Istri Kedua Canduku

Istri Kedua Canduku

book_age18+
1.4K
IKUTI
12.7K
BACA
dark
heir/heiress
drama
sweet
campus
like
intro-logo
Uraian

Didesak keadaan yang sangat sulit, Hening harus menikah di bawah tangan dengan anak majikannya, Devan. Menikah dengan sebuah perjanjian, bahwa setelah hamil dan melahirkan, dia akan diceraikan, dan anak yang dia lahirkan akan diserahkan sepenuhnya ke keluarga majikannya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Calon Istri Kedua
Hening berkali-kali menghela napas saat mendengar pernyataan dari dokter bahwa ayahnya harus mendapat perawatan cuci darah sebanyak tiga kali seminggu karena menderita gagal ginjal stadium lima. Ayahnya yang bekerja serabutan dan ibunya yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kota Jakarta tentu tidak mampu membiayai pengobatan tersebut. Dia memiliki dua adik yang masih sekolah di sekolah dasar, Hanum dan Hanna. “Aku berhenti kuliah saja, Bu. Aku ikut Ibu kerja bagaimana?” usul Hening. Dia ingin meringankan beban ibunya. Lastri terdiam beberapa saat seraya mengamati wajah Hening, tidak tega mengajak Hening bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah majikannya, meskipun dia tahu jika Hening ikut dirinya bekerja di sana, setidaknya dia masih bisa berharap akan mampu menutupi biaya pengobatan suaminya. Lagi pula majikannya sangat baik kepadanya dan dirinya yang sudah dianggap sebagai saudara. Namun, dia tidak pernah mengeluhkan keadaan suaminya, Lastri tidak mau memanfaatkan kebaikan majikannya. “Kamu yakin, Ning?” tanya Lastri, sepertinya dia tidak punya pilihan lain. Hening mengangguk pelan. *** Ini sudah minggu ketiga Hening bekerja di sebuah rumah besar dan mewah milik Devananta Abisukma, seorang pengusaha tekstil ternama di Jakarta Selatan. Dia tampaknya betah bekerja di sana dan menyukai pekerjaannya. Terlebih, dia disukai Risma, ibu dari Devan, yang juga tinggal di sana. Hening adalah gadis yang sungguh-sungguh dalam bekerja, dan tidak mau mengecewakan orang lain. Sikap ramah Risma membuat Hening bersemangat bekerja dan tidak menyesali keputusannya. Apalagi dia sudah tahu gaji yang akan dia terima yang sangat tinggi baginya. Dia senang bisa meringankan beban keluarga, yakin ayahnya bisa sembuh dan kembali bekerja seperti biasa. Tidak Risma saja, Arini, menantu Risma, juga sangat menyukai Hening. Beberapa kali Arini menyuruhnya melakukan sesuatu, Hening tidak pernah menolak. “Hanum sudah bisa masak mi?” ujar Hening yang sedang menghubungi adiknya di rumahnya di Bekasi. “Iya, Kak. Hanna yang masak telur.” “Tapi, nggak boleh setiap hari ya?” “Iya, Kak. Masak minya pakai sayur kok, Kak. Satu bungkus mi dan kita banyakin sayurnya, terus bagi dua.” Hening tertawa kecil membayangkan kedua adiknya yang ternyata bisa mandiri di rumah. Sementara itu tampak Risma sedang berbincang serius dengan Lastri di teras belakang. Lastri tertunduk saat menceritakan alasan dia mengajak Hening bekerja, bahwa suaminya yang sedang sakit gagal ginjal dan disarankan cuci darah tiga kali seminggu dan membutuhkan biaya yang sangat banyak. “Kenapa kamu diam saja, Lastri. Seharusnya kamu ceritakan kepadaku dari dulu,” ujar Risma, menyesakkan sikap diam Lastri. “Tadinya saya pikir tidak terlalu parah,” ujar Lastri beralasan, padahal dia memang tidak suka mengumbar kesulitan dalam hidupnya. Risma menghela napas panjang. “Betapapun Hening bekerja di sini, nggak akan bisa menutupi biaya pengobatan,” gumamnya. “Saya tahu, Bu. Tapi setidaknya saya dan Hening berusaha.” Risma tertegun melihat raut wajah Lastri. Dia menoleh ke arah Hening yang sedang membereskan dapur bersama asisten rumah tangga lainnya. “Hening berapa usianya, Las?” tanyanya tiba-tiba. Lastri melap air mata di pipinya. “Oh, dua puluh tahun, Bu.” “Dia berhenti kuliah?” “Iya, Bu.” Risma menghela napas panjang, raut wajahnya berubah serius. “Dia kuliah di jurusan apa?” “Tata boga, Bu. Sebenarnya sudah semester empat.” “Sayang sekali.” Risma menoleh lagi ke Hening, seperti sedang memikirkan sesuatu. “Aku ada sebuah penawaran, tapi … aku harus bicarakan dulu dengan Arini.” Lastri mengernyitkan dahinya, dengan hati bertanya-tanya. *** Hening tidak saja bisa bekerja mengurus rumah tangga, dia juga pandai memijat. Malam ini dia memijat Arini, menantu Risma. Selesai dipijat, Arini mengambil ponsel dan menghubungi suaminya, sedangkan Hening dengan cekatan membereskan tempat tidur dan kamar Arini. “Mas, kamu nggak pulang malam ini?” “Nggak, aku lembur.” “Lembur dengan Karen, ha?” “Rin. Kamu kenapa sih?” Terdengar di telinga Arini suara rengek manja wanita di sekitar suaminya di ujung sana. Dia langsung mengakhiri panggilannya dengan perasaan kesal. Sudah hampir dua tahun ini Devan, suami Arini, menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya yang bernama Karen, yang dulu sudah bercerai dari suaminya. Arini tidak berdaya dengan keadaannya, dia begitu mencintai Devan, dan tidak rela Devan jatuh ke pelukan wanita lain. “Saya ke luar dulu, Bu,” pamit Hening sambil menunduk hormat. Arini mengangguk lemah, dia mengamati punggung kecil Hening yang berlalu dari kamarnya. Tak lama kemudian, muncul Risma ke dalam kamar. Wanita itu tampak sempat menyapa ramah Hening di depan pintu kamar. Risma melangkah mendekati Arini yang sedang memperbaiki pakaiannya. “Enak pijatan Hening?” tanyanya. Arini mengangguk lemah. “Ada apa?” Arini menghela napas pendek, raut wajahnya menunjukkan kekesalan. “Mas Devan sama Karen lagi, Ma,” rengeknya. Risma mengurut dadanya sebentar, lalu mendekap bahu Arini erat. Dia juga sudah tahu ulah anak laki-lakinya yang tidak pernah dia setujui. “Rin, Mama mau ngomong sesuatu.” Arini mendelik, “Apa, Ma?” “Kamu jangan tersinggung dulu.” Arini mengangguk, dia jadi penasaran dengan apa yang mertuanya ingin bicarakan. “Kamu tahu selama ini Mama menginginkan generasi penerus,” ujar Risma memulai. Mendadak napas Arini tertahan, mengingat Risma yang memang sedari dulu menginginkan kehadiran cucu, dan dia belum bisa memberikannya karena sudah dinyatakan dokter bahwa dirinya tidak bisa mengandung. Sebenarnya Risma sudah tidak mempermasalahkan, tapi malam ini dia mendadak membahasnya. “Ma--” “Apa kamu rela Devan menikah lagi?” “Ma?” Tangan Arini gemetar saat memegang tangan Risma, dia merasakan sesak di d**a. Risma memegang tangan Arini, menenangkannya. “Rin. Hanya sebuah pernikahan bawah tangan, begitu perempuan itu hamil dan melahirkan, dia akan diceraikan dan kamu tetap menjadi menantuku. Kamu tahu aku sangat menyayangi kamu.” Arini tertegun mendengar kalimat akhir yang diucapkan Risma. “Kalo memang itu cara terakhir, aku….” Tenggorokan Arini terasa kering kerontang, lalu dia mengangguk lemah. “Rin, biar Mama yang menentukan perempuan yang akan dinikahi Devan.” “Aku nggak mau Karen, Ma.” “Mama nggak akan pernah rela. Sampai matipun Mama nggak rela. Lagi pula kamu tau Mama nggak suka Karen." Arini lagi-lagi mengangguk lemah, dia jadi mengingat amarah Risma kepada Devan yang telah berselingkuh dengan mantan kekasih pertamanya. Risma mengancam seandainya hubungan mereka menghasilkan keturunan, Risma akan mengeluarkan Devan dari daftar penerima harta warisan dan akan jatuh ke tangan Arini. Saat itu Devan sempat tidak berhubungan lagi dengan Karen beberapa bulan, tapi ternyata berlanjut sampai sekarang. “Mama … sudah punya pilihan?” tanya Arini, masih dengan jantungnya yang berdetak tidak karu-karuan. Risma mengangguk. “Hening.” Bersambung

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My Mate and Brother's Betrayal

read
682.8K
bc

The Pack's Doctor

read
449.6K
bc

The Triplets' Fighter Luna

read
279.4K
bc

Claimed by my Brother’s Best Friends

read
441.8K
bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

La traición de mi compañero destinado y mi hermano

read
227.4K
bc

Ex-Fiancé's Regret Upon Discovering I'm a Billionaire

read
200.4K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook