9. Raihan

1006 Kata
*Satu Detik Berharga Yang Kembali Hilang* Pintu terbuka ketika aku sedang menyelesaikan tugas PR Matematika yang diberikan oleh Pak Wiro dua hari yang lalu sebelum libur sekolah dan aku menoleh keambang pintu. Disanalah Paduka Papi berdiri. "Pengeran Raihan." "Ya?" "Pinjam motormu ya. Papi mau kerumah sakit jenguk Kakekmu." "Motorku tidak ada." "Lah kemana?" "Dipinjam." "Dipinjam siapa? Kok Papi gak tau?" "Tetangga sebelah." "Tetangga sebelah?" Aku melihat papa mengerutkan dahinya bingung. Terlihat berpikir. Lalu bersedekap. "Siapa? Om Devian? Atau Tante Adila?" "Tidak keduanya." "Terus siapa?" "Raisya." "Raisya?" Papi menatapku tidak percaya. "Lah kok tumben temanmu pakai motor. Biasa juga kemana-mana mengendarai mobil." Aku menghedikan bahu tidak peduli. "Aku tidak tahu." Lalu aku memunggungi papi. Bukan aku tidak sopan. Tapi karena aku tidak ingin membuang waktu 1 detik berhargaku yang berhubungan dengan si nyai rombeng itu. Tidak ada lagi suara Paduka Raja Papi dan aku kembali fokus mengerjakan Pr Matematikaku di iringi suara pintu yang tertutup. Aku memperhatikan jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 20.00 malam. Sudah beberapa jam berlalu sejak pukul 10.00 pagi tadi si nyai rombeng beserta dramanya itu mengobrak-abrik kamarku hanya untuk kunci motor. Dan sekarang, dia tidak ada kabar sama sekali sekaligus mengembalikan motorku. Aku tersenyum sinis. Memangnya aku perduli? Ck, apapun yang terjadi sama dia, itu urusan dia dan seperti yang aku bilang, aku tidak ingin terlibat hal apapun apalagi menggunakan 1 detik berhargaku untuk dirinya yang tidak penting. Suara notifikasi grup Wa Tiga Perjaka Sejati berbunyi. Anu : "Ada yang sudah ngerjakan PR matematika? " Nua : "Aku mah belum " Anu ; "Oh kamu belum juga. Wah senasib yang kita " Dan aku merasakan perasaan ku tidak enak. Seperti hawa-hawa bahwa sebentar lagi ada permohonan yang memelas. Nua : "Iya nih, kita senasib. Cuma bisa berharap, Ya Allah... semoga ada seorang yang berbaik hati membantu kita dalam meminjamkan PR nya " Anu : "Karena saling membantu akan mendapatkan pahala. Seperti kata Pak Ustadz Dani di kelas " Aku mendecak kesal lalu suara pintu terbuka nyaring dan hampir saja membuatku terlompat dari atas tempat duduk kalau saja aku tidak hati-hati dan fokus. Aku melihat Om Devian masuk begitu saja tanpa permisi "Raihan! Om mau tanya sama kamu." "Boleh." "Kata Papimu Raisya memakai motormu hari ini. Apa itu benar?" "Iya." "Dari jam berapa? Kemana dia? Sama siapa?" "Jam 10 pagi. Aku tidak tahu." Aku masih memasang raut wajah datar, biasa, tidak panik dan santai. "Kamu beneran gak tau?" "Mas! Mas! Gimana? Raisya gimana? Raihan kamu tau nak dimana putri Tante?" Dan lagi, Tante Adila masuk dengan raut wajah khawatir karena kehilangan nyai rombengnya. "Maaf aku tidak tahu." "Mas. Ya Allah.. ini sudah malam. Nomor ponsel Raisya gak aktip. Kalau gini caranya gimana mama bisa tidur?" Lalu Tante Adila pun menangis dan Om Devian memeluknya. Aku mendengus kesal bahkan saat ini berusaha menahan amarah. Aku paling benci dengan hal-hal rumit apalagi penuh keberisikan seperti ini. Aku menutup buku tugas PR matematikaku. Lalu mematikan ponselku bahkan mengabaikan Anu dan Nua si tukang nyontek yang lagi memelas di grup Tiga Perjaka Sejati. "Maaf. Saya mau istrirahat. Ini sudah malam." Om Devian dan istrinya itu menghela napas. Kedua mata mereka sempat berharap sesuatu padaku. Ntah itu apa. Mungkin sebuah permohonan untuk mencari putrinya yang menyusahkan itu? Ck, Jangan harap. Sudah aku bilang, 1 detik sangat berharga untuk aku miliki dengan situasi yang berguna. Mereka pun akhirnya keluar dan aku menutup pintu kamarku, menguncinya dengan rapat dan mematikan lampu kamar untuk mengabaikan semua kebisingan yang ada karena aku suka hening dan kedamaian. Rasa mengantuk menerjang didiriku karena besok aku harus bangun pagi untuk berangkat kesekolah seperti biasanya meskipun hanya wacana karena aku susah bangun pagi sejak dulu. Tapi.. Selimut tersibak dengan kasar dan aku terkejut begitu suara pintu balkon tertutup. "Raihan! Pangeran Raihan! Ini gawat!" Lampu menyala dengan terang begitu paduka Raja Papi menekan tombol saklar di dinding. Aku menyipitkan kedua mataku karena silau dan melihat pintu balkon terbuka. Sudah menjadi hal yang biasa karena papi suka memanjat dinding balkon demi membangunkanku bila pintu kamarku terkunci. "Ada apa?" "Ini gawat Rai gawat!!!!!" "Kenapa?" Dengan kasar papi menarik lenganku lalu membawaku keluar kamar. "Ini sudah malam. Tolong lepaskan. Aku mau tidur." "Tidak sebelum kamu menemukan Raisya yang hilang!" Aku mendengus kesal. Melepas cekalan tangan papi di lenganku. "Untuk apa?" "Kamu harus cari Rai! Ini penting. Kasihan Om Devian dan Tante Adila kebingungan mencari putrinya." "Dia tidak mungkin hilang." "Tapi Rai-" "Mana ada yang mau menculik Raisya." "Rai-" "Dia cewek yang berisik. Tidak bisa diam. Kalaupun di culik mungkin dia sudah mati di bunuh sama mereka karena terlalu cerewet" Pletak! Sentilan di dahiku membuatku bertambah kesal ketika papi yang melakukannya. Papi sudah ingin berucap lagi namun tidak jadi karena Yang Mulia Ratu Mami berjalan ke arahku lalu memelukku dengan erat. Sebuah pelukan yang begitu menenangkan. "Sayang.. nak.. mami minta tolong sama kamu ya." Aku mengembuskan napas dan membalas pelukan mami. "Setiap orang tua pasti akan mengalami khawatir bila anaknya hilang tanpa kabar. Jika itu terjadi sama kamu, mami pasti akan menangis. " Lalu mami melepaskan pelukannya dan menangkup kedua pipiku. "Kamu gak mau kan bikin Mami nangis?" "Tapi mi-" Mami mencium keningku dengan penuh kasih sayang dan mengelus pipiku. "Bantu Om Devian mencari Raisya ya nak. Mami minta tolong. Dia anak perempuan. Jangan sampai kenapa-kenapa diluar sana." Dan mami menatapku penuh harap. Tatapan permohonan yang tidak bisa membuatku menolak sampai kapanpun. Sebuah tatapan yang membuat hatiku keras menjadi luluh. Aku menghela napas dan mengalah. "Baiklah. Aku akan mencarinya." "Gitu dong dari tadi." ucap papiku dengan bernapas lega dan tiba-tiba aku kesal. Dengan perhatian mami meraih jaket milik papi dan memakainya ke tubuhku. "Cepat cari Raisya ya nak. Kalau ada apa-apa kabarin secepatnya." Aku hanya mengangguk lalu meraih kunci mobil dan segera mengemudikan mobilku dengan raut wajah datar. Jika saja bukan karena tatapan permohonan mami, aku tidak akan mau melakukannya. Untuk apa? Ck! Cewek berisik seperti Raisya itu tidak ada jaminan membuat siapapun tenang bersamanya. Dan aku marah karena lagi-lagi, Raisya merenggut 1 detik berharga yang aku miliki. **** Semoga Raihan sabar selama mencari Raisya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN