"Jadi, siapa namamu, pretty girl?"
Alena memutar bola mata jengah ketika mendengar suara Devan yang tengah menggoda seorang cewek berambut lurus sebahu yang berjalan tepat di depannya. Cewek kelas sebelas jurusan bahasa. Tentu saja Devan tidak mengenalnya karena berbeda gedung. Tiap jurusan memang memiliki gedung yang berbeda.
"Intan," jawab cewek itu malu-malu.
"Oh, nama lo cantik banget kayak wajah lo," gombal Devan sembari menampilkan senyuman mautnya dan membuat cewek bernama Intan itu tersipu.
Alena mendengus geli dalam hati seraya bertanya-tanya kenapa kebanyakan cewek itu lemah dengan wajah tampan dan rayuan gombal? Alena benar-benar tidak habis pikir. Untung saja, ia bukanlah salah satu dari kebanyakan cewek-cewek itu. Terlebih lagi Alena yang sudah mengetahui sifat seorang Devan. Untuk apa punya tampang tampan di atas rata-rata jika kelakuannya minus?
"Kalau kegiatan camping unfaedah ini sudah selesai dan kita udah balik ke Jakarta, lo mau nggak kencan sama gue?" tanya Devan pada Intan.
Intan berhenti hanya untuk menatap Devan dan balik bertanya. "Bukannya lo udah punya pacar?"
Ha! Demi BOT kerang ajaibnya spongebob yang menyebalkan! Akhirnya akan ada seorang cewek waras yang menolak Devan. Alena ingin menertawakan wajah kaku yang sekarang ditunjukkan oleh Devan. Namun itu tidak berlangsung lama.
"Kalau lo mau kencan sama gue, gue mau kok mutusin pacar gue saat ini juga," tukas Devan, lagi-lagi menampilkan senyuman maut andalannya. Ia menjulurkan tangan kanannya untuk membelai pipi Intan. "Demi cewek secantik lo, gue akan ngelakuin apapun. Gimana?"
Demi Tuhan, Alena ingin muntah saat itu juga. Ia merutuk dalam hati kenapa dari puluhan siswa dia harus satu kelompok dengan si playboy itu?
Intan baru akan menjawab ucapan Devan ketika Rani --mantan Devan yang sialnya juga sekelompok dengan Alena-- tiba-tiba berjalan menerobos di antara Devan dan Intan. Membuat tangan Devan yang berada di pipi Intan langsung terlepas.
"Please, deh! Kita itu di sini buat nyari bendera bukan buat lihat pertunjukan sok romantis kalian!" sarkas Rani. Wajahnya memerah karena cemburu, ia menatap tajam ke arah Intan.
"Whoa ... selow, babe! Lo jalan saja duluan sama mereka," tunjuk Devan dengan dagu pada lima orang lainnya yang juga berada satu kelompok dengannya. "Gue masih ada urusan sama calon pacar gue." Devan mengerlingkan sebelah matanya pada Intan, membuat pipi cewek itu bersemu merah.
Rani yang melihatnya semakin kesal. Ia memberengut, lalu berjalan ke arah Intan. Tanpa ada yang sempat mencegah dan mampu menerka, Rani sudah menjambak rambut Intan.
"Dasar cewek kegatelan! Lo tau kan Devan udah punya cewek? Namanya Maudi. MA-U-DI!!" teriak Rani. Sedangkan Alena dan empat orang lainnya hanya bisa menganga dan membulatkan mata melihat kelakuan bar-bar Rani pada Intan.
Sekilas, Alena melirik ke arah Devan dan mendengus tak percaya mendapati cowok itu justru sedang terkekeh geli melihat pemandangan tersebut.
Belum hilang keterkejutan Alena dan empat orang temannya, Intan sudah membalas jambakan Rani.
"Lo pikir gue nggak tau? Itu cuma alasan lo daong karena lo cemburu, kan? Dasar mantan s****n!" teriak Intan tak ingin kalah.
"Lo bilang apa? Gue mantan s****n?! Elo tuh yang cewek s****n!" balas Rani. Kini kedua tangannya sudah berada di atas kepala Intan, begitu pula sebaliknya. Mereka saling menjambak penuh benci.
"Rani, Intan! STOP, atuh! Jangan berantem!" Hilda, cewek kelahiran Bandung yang juga dari jurusan bahasa itu mencoba melerai. Namun naas, Hilda justru terkena pukulan Rani yang saat itu berniat melayangkan tamparan pada Intan. Membuat Hilda langsung jatuh terjengkang ke tanah.
Alena yang melihatnya langsung maju menolong Hilda dan menjauhkannya dari perkelahian dua cewek gila tersebut.
Sementara itu, Bagas, Ahmad dan Satria ikut maju untuk melerai Intan dan Rani. Bagas memeluk tubuh Rani dari belakang, menariknya menjauh dari Intan diikuti oleh Ahmad yang juga memperlakukan hal yang sama pada Intan. Sementara Satria berusaha untuk melerai dari tengah.
"Awas ya lo! Hidup lo nggak akan tenang di sekolah!" ancam Rani.
"Lo pikir gue takut?! Teman-teman gue lebih banyak daripada temen-temen klub dance lo!" balas Intan.
"Lo nantang gue?!" Rani mulai memberontak hebat dari pelukan Bagas, berusaha melepaskan diri untuk kembali menyerang Intan. Bagas pun semakin kuwalahan menahan tubuh Rani. Hingga akhirnya, ia melepaskan pelukannya setelah Rani menginjak kakinya keras-keras.
Rani berlari menerjang tubuh Intan yang masih ditahan mati-matian oleh Ahmad. Sedangkan Satria sudah memilih menyingkir terlebih dahulu karena takut duluan merasakan hawa membunuh dari Rani. Satria memang salah satu siswa dari jurusan IPA yang terkenal kutu buku. Maka dari itu, dia tidak berani untuk mencegah gadis bar-bar macam Rani. Sayang nyawa, gengs ...
Ahmad yang melihat hal itu membalik tubuh Intan agar tidak terjadi perkelahian lagi. Namun sungguh malang nasibnya, demi menjauhkan Intan dari Rani malah justru dia yang akhirnya terkena jambakan. Ahmad pun akhirnya melepas pelukannya dari Intan dan saat itu juga Rani melepaskan jambakannya dari Ahmad. Dan tanpa bisa dicegah lagi, kedua cewek itu kembali ke posisi semula. Saling jambak-menjambak.
Sedangkan tak jauh dari sana, seorang Devan tertawa terpingkal-pingkal menyaksikannya. Di tangannya sudah ada sebuah ponsel yang merekam video perkelahian antara Rani dan Intan. Bagi Devan, bisa menyaksikan perkelahian antara dua orang cewek demi dirinya adalah sesuatu yang membuat ia terhibur. Bahkan acara stand up comedy masih kalah jauhhhh.
Kegaduhan tersebut terjadi selama lima menit tanpa ada yang mencoba lagi untuk menghentikan. Mereka berharap dua cewek gila itu segera kelelahan dan berhenti bertengkar sehingga mereka bisa melanjutkan perjalanan.
Tetapi, semuanya jadi mematung ketika tiba-tiba terdengar suara geraman keras di dekat mereka. Dan kurang dari tiga detik kemudian, seekor serigala berwarna hitam pekat dengan iris mata berwarna kuning terang meloncat ke arah mereka
Entah dari mana datangnya hewan buas itu. Yang jelas, hewan itu berhasil membuat suasana yang tadi sangat gaduh jadi hening seketika. Semua mendadak jadi patung dengan wajah pucat pasi.
Diam, tidak ada yang berani membuat pergerakan sekecil apapun saking takutnya. Intan dan Rani masih dalam posisinya saling menjambak, Devan yang masih merekam dengan ponsel, Bagas dan Ahmad yang diam mematung, Hilda yang memeluk erat lengan Alena sambil memejamkan mata ... dan Satria yang celananya sudah basah karena terkencing. Kakinya bergetar hebat dan wajahnya sudah sepucat mayat.
Serigala besar bermata kuning terang itu mengamati delapan orang tersebut secara bergantian. Cukup lama hingga serigala tersebut akhirnya menggeram rendah dan melolong panjang.
Karena insting bahaya dari masing-masing, Devan sebagai satu-satunya orang yang berada cukup jauh dari posisi serigala tersebut berteriak. "LARIIII ...!!"
Teriakan Devan seperti mantera bagi tujuh siswa lainnya. Tanpa banyak protes mereka segera berlari sekencang-kencangnya meninggalkan tempat itu.
Mereka terus berlari tanpa mempedulikan ranting-ranting pohon yang menggores lengan atau wajah mereka. Yang ada di pikiran mereka hanya satu. Lari agar selamat dari hewan buas tersebut.
Setelah dirasa cukup jauh berlari dan tidak ada tanda-tanda serigala yang mengejar, Devan memutuskan untuk berhenti. Dengan nafas tersengal-sengal ia mencoba mencari pegangan ke sebuah pohon besar yang ada di sampingnya. Tetapi ...
BRUK!
Seseorang malah menabrak punggungnya, membuat Devan dan si penabrak jatuh seketika.
Devan mengerang karena merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya, ditambah lagi ada seseorang yang menindih punggungnya. Namun seakan tau diri, orang tersebut segera berdiri.
"Sorry."
Devan mengabaikan ucapan maaf dari mulut orang tersebut. Dengan muka kesal, ia segera berdiri, tak lupa memberikan tatapan membunuh pada sosok cewek di depannya.
"Kalau jalan tuh pakai mata!" umpat Devan.
Alena mendengus, menatap Devan tak suka.
"Dua kesalahan. Yang pertama, aku nggak jalan tapi lari! Dan yang kedua, setau aku semua orang itu kalau jalan ya pakai kaki, bukan pakai mata!" sembur Alena. "Hanya orang b**o' yang bilang 'kalau jalan itu harus pakai mata'," tambah Alena yang langsung mendapat tatapan tajam dari Devan karena merasa dihina. Cewek cupu s****n!
Karena kesal, Devan menunjuk muka Alena. "Dengar ya--"
"Kita di mana?" Alena memotong terlebih dahulu ucapan Devan. Ia menatap bingung sekelilingnya. "Yang lain kemana?" ujarnya setengah panik.
Mendengarnya, Devan ikut celingukan. Ia baru menyadari jika sejak tadi mereka hanya berdua, Devan terbelalak, ikut panik seperti Alena. Sepertinya tanpa sadar mereka berdua terpisah jauh dari kelompok.
"s**l!" umpat Devan. "Kayaknya kita tersesat."