Part 16~Hujan

821 Kata
Part 16~Hujan Jujur atau aku cari tahu sendiri? Dan kamu harus tau terima konsekuensinya kalau sampai berbohong." Ancam Dex, meskipun hanya sebuah gertakan untuk Ayu. Dex ingin tahu apa yang perempuan sialan itu ucapkan pada Ayu. Tubuh Ayu menengang, tangannya saling bertautan gelisah. "Em, i-ya, Kak. Tidak ada apa-apa." Ayu masih belum mau jujur. "Benarkah? Baiklah kalau gitu, biar aku hubungi pengawalku untuk mengeksekusi perempuan itu." Dex mengambil ponselnya yang ia letakkan di meja. Ayu terkejut, tubuhnya semakin menengang. "Ja-ngan, Kak!" Pinta Ayu, ia tidak mau ada korban karena dirinya. "Hm, jangan apa?" Goda Dex pura-pura tidak tahu. Ayu mengigit bibirnya, ragu untuk berbicara. "Em," "Hm," "A-nu, waktu itu calon istri Kakak datang menemui aku." Ujar Ayu lirih. "Hm, calon istri?" b***h! Umpat Dex dalam hati, Dio benar-benar membuat masalah. Ayu menggangguk, "iya." "Lalu apa yang dia katakan?" "Em, tapi Kakak jangan marah sama dia, ya?" Pinta Ayu sebelum menceritakan kejadian waktu itu. Dex nampak berpikir, "tergantung." "Kok tergantung?" "Yah, kalau dia bicara yang baik aku tidak akan memberikan sesuatu untuknya." Jawab Dex ambigu. Sesuatu? Hal baikkah atau buruk? "Kalau gitu aku gak mau cerita." Ancam Ayu balik, meski gemetar. "Hm, baiklah." Pasrah Dex, pura-pura. "Benar?" "Iya. Ayo, ceritakan." "Em, calon istri Kakak minta aku jangan dekat-dekat sama Kakak. Aku juga gak mau dicap pelakor karena kerja sama Kakak." Jujur Ayu. "Hm, dan kamu setuju?" Sialan, Dio! Ayu menggangguk polos, "iya." Astaga! Ayu ini pasti percaya saja dengan apa yang Dio ucapankan. Gadis pembual! "Tapi Kakak jangan bilang sama calon istri Kakak, ya?" Pinta Ayu, ia takut nanti perempuan itu mendatanginya lagi. "Hm," "Janji?" "Hm." *** "Mbak Nina, aku pulang dulu, ya. Udah mau hujan," pamit Ayu pada Nina yang sedang memberesi barangnya. "Iya, cepet. Mending pesen taksi online, gak papa mahal. Soalnya kalau pake motor kehujanan nanti." Nasehat Mbak Nina. Ayu tersenyum haru, seniornya ini sungguh perhatian. "Iya, Mbak. Makasih, assalamu'alaikum." "Wa'alaikumussalam, hati-hati di jalan." Ayu menatap langit yang dihiasi awan gelap, pertanda sebentar lagi hujan. Dan Ayu harus segera memesan taksi online. Karena benar apa yang dikatakan oleh Mbak Nina tadi, lebih aman pake taksi. Tapi belum sempat Ayu membuka aplikasinya, suara klakson mobil mengganggunya. Tin! Tin! Dan mobil Rolls-Royce hitam berhenti tepat di depannya. "Ayo, masuk." Ujar si pemilik membuka pintu untuk Ayu. Ayu ragu, "em," "Gak ada penolakan, Ayu!" Tekan si pemilik mobil yang tak lain Dex. Ia yang baru keluar dari parkir khusus untuknya melihat siluet tubuh mungil yang ternyata Ayu. Dan ini bisa menjadi kesempatan untuknya agar dekat dengan Ayu. Ayu pun masuk ke mobil Dex, tepat di sebelah kemudi. Ayu pikir ini tidak masalah, karena memesan taksi pun belum tentu datang dengan cepat. Sedangkan hujan sebentar lagi akan turun. "Pakai sabuk pengamannya." Titah Dex yang mulai melajukan mobilnya. "Iya, Kak." Jalanan agak licin, karena hujan benar-benar turun. Tidak tanggung-tanggung, hujan langsung lebat. "Sepertinya kalau lanjut bahaya." Dex menyerukan pendapatnya. Melihat hujan yang sangat lebat dan juga jalanan yang licin. Ayu mengigit bibirnya, benar apa yang dikatakan Dex. Tapi apa iya dia harus terjebak hujan bersama Dex. Tapi kalau ia memilih terus, nyawanya terancam. "Em," "Bagaimana kalau kita mampir ke cafe atau restoran sebentar?" Tanya Dex meminta pendapat Ayu. Meksipun ia bisa saja memaksa Ayu, tapi Dex tidak ingin egois untuk kali ini. Ayu menimang sebentar, memilih jalan yang terbaik. "Em, boleh Kak. Aku juga takut." Mendengar persetujuan Ayu, Dex mencari lokasi terdekat untuk mampir sekedar berteduh. Dan ia menemukan restoran yang tidak terlalu ramai. Dex membukakan pintu untuk Ayu, ia membawa payung untuk melindunginya dari air hujan. Parkir cukup jauh. "Ayo," ajak Dex. Ayu turun dan masuk ke payung yang Dex bawa, sempit. Ia harus berdempetan dengan Dex. "Huh, akhirnya." Ayu memandangi Dex yang sedang mengelap wajahnya dengan tisu. Dex nampak tampan seperti ini. Astaghfirullah! Buru-buru Ayu mengalihkan pandangannya dan mengucap istighfar. Dia terlena karena Dex. "Kamu mau pesan apa? Sambil menunggu hujan reda." Ayu menimbang, ia sedikit lapar. Tapi uangnya apa cukup untuk membayar makanan disini. Sepertinya mahal sangat! "Tak usah khawatir, aku yang bayar." Ujar Dex seperti mengetahui kegelisahan Ayu. Ayu terkejut, kenapa Dex bisa tau apa yang ia pikirkan? Apa Dex punya indra ke enam? "Aku tidak memiliki indra ke enam atau apalah. Wajahmu yang menunjukkan semua." Ujar Dex lagi, yang membuat Ayu tambah terkejut. "Ayo, mau pesan apa?" Ayu melihat buku menu yang tersedia di atas meja, ia bingung mau apa, ya? "Em, samain aja sama Kakak. Aku bingung," ujar Ayu jujur. Dex terkekeh pelan, gadisnya ini lucu sekali. Dan Dex semakin tidak sabar untuk menjadikan Ayu menjadi istrinya. Hah! Sabar Dex, tinggal tunggu tanggal mainnya saja. "Oke, tapi jangan protes kalau tidak suka." Ayu meringis, tapi juga mengangguk. Selain karena bingung mau memesan makanan apa, Ayu juga takut salah pilih menu. Dan harganya mahal, Ayu tidak enak dengan Dex yang akan membayarinya. Jadi kalau Dex sendiri yang memilih, maka Ayu tidak akan khawatir lagi dengan harga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN