia ingin tetap berada dalam satu frekuensi, batin Kenna seenaknya berpikir sendiri. Tara hanya melihat Liam dengan tatapan penuh permusuhan. Wajah itu… mata itu… yang seharusnya hanya untuknya. Malah…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN