#R – Senja yang tidak sampai

2230 Kata
#R4 – Senja yang tidak sampai Ketika awan masih terlihat gelap, bahkan bulan dan bintang masih setia berada diatas awan yang masih berwarna hitam, Risa terbangun dari tidur nyenyaknya, gadis itu sudah dibiasakan oleh ibunya untuk selalu terbangun disepertiga malam untuk menyapa kekasih hati mereka, walaupun shalat disepertiga malam itu hukumnya sunnah namun ibu Risa selalu berusaha menegaskan jika selama kita mampu menunaikannya maka tunaikanlah jangan sampai melalaikannya hanya karena hukunnya sunnah. Mungkin kebanyakan orang akan lebih memilih tetap tertidur lelap namun karena sudah terbiasa Risa selalu merasa aneh jika dia meninggalkan kebiasaannya itu, hatinya selalu dilanda kesedihan bahkan merasa berdosa saat dia tanpa sengaja pernah meninggalkan shalat disepertiga malam. ‘Bangun dan melaksanakan shalat disepertiga malam adalah salah satu cara kita bisa mengukur seberapa besar iman kita, karena saat saat waktu sepertiga malam datang  dan kita berniat bangun saat itulah setan berlomba – lomba seakaan merayu kita untuk tetap lebih memilih terlelap’ untaian kalimat itu selalu terngiang didalam telinga Risa, nasihat ibunya yang tidak akan pernah Risa lupakan. Jika sepertiga malam biasanya Risa selalu bisa melaksanakan shalat dengan penuh ketenangan, menyapa kekasih hatinya dalam kesunyian malam berbeda dengan pagi ini, saat jarum jam baru saja menunjukan pukul 01 : 00 dini hari waktu biasanya dimana orang – orang masih berselimut hangat diatas ranjang mereka, waktu malam menjelang pagi ini semua orang sudah dibuat gempar dengan suara gemuruh yang terdengar sangat kencang kemudian dilanjutkan dengan gempa yang goyangannya lebih kencang dari kemarin sore. Saat gempa terjadi orang – orang langsung berhambur keluar dari rumah mereka masing – masing termasuk Risa dan juga kedua orang tuanya, gadis itu sampai lupa mengganti mukenanya dengan kerudung saking paniknya, gempa itu berlangsung hanya dalam hitungan beberapa menit, saat keadaan sudah kembali membaik barulah orang – orang kembali masuk kedalam rumahnya begitu pula dengan Risa dan juga kedua orang tuanya. “Dian sekarang langsung tidur lagi ya, jangan khawatir Insya Allah gempanya tidak datang lagi” Ibu Risa membelai kepala Risa dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, diwajah ibunya terbit sebuah senyuman yang selalu berhasil membuat Risa merasa damai, kemudian pandangan Risa beralih menatap ayahnya yang pada saat itu juga tengah menatapnya, laki – laki paruh baya itu ikut tersenyum kemudian menggiring Risa melangkah masuk kedalam kamarnya, ayah Risa mendudukkan Risa diatas ranjang yang bahkan belum sempat Risa bereskan. “Jangan bandel tidur lagi, jangan buat ibumu khawatir” Pria paruh baya itu mencubit pelan hidung Risa, sebuah senyuman kembali terbit diwajah Risa, meskipun dia jarang berinteraksi dengan ayahnya, meskipun ayahnya sering kali terlihat acuh tapi Risa tahu dibalik itu semua ayahnya sangat mencintai dan menyayanginya. Dia adalah salah satu orang yang selalu memberikan Risa perhatian tanpa menunjukannya secara langsung, contohnya Risa tahu jika ayahnya selalu bertanya kepada ibunya apakah Risa sudah makan, apakah Risa baik – baik saja dan masih banyak berbagai pertanyaan yang mungkin banyak anak diluarsana sepelekan tapi tidak bagi Risa, perhatian yang dilakukan ayahnya sangat romantis menurut Risa, dia bahagia dengan perhatian kecil yang tunjukan ayahnya dan Risa berharap semua perhatian yang ayahnya lakukan tidak berhenti sampai kapanpun. Risa menganggukkan kepalanya untuk menanggapi ucapan ayahnya, ayah Risa membuka mukena yang pada saat itu masih digunakan oleh Risa, menampilkan Risa dengan keindahan rambutnya. Tangan ayah Risa membelai rambut Risa dengan penuh kasih kemudian dia membaringka Risa dan menyelimuti tubuh gadis itu, dia kembali tersenyum sambil mengelus kepala Risa kemudian berlalu pergi. Ibu Risa hanya mampu mengulas sebuah senyuman saat melihat interaksi kedekatan Risa dengan ayahnya, kedekatan itu sangat jarang sekali terjadi, mungkin karena ayah Risa yang sibuk bekerja dan Risa yang sibuk sekolah sehingga jarang sekali ada waktu panjang yang bisa melewati bersama. Setelah itu kedua orang tua Risa berlalu pergi meninggalkan Risa didalam kamarnya sendiri. Beberapa kali Risa mencoba untuk memejamkan matanya, mengikuti perintah kedua orang tuanya yang meminta Risa untuk terlelap tidur, namun matanya tidak kunjung terpejam seakan ada sesuatu yang menahan Risa untuk terlelap tidur. Akhirnya jenuh terus membuka mata, tanpa ada aktivitas yang dia lakukan Risa kembali bangkit dari posisi berbaringnya, dia lebih memilih untuk kembali mengambil air wudhu untuk memanfaatkan waktunya yang mungkin akan terbuang sia – sia. Gadis itu kembali mengenakan mukena yang sempat ayahnya lepas, dia kembali menegakkan shalat sunnah witir yang belum sempat Risa kerjakan.  Dia kembali tenggelam dalam kesunyian bercengkrama dengan Allah melalui setiap bait do’a yang terucap dari lisannya. “Ya Allah, ampuni aku manusia yang penuh dengan dosa ini, ampuni dosa yang pernah sengaja ataupun tanpa sengaja aku lakukan. Ampuni aku yang tidak tahu malu ini yang selalu mengulang dosa dan kesalahan yang pernah aku peerbuat, sesungguhnya hati ini masih takut, takut akan siksamu Ya Allah” Tanpa dapat dicegath setetes air mata Risa jatuh membasahi kedua belah pipinya, dia sadar jika selama ini dia masih menjadi manusia yang hina, manusia yang penuh dosa, manusia yang masih belum mampu melaksanakan segala perintahnya. Setelah selesai melaksanakan shalat Risa tidak langsung bangkit, dia kembali melanjutkan kegiatannya mendekati kekasih hatinya dengan membaca A l – Qur’an. Karena dengan lantunan ayat Al – Qur’an hatinya bisa merasakan kedamaian, pikirannya menjadi terasa lebih tenang dan segala yang menjadi kegundahan hatinya seakan hilang begitu saja. Saat Risa tengah bertafakur dengan setiap untai – untai ayat Al – Qur’an yang terucap dari lisannya, tiba – tiba Risa merasakan rumahnya bergoyang – goyang awalnya Risa pikir itu hanyalah perasaannya saja. Namun, ternyata semakin lama goyangan yang itu semakin terasa lebih kencang dan pada saat itulah Risa baru sadar jika saat itu terjadi gempa susulan. Masih menggunakan mukenanya Risa langsung berlari keluar kamar, hal pertama yang terlintas didalam kepalanya adalah membangun kedua orang tuanya yang mungkin sudah kembali tertidur, tidak lama setelah Risa menggedor pintu kamar ayah dan ibunya mereka keluar dengan tergesa – gesa sepertinya mereka juga sudah menyadari bahwa sudah terjadi gempa susulan. “Bu, Pak gempanya datang lagi” Kali ini Risa terlihat lebih panik, gadis itu dengan tergesa – gesa menarik tangan ibu dan ayahnya untuk segera pergi keluar dari dalam rumah. Namun, bukannya ikut segera keluar ibu Risa justru diam mematung sambil menatap Risa, dia seakan lupa jika pada saat itu sedang terjadi gempa. “Dian” Ibu Risa hanya menggumamkan nama Risa dengan tatapannya yang menatap Risa begitu dalam, ada binar yang aneh yang tidak dapat ibu Risa deskripsikan yang terpancar dari wajah Risa. Antara bingung dan aneh Risa akhirnya menarik tangan ibu dan ayahnya untuk segera keluar karena Risa tidak tahu apakah keadaan rumah ini akan baik dan tetap menaungi Risa bersama ayah ibunya hingga gempanya mereda atau justru berakhir dengan sebaliknya. “Ayo bu kita keluar” Risa berusaha menarik tangan ibunya menuju keluar rumah dikuti ayahnya yang juga pada saat itu terlihat menatap Risa dengan begitu dalam, Risa tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kedua orang tuanya karena yang pasti tujuan utama Risa saat itu adalah membawa dan menyelamatkan kedua orang tuanya dari beberapa dugaan yang sudah terlintas didalam kepalanya. Namun, belum sempat kedua orang tua Risa berhasil dibawa keluar gempa  itu sudah lebih dulu berhenti, puji syukur Risa panjatkan pada yang maha kuasa, dia sangat berterimakasih karena yang kuasa sudah kembali memberikannya keselamatan. “Alhamdulillah gempanya sudah berhenti bu, pak” “Dian wajah kamu” Ibu Risa menatap Risa dengan tatapan yang sungguh demi apapun sangat sulit untuk Risa terjemahkan, tidak tahu apa yang terjadi pada kedua orang tuanya terutama pada ibunya. Ibu Risa menangkup kedua belah pipi Risa kemudian mengelusnya, matanya masih menatap Risa dengan tatapan yang memancarkan aura kekaguman seakan baru saja terjadi sebuah keajaiban diwajah Risa. “Wajahku kenapa bu ?”  Risa meraba – raba wajahnya mencoba menacari tahu sesuatu yang mungkin terjadi pada wajahnya sehingga membuat kedua orag tuanya terlihat aneh tiba – tiba setelah melihat wajahnya. Namun, Risa merasa tidak ada yang aneh pada wajahnya, matanya masih tetap berjumlah dua, hidungnya masih satu dengan dua lubang sebagai pelengkapnya. Lantas apa yang membuat kedua orang tuanya bertingkah seakan terjadi perubahan diwajahnya. “Wajah kamu terlihat berbeda dari biasanya, ada yang berbeda diwajah kamu Dian” Risa menautkan kedua alisnya dengan bingung, hati  Risa dipenuhi dengan berbagai pertanyaan apakah yang sebenarnya terjadi pada ayah dan ibunya, Risa merasa tidak ada sesuatu yang berubah pada dirinya lantas mengapa kedua orang tuanya masih tetap yakin jika ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. “Apa yang beda bu, wajah Risa masih tetap sama ada hidung, mata, alis, bibir, dan pipinya” Tidak ada jawaban yang keluar dari ibu Risa, perempuan patuh baya itu hanya diam tanpa ada satu katapun keluar dari lisannya, akhirnya Risa memilih untuk undur diri pergi kekamarnya kembali, melanjutka kegiatan yang sempat tertunda dengan alasan yang lagi lagi karena gempa. *** Pagi – pagi sekali Angga bersama kedua orang tuanya sudah berangkat ke kota untuk menghindari kemacetan, mereka berangkat jam lima subuh tadi, adiknya tidak bisa ikut karena masih harus bersekolah sehingga dia harus menatap dikampung halaman bersama dengan neneknya. Angga memang mempunyai seorang adik yang bernama Rifqo Miftahul Arzak, saat itu usia Angga baru berusia empat tahun, dan pada saat usia Angga empat tahun ibunya kembali mengandung anak kedua yang tidak lain adiknya Angga yang diberi nama Rifqo Miftahul Arzak. Sesuai dengan apa yang sudah Angga bicarakan dengan Risa, sekarang dia sudah berada di kota dan besok dia akan melakukan pendaftaran disalah satu MA yang ada dikota Bandung. Angga bersama kedua orang tuaya akan menetap dikota Bandung sampai waktu tes dilaksanakan beberapa hari yang akan datang. Sementara itu Risa, gadis itu masih berada di kampung halamannya, menjalankan rutinitasnya seperti biasa, berangkat sekolah untuk mencari informasi penerimaan siswa baru, atau rutinitas lainnya yang sering Risa lakukan. Risa yang pada saat itu sedang berjalan harus menghentikan langkahnya saat tiba – tiba dia mendengar suara seorang memanggil namanya. “Teh Risa” “Masih sekolah aja, a Angga aja udah pergi kekota untuk daftar” Dialah Rifqo adik dari laki – laki yang bernama Muhammad Raga Angga, anak laki – laki itu memiliki paras yang sangat mirip dengan kakaknya layaknya seperti pinang yang dibelah dua. Risa berjalan dari pelataran rumah kakek dan neneknya yang berada disamping rumah kedua orang tuanya, anak laki – laki itu berusaha menyamakan langkahnya dengan Risa. “Alhamdulillah kalau aa kamu sudah berangkat ke kota untuk daftar, kamu tanya sama tetah kenapa tetah masih berangkat sekolah sekarang tetah tanya kenapa kamu masih berangkat sekolah” Risa membalikkan pertanyaan yang diajukan Rifqo yang hanya dibalas sebuah cengiran oleh Rifqo, Rifqo menggelengkan kepalanya. “Yakan aku masih efektif atuh teh belajarnya,bentar lagi juga UAS, jadi harus rajin – rajin sekolah, teteh sendiri ngapain kesekolah, kenapa belum daftar sekolah, sebentar lagi tetehkan bakal jadi anak SMA”   “Ya kan ini mau kesekolah mau minta koleklif daftarnya sama sekolah” Risa menjawab dengan penuh ketenangan , dia menoleh sekilas kearah Rifqo yang pada saat itu sedang berjalan disampingnya, Risa baru menyadari jika sekarang Rifqo memiliki tinggi lebih tinggi darinya. “Jadi teteh daftar sekolahnya mau minta dikolektif sama pihak sekolah ?” Risa hanya menganggukan kepalanya sebagai sebuah jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh Rifqo. Asik mengbrol hingga akhirnya Rifqo sudah sampai disekolahnya barulah setelah itu Risa kembali melanjutkan langkah kakinya menuju sekolahmya, hanya butuh waktu 10 menit bagi Risa untuk melanjutkan perjalanan dari sekolah Rifqo kesekolahnya *** Setelah daftar sekolah dengan diantar oleh gurunya dan mendapatkan beberapa informasi mengenai jadwal pelaksanaan tesnya akhirnya Risa memutuskan untuk pulang, karena sudah tidak ada lagi hal yang dia ingin lakukan maka dari itu Risa lebih memilih untuk langsung pulang saja. Saat diperjalanan pulang sesekali Risa mencoba memeriksa keadaan sekitar, dia mencoba untuk menelisik, selain itu cuaca dihari ini cukup membingungkan, tadi pagi cuaca terlihat sangat begitu cerah, namun saat waktu menjelang siang langsung berubah menjadi mendung. Risa kembali melanjurtkan langkahnya bukan menuju rumah tapi menuju ke rumah kekasih hatinya, hari ini dia ingin mengadukan banyak hal pada yang maha kuasa. Saat kakinya tiba di masjid Risa berniat hendak menunaikan shalat dhuha. Waktu yang dibutuhkan Risa untuk shalat dhuha tidak lebih dari 10 menit, baru setelah itu dia membuka AlQur’an dan mulai membacanya. Dipertengahan bacaannya Risa merasa bangunan masjid tempatnya bernaung benrgoyang, dia menatap sekeliling ruang masjid lalu kemudian melanjutkan kembali bacaannya karena Risa pikir itu adalah gempa susulan yang kecil karena Risa merasa hanya sebentar. Sementara itu diluar masjid semua warga sudah mulai panik akibat gempa yang baru saja terjadi, ada beberapa dari rumah warga yang sudah roboh akibat gempa tanda bahwa gempa yang baru terjadi memang berskala besar. Belum reda kepanikan warga, mereka sudah kembali ddibuat panik dengan suara gemuruh yang tiba – tiba terdengar begitu keras. Semua orang berlarian kesana kemari mencoba menyelamatkan diri sendiri. Risa yang masih berada didalam masjid masih tetap tenang melantunkan ayat – ayat Al – Qur’an seakan semuanya baik – baik saja. Allah seakan menutup pendengaran Risa dari besarnya suara gemuruh yang tengah terjadi dan teriakan ketakutan orang – orang, karena pada kenyataannya Risa memang tidak mendengar apapun selain lantunan surah Ar – Rahman yang terucap dari lisannya sendiri. Diluar tiba – tiba air laut mulai meluap, ombak yang biasanya menjadi pemandangan menari ditengah pantai kali ini terlihat mengerikan, ombak – ombak itu seakan tengah berlarian mengejar dan hendak menangkap segala sesuatu yang ada didaratan hingga akhirnya daratan yang semula dipenuhi pemukiman warga kini telah hancur, hanya menyisakan puing – puing bangunan. Semuanya telah musnah, tidak ada yang bisa mereka lakukan saat takdir Allah sudah berjalan, hanya ada teriakan dan tangis dari orang yang berhasil menyelamatkan diri.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN