Part 12~Usaha

1125 Kata
Sejak malam-malam Dex menelpon Ayu, sejak itu pula Ayu belum pernah mendapatkan panggilan atau pesan dari Dex lagi. Yang ia tahu, Dex pergi ke Singapura untuk bertemu dengan keluarganya, dan itu sudah tiga hari berlalu. Ayu sih, baik-baik saja. Justru ia merasa senang, karena tidak dihantui Dex. Pekerjaan jadi lebih ringan dan santai. "Ay, kok gak ke kantor?" Esa menatap Ayu penasaran, sahabatnya ini tumben-tumbenan masih santai di kost. Padahal sudah jam delapan lewat, Ayu juga libur kuliahnya. Ayu menatap Esa dengan sorot senang, "gak, dong. Bos lagi ke Singapura, aku minta cuti, haha." Esa geleng-geleng melihat ekspresi senang di wajah Ayu, nampaknya bos Ayu menyeramkan. "Aneh-aneh aja, kamu ini. Emangnya sebegitu menyeramkan ya, bosmu?" Esa jadi penasaran, seperti apa bos yang membuat Ayu kelimpungan. Esa mengangguk, "iya. Nyebelin juga, jadi ini kayak surga dunia. Mbak Nina juga udah izinin, lumayan kan?" Esa mengangguk saja menanggapi Ayu, mau komen juga belum tau seperti apa bos Ayu. Tiba-tiba sebuah ide muncul di otak cantik Esa, "gimana kalau kita jalan-jalan? Mumpung toko juga lagi tutup." Ajak Esa, usah lama juga gak hangout bareng. Ayu nampak menimbang usulan Esa, sepertinya akan menarik. "Satuju, ke mana?" "Em, ke kebun binatang aja, gimana?" Ayu menatap horor ke arah Esa, "astaghfirullah, Esa. Kalau kita ada anak kecil, iya. Udah gede juga, ke Ancol aja, yuk. Mumpung bukan hari libur," usul Ayu. "Sip! Aku setuju, ayo siap-siap." Ajak Esa semangat. "Ayo." Ujar Ayu tak kalah semangat. Mereka pun bersiap untuk pergi ke Ancol, mencari hiburan dan refreshing otak. Sebelum besok melanjutkan aktivitas seperti biasa. *** Seorang pria sedang duduk di gazebo belakang rumah dengan tab yang tidak lepas dari tangannya, menikmati semilir angin di pagi hari. Ia tidak sendiri, ada sesosok gadis berambut blonde yang sedang berselancar di dunia maya. "Kalian lagi apa?" Suara merdu dari perempuan paruh baya membuat mereka yang sedang sibuk sendiri menoleh bersama, dan senyum lebar mereka langsung tampak. Gadis blonde tadi langsung duduk dari rebahannya, "Mama! Ini lagi liat resep makanan." Lapornya dengan cengiran lebar. Wanita yang dipanggil mama itu hanya bisa geleng-geleng, putri bungsunya ini sangat menggilai kuliner. Sampai-sampai ia rela keluar negeri hanya untuk mencoba makanan khas di negeri orang. "Kuliner terus, sekali-kali kamu liat cara jadi gadis dewasa di YouTube." Usul sang mama pada putrinya. Gadis blonde tadi mencebik mendengar usulan mamanya, ia memang masih sangat kekanakan di usianya yang hampir memasuki usia dua puluh tahun. "Mama, ih. Aku kan masih proses." "Proses terus, dek. Gak sampai-sampai." Celetuk pria tadi ikut nimbrung pembicaraan dua perempuan tersayangnya. "Kakak, ih. Kan proses itu gak langsung jadi." Belas si adik tak mau disalahkan. "Sudah-sudah, ini mama bawakan bolu kesukaan kalian." Ujar mama melerai kedua anaknya sebelum pertengkaran terjadi. "Asyik, mama memang yang terbaik!" Pekik putrinya senang melihat bolu-bolu di piring. "Thank you, Mom." "Sama-sama, Alexa kemana, Dex?" Indi-si mama menanyakan anak keduanya yang tidak terlihat sedari bangun tidur tadi. Dex yang sedang mengunyah bolu pun cepat-cepat menelannya, "nonton mungkin, Ma. Anak itu sedang tergila-gila sama Korea." Dex membayangkan adik keduanya yang menjadi fans berat artis Korea itu. "Astaga, masih saja maraton nonton drakor? Anak itu padahal sudah dua puluh lima, tapi belum berubah." Keluh Indi karena kelakuan Alexa yang sedari dulu menggilai drama Korea sampai over. Dex tersenyum, "nanti akan ada waktunya, Ma. Mama jangan khawatir, Lexa pasti tau batasannya." Dex yakin, adiknya tidak akan mengecewakan keluarganya. Meskipun Drakornya lancar, tapi bisnis fashion nya tidak kalah lancarnya. Indi mengangguk, ia sebenarnya hanya takut Alexa cenderung menyendiri dan tidak kenal dengan pria. "Haha, iya. Kamu kapan mau kenalin calon mantu ke Mama, Dex?" "Sebentar lagi, Ma." Bukan Dex yang menjawab, tapi Nancy yang ternyata menyimak pembicaraan Indi dan Dex. Dex melotot mendengar ucapan asal Nancy, "jangan ngawur kamu. Mama tanya Kakak, bukan kamu." "Aku gak bohong, Ma. Kemarin Kak Roy kasih tau aku, kalau Kakak udah punya calon." Ujar Nancy meyakinkan Indi. Mendengar itu Dex berdecak malas, lambe turah Roy ternyata belum juga hilang. Astaga, Dex kira Roy sudah berubah. Makanya ia memberi tahu pasal Ayu, Dex jadi menyesal sekarang. Indi menatap Dex mencari kebenaran, biasanya Roy memberikan berita yang akurat. Tapi ia juga harus memastikan pada yang bersangkutan, "benar Dex?" Dex mendesah lirih, "nanti akan Dex kenalkan kalau sudah waktunya." Jawab Dex akhirnya, ia juga malas terus menutupi. Sementara di belakangnya ada lambe turah yang membocorkannya. Indi menatap Dex senang, dan Nancy memekik senang. "Kan, Ma. Bentar lagi aku punya ponakan!" Nancy bertepuk tangan sendiri, ia begitu antusias. "Kapan, Dex? Jangan terlalu lama, mama sudah pengen punya cucu." Indi menatap Dex tak kalah antusias. Akhirnya ia akan menimang cucu juga. Dex meringis, kapan? Gadisnya saja belum ia ikat. "Secepatnya, Ma." "Sip, mama tunggu." Obrolan keluarga berlanjut ke masalah lain, Indi dan Nancy yang mendominasi pembicaraan. Sementara Dex menanggapi, dan sesekali bertanya sebagai responnya. *** "Ya Allah, nikmat mana lagi yang harus kami dustakan?" Ujar Esa yang nampak menikmati pantai Ancol. Ayu yang sedang membuat istana pasir pun menoleh ke arah Esa yang berguling di atas pasir. Ck, ck. Tidak tahu malu sahabatnya itu! "Ck, Esa. Kamu gak malu apa dilihat orang-orang?" Ayu heran sendiri, padahal pantai ini cukup ramai meski bukan hari libur. Esa menatap cuek orang-orang di sekitar, tidak peduli orang-orang akan mencibirnya norak atau kampungan. Yang penting dia senang. "Gak, tuh. Lagian ini kan tempat umum, bebas mau ngapain aja." Ayu geleng-geleng, tidak habis pikir dengan pemikiran Esa. "Terserah, nanti kalau rambutnya banyak pasirnya jangan minta aku bantuin ngilangin." Ancam Ayu. "Gak akan Ayu ku, Sayang. Kan aku pakai jilbab, jadi aman." Ayu menyerah, biarlah Esa dan segala tingkahnya. Mungkin ini efek kurang refreshing, jadi sekalinya liburan jadi seperti Esa ini. Berguling di pasir dan teriak-teriak seperti orang gila. Hah, kalau saja bukan sahabatnya, sudah Ayu tinggal di sini sejak tadi. Tingkah Esa benar-benar menyebalkan! "Kak, boleh ikut main?" Tanya anak kecil perempuan yang menghampiri Ayu. Ayu mendongak, melihat gadis kecil berusia lima tahunan mungkin yang membawa ember. Ayu tersenyum senang, "beleh. Ayo buat istana pasir." Gadis kecil itu berteriak senang, "yey! Aku mau buat kerajaan Elsa." "Boleh." Ayu dan gadis kecil tadi membuat istana pasir bersama. Mereka larut dalam proses pembuatan istana tersebut, mengabaikan Esa yang tidak berhentinya bertingkah seperti orang gila. *** "Ma, kalau aku serius sama dia gimana?" Tanya anak pada mamanya. "Ya bagus, dong. Mama setuju, dia juga udah dewasa untuk menjadi istri." Si anak tersenyum senang, "oke. Nanti aku mau bicara dulu sama dia." Mamanya menatap anaknya ragu, ada satu hal yang masih mengganjal. "Em, apa dia suka sama kamu?" Si anak mendadak diam, pertanyaan mamanya mengusik keyakinannya tadi. "Em, sepertinya. Karena dia selalu merespon aku." "Hah, mama harap juga. Semangat ya, mama bantu doa dan restu." "Makasih, Ma."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN