9

1010 Kata
Tasya ikut makan dengan santai bersama mereka, malah yang terlihat sangat gugup adalah Rizky. “Sangat lezat, ini yang masak kamu Nak?” tanya Aminah memuji masakan yang di bawa oleh Tasya. “Hehe bukan Bu, pembantu di rumah, saya Cuma bantu potong-potong sayurannya saja, biar cepat selesai,” jawab Tasya malu-malu. “Wah, di rumah Tante baik ada pembantu ya? Berarti enak dong, gak perlu cuci piring sendiri,” ucap Dini sambil mengkhayal gak perlu cuci piring setelah makan, dia memang di jatah oleh Aminah untuk cuci piring, biar Dini bisa mengerjakan pekerjaan rumah. Tasya hanya tersenyum, “Kenapa? Dini sering cuci piring ya di rumah?” tanya Tasya. “Sering,” jawabnya. “Dia memang Ibu jatah untuk cuci piring, biar dia terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, kalau nanti ibu sudah tidak ada, setidaknya dia bisa mengurus dirinya sendiri dan adiknya,” ucap Aminah. Mendengar ucapan Aminah, mendung di wajah Nada dan Dini jadi terlihat. “Nenek gak boleh pergi, mama sama papa yang udah pergi ninggalin kita, nenek jangan pergi juga,” ujar mereka sambil memeluk Aminah. Tak terasa mata Tasya terasa sangat perih. Dia mengusap matanya yang hampir berair. Aminah tertawa setelah menggoda cucu-cucunya itu. “Iya, nenek masih akan tetap ada untuk kalian, makanya kalian jangan bandel-bandel ya,” sahut Aminah sambil mengelus kepala kedua anak-anak mengemaskan itu. “Nanti setelah makan, Tante bantuin cuci piringnya Dini ya, tante yang cuci, Dini yang bilas, bagaimana?” tanya Tasya pada Dini. “Memangnya Tante bisa?” tanya Dini. “Bisa dong, Cuma urusan cuci piring mah, urusan kecil,” sahut Tasya dengan senyum mengembang. Aslinya Tasya juga ragu, apa dia bisa cuci piring, selama hidupnya, dia belum pernah mencuci piring sendiri, selalu ada pembantu yang mencucinya. Dia kagum sama Dini, yang dari kecil sudah bekerja belajar membersihkan rumah. Mereka melanjutkan makan mereka, Tasya meminta Nada dan Dini untuk menghabiskan lauk yang dia bawa tanpa malu-malu, dia tahu kalau Nada dan Dini sangat lahap menyantap makanan tersebut. “Besok kalian sekolah?” tanya Tasya. “Sekolah Tante,” jawab mereka bersamaan. “Ya sudah, habiskan semua makanan itu, besok pagi biar Tante yang bawakan bekal untuk kalian bawa ke sekolah,” ucap Tasya. “Wah, asyik ....” Nada dan Dini bersorak gembira. "Apa tidak merepotkan Nak Tasya?" tanya Aminah merasa tak enak pada Tasya. "Tidak kok Bu, nanti pulang dari sini saya langsung belanja bahan-bahannya, nanti tinggal bilang sama si bibi mau dimasakin apa, bibi biasanya bangun lebih awal untuk nyiapin sarapan, karna pagi-pagi, mama sama papa juga pergi ke kantor," jawab Tasya, membuat mereka mengerti kalau Tasya bukan orang biasa seperti mereka, Tasya anak gedongan yang pagi-pagi sudah berkemas dengan rapi dan siap untuk pergi ke kantor. Mereka semua sudah selesai makan, Tasya dan Dini merapikan piring kotor. “Sudah Nak Tasya, biar ibu sama Dini saja yang beresin, Nak Tasya duduk saja,” ucap Nek Rumi, dia merasa tidak enak melihat Tasya yang riwa-riwi membereskan piring kotor dengan membawanya ke dapur. “Tidak apa-apa Bu, Tasya senang kok, ibu yang harusnya duduk, ibu kan sudah tua,” jawab Tasya sambil terus membereskan piring kotor dan mengelap sisa-sisa makanan yang berserakan di tempat mereka makan barusan. Aminah tersenyum melihat kegigihan Tasya, dalam hatinya terbersit ingin punya menantu gesit dan baik seperti Tasya, tapi Aminah langsung sadar, kalau anaknya, Rizky tidak punya apa-apa untuk menikahi anak gadis orang, jangan kan harta yang banyak, untuk maharnya saja belum ada uang sepeser pun. “Biar Tante saja yang cuci, Dini bilas saja ya,” ucap Tasya pada Dini yang sudah mengisi ember kecil dengan air bersih. “Iya Tante,” jawab Dini bersemangat, karna kali ini dia cuci piring ada yang bantuin. Tasya melihat apa yang harus dia kerjakan, jujur dia sangat bingung harus memulainya dari mana, tapi dia sudah terlanjur minta pada Dini biar dia saja yang menyucinya. Tasya mulai mengambil sabun colek, seingatnya, di rumahnya tidak pernah memakai sabun colek untuk cuci piring, selalu pakai sabun cair. Karna Tasya tidak tau takaran sabun yang harus di pakai untuk menyuci piring tersebut, dia mengeluarkan banyak sabun dan mulai menghancurkannya dengan kain cucian yang hanya berupa jaring. “Busanya sangat banyak Dini ya,” ucap Tasya yang merasa sepertinya ada yang salah dengan apa yang dia kerjakan. Dini melonggok menatap ke arah busa sabun yang di maksud oleh Tasya. “Iya, biasanya Dini tidak sebanyak itu, nenek bilang jangan pakai sabun banyak-banyak, nanti piringnya bau sabun, gak enak di pakai untuk makan kalau tidak di bilas sampai bau sabunnya hilang,” jawab Dini membuat Tasya sedikit mengerti, dia harus mengurangi takaran sabunnya. Tasya memasukkan sedikit sabun yang sudah berbusa itu ke dalam wadah yang lain, kali ini busanya bisa dia kondisikan, tidak sebanyak seperti awalnya, dan Tasya mulai menyuci piring tersebut satu persatu, sedangkan Dini membantu Tasya membilasnya. Untung saja di sana tidak ada Aminah, dan dia tidak melihat busa sabun yang masih mengembang cukup banyak, bisa malu berdiri Tasya. Setelah semua selesai, Dini menaruh semua piring-piring tersebut ke atas rak dan mereka berdua pergi lagi ke depan. Tasya melihat jam dinding yang sudah menunjukkan jam 9 malam, ternyata sudah lumayan larut juga. “Bu, Tasya pamit pulang dulu,” ucap Tasya sambil mencantol tali tasnya ke atas bahu. “Nak Tasya berani pulang sendirian? Kalau tidak, biar di antar sama Rizky saja,” tanya Aminah, merasa khawatir pada keselamatan Tasya. “Tidak apa-apa Bu, lagian jalur yang Tasya lewati juga jalur ramai orang, InsyaAllah aman kok bu,” jawab Tasya. “Benaran tidak usah di antar ini?” tanya Aminah sekali lagi. “Iya Bu, lagian rumah Tasya juga tidak jauh dari sini Bu, kalau begitu Tasya pulang dulu,” jawab Tasya sambil menyalami Aminah. Tasya pulang dengan mobilnya, di antar sampai halaman depan oleh keluarga Rizky, termasuk Rizky sendiri. Rizky tidak kekeh minta mengantar Tasya, karna dia tidak punya motor, kalau mengantar Tasya, otomatis dia harus pergi mencari motor pinjaman untuk bisa dia pakai sebentar. Tasya langsung pulang dengan mobilnya, dia tidak langsung pulang ke rumah, tapi mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan untuk besok pagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN